Julia sedang mengamati gaun merah yang tengah ia kenakan di depan cermin dan ia langsung jatuh cinta. Gaun silk crêpe panjang, berlengan, dan berwarna merah polos milik Dior tersebut menjadi pilihannya untuk ia kenakan pada acara ulang tahunnya hari Minggu nanti.
"Anda menyukainya?" tanya Sophie memastikan.
"Pilihan yang brilliant, Sophie! Boleh aku tahu apa alasanmu memilih gaun ini untukku?"
"Correct me if I'm wrong. Pertimbangan pertama tentu saja faktor usia, maka aku memutuskan untuk memilih sesuatu yang simple dan tidak berlebihan, cenderung hanya fokus pada pemilihan bahan yang tepat dan cutting yang sempurna. Yang kedua adalah karakter Anda, aku ingin menonjolkankan sisi anggun dan bersahaja Anda, maka dari itu aku memilih design tersebut. And last but not least, anda adalah bintang di acara tersebut. Anda tidak hanya lembut tetapi juga memiliki jiwa yang ceria dan semangat tinggi, maka aku merasa warna merah adalah warna yang paling tepat untuk memancarkan energi tersebut."
"Bravo! Kau memang luar biasa Sophie. Sejak melihatmu dua hari lalu, aku merasa kau memang memiliki... sesuatu." Ada kilatan cahaya di kedua mata Julia ketika mengatakan hal tersebut. "Baiklah, aku senang sekali karena masalahku yang pertama sudah terselesaikan. Sekarang, bisakah kita membahas masalahku yang kedua? Tunggu dulu, biar kusimpan dulu gaun indahku ini."
Sophie diminta menunggu di ruang tamu, ia meneguk tehnya perlahan sambil mengamati rumah mewah bergaya Eropa klasik yang sedang ia kunjungi tersebut. Ia duduk seorang diri di ruangan megah berhiaskan pilar dan ukiran dengan beberapa lukisan indah di setiap sudut temboknya. Tidak lupa juga sebuah chandelier kristal yang menggantung anggun di tengah ruangan, menambah manisnya perpaduan nuansa warna cream keemasan dengan biru Philipsburg. Classy, sangat sesuai dengan karakter seorang Julia Moore, pikirnya.
"Maaf, membuatmu menunggu terlalu lama, Dear," Julia muncul sambil didampingi oleh Thomas. "Sampai dimana kita tadi?"
Sophie segera meletakkan cangkir tehnya. "Anda ingin membahas masalah Anda yang kedua?"
"Cerdas!" Julia duduk tepat di sebelah Sophie, membuat Sophie merasa agak canggung. Ia memang sudah sering berkumpul dengan para sosialita, termasuk para pelanggannya yang dari kalangan jetset, namun belum pernah dengan yang seusia Julia. Ia tentu harus lebih menunjukkan rasa hormat dan sopan santun.
"Jadi begini, aku ingin tahu lebih detail mengenai Heart Lab. Bukan untukku tentu saja, tapi untuk cucuku."
Cucu? Pikir Sophie.
"Oh, baiklah. Sebelumnya perlu kujelaskan terlebih dahulu, Heart Lab adalah sebuah perusahaan matchmaking yang didirikan oleh Sophie Harper, seorang Personal Stylist yang telah berpengalaman lebih dari delapan tahun dalam dunia fashion, bersama rekannya, Wendy Barker, seorang psikolog yang memiliki sertifikat sebagai matchmaker resmi, lulusan dari New York Matchmaking Institute. Heart Lab telah beroperasi lebih dari tiga tahun dan telah berhasil mempertemukan lebih dari seratus lima puluh pasangan. Kami memiliki dua program, yaitu program membership dan program one-shot. Program one-shot adalah program dimana kami membantu mempertemukan klien dengan target tertentu yang langsung dipilih dan ditunjuk sendiri oleh klien tersebut."
"Aku tertarik dengan program one-shot, apa saja prosedur yang harus kulakukan?"
Meski terkejut akan antusiasme Julia, namun Sophie mencoba untuk tetap bersikap tenang. Mungkin cucunya telah benar-benar putus asa dalam mencari pasangan.
"Akan dilakukan wawancara terlebih dahulu untuk mengenal klien sebelum berlanjut ke tahap selanjutnya. Namun perlu diingat, target waktu dan biaya untuk program one-shot tidak bisa sama persis untuk setiap kasus, kurang lebih dibutuhkan sekitar lima hingga sepuluh ribu dolar per pasangan."
KAMU SEDANG MEMBACA
90 Days With Mr. Perfect(ionist)
RomanceNicholas Greyson, seorang pewaris tahta kerajaan bisnis keluarga Greyson yang terkenal tampan dan single harus bertemu dengan Sophie Harper, seorang personal stylist sekaligus matchmaker yang ironisnya tidak beruntung dalam dunia percintaannya sendi...