13

9K 688 15
                                    

"Terima sajalah tuan. Lagian, kalau nanti tuan menolak, Aria pasti akan terus menempeli tuan bak kacang sama kulitnya." sistem memberi usulan dengan malas.

"Hm. Ya gue terima." kata Zia yang sedari diam langsung angkat bicara.

Leon melotot tak terima. Haish! Sekarang dirinya harus extra sabar dan memperketat penjagaan terhadap gadisnya.

Oh ayolah. Seorang Leon jika sudah menemukan seseorang yang dicintainya pasti sifatnya akan possessive, kekanak-kanakan dan cemburu kepada cewek atau cowok yang mendekati gadisnya.

Aria yang mendengar itu sontak melebarkan senyumnya dengan hati berbunga-bunga.

"AAAA MAKASIH KAK ZIARE!." teriak Aria langsung masuk kedalam pelukan Zia dengan semangat 45.

"SAYANG KAK ZIA BANYAK-BANYAK!." Aria mengeratkan pelukannya dan menengelamkan wajahnya diceruk leher Zia dan menghirup aroma tubuh Zia dalam-dalam yang mana aroma itu menenangkan Aria.

"NAJIS!." delik Zia bergidik ngeri. Oke! Dia masih normal, ingat normal!.

"GUE MASIH NORMAL, NJIR."

"Hehe, hm wangi, Aria suka." nafas hangat Aria menerpa leher Zia yang mana membuat Zia lagi-lagi bergidik.

"ANJIR."

"Minggir lu." El dan Leon dengan kompak menarik paksa pelukan mereka berdua ralat hanya Aria yang memeluk Zia. Pelukan Aria terlepas membuat Zia menarik nafas sedalam dalamnya.

El menarik Zia kedalam pelukannya. Mengusap pelan surai gadisnya. "Jangan cuekin El." ucap El lirih dengan sedikit terisak.

Cup

"Jangan nangis." ucap Zia setelah mengecup bibir El.

"Aku juga mau." dari samping kepala El tiba-tiba wajah Leon sudah ada didepan mata Zia dengan tampang memelas.

"Ish! Ini pacar El! Bukan pacar kamu." mendorong Leon menjauh tangannya terangkat bergelanyut manja dilengan Zia.

"Ta-tapi Leon juga suka sama Zia." Leon terisak pelan dengan mata berkaca-kaca.

"Kak Zia aku pamit dulu bye." sebelum mendapat jawaban Aria sudah lebih dulu ngacir meninggalkan Zia dan kedua bayi besar.

"Kamu!." El menunjuk tepat di wajah Leon. Nafasnya memburu jangan lupakan mata yang berkaca-kaca.

"Ga boleh suka sama pacar El!." tekan El tak terima.

"Kamu mau nikung sahabat sendiri?." lanjut El berkacak pingang.

"Leon gapapa kalau jadi yang kedua." ucapan Leon sontak membuat El menatap garang.

'Sayangnya, Leon bukan kedua tapi ketiga.' batin Zia menggeleng pelan.

"Oke."

O-oke? Mata El membulat tak percaya. Jadi, apakah Zia sudah tak menyayaginya lagi? Salah El apa? Kurangnya El apa? Tampan iya, kaya iya, goodlooking iya, dompet tebel iya.

"Zi-zia ga sayang lagi sama El?." kepala El menunduk dengan tangan memilin baju yang dikenakannya.

Zia mengusap rambut El gemas. " Zia sayang sama El." ucap Zia dengan senyum manisnya.

"Huaa jangan senyum." Aciel dengan gerakan cepat langsung masuk kedalam pelukan gadisnya, menengelamkan wajahnya diceruk leher sebelah kiri gadisnya.

"Aciel baper." lanjut cowok itu dengan suara terendam.

Tak mau kalah, Leon juga melakukan hal yang sama seperti El. Menengelamkan wajahnya diceruk leher sebelah kanan gadisnya.

Zia hanya menghela nafas dengan kedua tangan mengelus pungung kedua lelasihnya. Lembut dan pelan hingga suara dengkuran halus terdengar ditelinga Zia.

'Tem tolong pindahin ni dua bocah.' pinta Zia dalam batinan.

"50 poin tuan."

'Njing, yo wis lah. Cepet, pegel nih pundak gue.' ucap Zia sembari memutar bola matanya malas. Minta bantuan aja pake poin segala, gerutu Zia.

Ting

"Sudah tuan."

'Hm.' dehem Zia sambil meregangkan otot-ototnya yang pegal.

Zia menatap keduanya yang tertidur disofa panjang. Mengedihkan bahu acuh, mencopot selang infus dengan paksa serta tidak memperdulikan tangannya yang berdarah.

Cewek itu berjalan dengan dagu yang terangkat. Melirik kesana kemari dan menunduk menatap baju pasien yang dikenakannya.

"Putar balik." suara serak serak basah menyapa indra pendengarannya. Alis Zia terangkat, memiringkan kepalanya menatap seorang pria dengan seragam putih yang biasa disebut dokter.

"AAKHH." pekik Zia karena dirinya tiba-tiba digendong ala briday style. Tangannya dengan sigap mengalung indah dileher pria itu.

"Pasien bandel seperti kamu memang harus cepat-cepat dilarikan ke RSJ." ucapnya enteng membuat Zia yang geram menjambak dokter tersebut.

"Kamu cowok atau cewek? Kasar banget jadi orang." Zia mengkerucutkan bibirnya, melepaskan jambakan maut tersebut.

"Pak." pangil Zia.

"Ya?."

"Kalau 9 itu nine, kalau Bapak mine." gombal Zia mengedipkan matanya genit. Dan dengan gampangnya, dirinya turun dari gendongan tersebut dan ngacir menjauh meninggalkan pak dokter sendirian

Berdiri mematung, dengan bibir melengkung keatas. Semburat merah keluar dari pipinya dan menjalar keleher.

"Panas." ucap pak dokter mengibaskan tangannya diwajah.

"AKHIRNYA BEBAS!."

Teriakan Zia membuat seluruh atensi semua orang teralihkan, menatap Zia dengan pandangan yang berbeda-beda. Zia menggarukan telinganya merasa malu.

Apalagi dengan pakaian pasien yang masih melekat ditubuhnya. Menunduk, dirinya langsung lari.

'Lucu.'

Bruk

Sret

Badan Zia terpojok kedinding takkala ada seseorang yang sedang mengukungnya tanpa memberikan celah bebas sedikitpun.

"I miss you hiks." isakan dengan deep voice yang mengiringi mengalun indah dipendengaran Zia. Sesuatu dibawah sana mengeras--menegang menyentuh paha Zia.
Begitu keras.

Zia tak bisa bergerak, mematung ditempat.

________





Penulis:NVL.EL

ZIARE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang