BaB 1

29 2 0
                                    

Semua orang menginginkan pernikahan yang mewah dan hidup bahagia selamanya. Tapi tidak dengan seorang gadis yang menolak mentah-mentah perjodohan yang direncanakan keluarganya.

Ruang tamu yang mewah menjadi sangat ricuh karena penolakan yang dilakukan secara tidak masuk akal. Apalagi keluarga yang ditolak merasa tidak terima karena mengira penolakan adalah sebuah hinaan.

Akan tetapi seorang gadis yang duduk dengan cemberut tidak peduli sama sekali. Karena prinsip nya selalu mengatakan, ini hidupnya bukan hidup mereka.

"Kalau anak anda tidak menerima perjodohan dengan anak kami, maka seluruh bisnis kalian akan bangkrut," ucap Hendayanto dengan ketus. Tidak terima anak yang paling tampan dalam keluarganya ditolak dengan sadis.

"Aku tidak peduli paman!" teriakan gadis yang akan dijodohkan sangat melengking, tidak takut dengan ancaman orang yang ada didepannya.

"Baiklah kalau itu keputusan kalian, maka kami akan pastikan hidup kalian mulai sekarang dan seterusnya akan miskin dan sengsara!" saut Handayanto dengan sinis.

"Aku tidak peduli dengan omong kosong paman!"

"FIONA ASPIRA ARGANA DIAM KAMU!" teriakan ayah Fiona sangat menggema. Toni selaku ayah Fiona sangat malu dengan sikap anaknya.

"Dasar keluarga kurang ajar, tidak tahu malu, karena kalian sudah membuat hidup keluarga kami malu, maka hukuman untuk kalian akan segera menanti!" setelah mengucapkan itu semua keluarga Hendayanto memutuskan pulang dengan keadaan marah.

Semua orang memandang Fiona dengan berbagai ekspresi yang sangat benci dan kesal.

Toni dengan cepat mendekati Fiona dan memandang dengan tajam.

"Kamu mau menjadi gembel dengan menolak perjodohan, hah!"

"Ayah, ayolah tanpa mereka hidup kita akan selalu kaya," rengekan Fiona tidak membuat semua orang tersenyum, malah sebagian kerabatnya memandang dengan sinis.

"Kalau suatu saat mereka menyuruh memilih antara kamu atau uang, maka kami akan mengusir kamu dengan tidak hormat. Jadi, sebelum hari itu tiba, patuhi semua perintah ayah," ucap Toni dengan ekspresi datar.

"Ini gila! mana mungkin mereka bisa membuat kita miskin ayah!" lanjut Fiona dengan kesal.

Setelah kejadian Fiona yang menolak mentah-mentah, 1 bulan kemudian seluruh keluarga Argana mengalami kebangkrutan. Setelah kejadian itu semua kerabat menyalahkan Fiona dan tega mengusir karena lebih mempertahankan harta mereka.

"Kami mempertahankan harta, jadi lebih baik kamu pergi. Tapi, kalau kamu menerima perjodohan dengan anak Hendayanto, maka hidup kamu tidak akan sengsara," timpal Sofia ibu dari Fiona dengan senyuman yang manis.

Fiona menjawab dengan cepat," lebih baik aku miskin dari pada harus menikah dengan laki-laki itu!" teriak Fiona marah dan kesal. Kelurganya tidak ada yang mengerti tentang ketakutan yang dialami Fiona mengenai pernikahan.

Fiona memandang dengan hampa sebuah bangunan yang tinggi dengan desain yang mewah. Tapi dengan berjalan lesu Fiona melanjutkan perjalanannya yang terasa berat. Lagi-lagi Fiona di tolak bekerja di kantor yang terlihat mewah. Bukan hanya kantor besar tapi kantor sederhana saja menolak Fiona tanpa sebab. Tetapi yang Fiona tahu pasti ada campur tangan keluarga dan orang yang tidak terima perjodohanya ditolak.

Fiona tidak mudah menyerah dengan semangat mendekati sebuah pabrik roti yang cukup besar dengan fasilitas yang canggih menjadi tempat terakhir Fiona melamar pekerjaan. Kalau tidak lolos juga Fiona hanya akan menjadi pengangguran dan mati dalam keadaan kelaparan.

Sungguh sangat menyedihkan.

"Fiona Aspira," panggilan dari dalam membuat perasaan Fiona menjadi cemas. Takut lagi-lagi ditolak tanpa alasan.

Fiona masuk dengan sopan dan berdoa semoga kali ini berhasil supaya bisa makan.

"Permisi pak," saut Fiona.

"Fiona Aspira Argana?" tanya peria paruh baya dengan tegas.

Fiona mengangguk dengan cepat," iya pak."

"Perkenalkan saya Abres Adraja pemilik pabrik roti. Silahkan duduk, santai saja wajahnya tidak usah tegang begitu," ucap Abres dengan terkekeh.

"Terima kasih, pak."

"Baik, setelah saya melihat data diri kamu, kami akan mencoba dalam 1 bulan. Kalau pekerjaan kamu bagus dengan senang hati perusahaan akan menerima kamu."

"Baik pak, saya akan berusaha semaksimal mungkin," saut Fiona dengan cepat.

Hari pertama Fiona bekerja terasa sangat cape, tapi dengan semangat selalu mencoba. Meskipun di hari pertama Fiona bekerja melakukan kesalahan, karena tidak biasa bekerja ditempat oranglain.

Sebagian orang menyambut Fiona dengan senang, tapi ada juga yang menyambut dengan sinis karena melakukan kesalahan dalam bekerja.

2 minggu berlalu Fiona bekerja di pabrik roti dengan perasaan damai. Tapi tidak setelah bertemu dengan manusia gila yang bernama Arhan Adraja, anak pemilik perusahaan yang selalu mengganggu hari-harinya.

Seperti yang terjadi siang ini, Fiona yang sedang makan dengan damai, tiba-tiba Arhan datang dan merebut makanan Fiona dengan tidak sopan.

"Maaf pak itu makanan saya," saut Fiona mencoba berbicara sesopan mungkin. Karena orang yang ada di hadapannya seorang anak pemilik perusahaan.

"Lo pelit banget sih!" saut Arhan dengan wajah yang menyebalkan.

"Yaudah kalau bapak mau silahkan makan aja," ucap Fiona dengan kesal.

"Gak usah panggil bapak, gue bukan bapak Lo!" saut Arhan dengan marah.

"Okey."

Fiona berjalan sepanjang jalan, tentu saja dengan perasaan  yang sangat kesal karena kelakuan anak pemilik perusahaan yang sangat menyebalkan. Apalagi sekarang sudah berdiri ibu kos yang akan menagih uang sewa dengan wajah yang sangat jutek.

"Fiona kamu sudah berjanji akan bayar uang sewa, sekarang mana?" pinta ibu kos dengan ketus.

"Maaf, Bu. Saya belum gajihan, saya kerja baru 2 minggu," Fiona berbicara dengan wajah yang sangat kasihan.

"Saya tidak mau tahu, kamu harus bayar secepat mungkin. kalau tidak bisa membayar, maka jangan salahkan saya kalau kamu diusir," ucap ibu kos dengan tajam.

"B-baik, Bu," ucap Fiona dengan menunduk.

"Ingat Fiona, masih banyak yang ingin ngekos di tempat saya, kalau kamu tidak bisa bayar, saya akan mengusir kamu! Makanya kalau gak punya uang jangan belagu ingin menyewa tempat!"

Ibu pemilik kos pulang dengan wajah yang jutek dan marah. Fiona berdiri dengan wajah yang murung, bingung harus meminjam uang kemana.

"Apa aku pinjam uang ke pinjol aja yah," gumam Fiona.

Fiona segera menggelangkan kepala dengan pemikiran konyolnya, minjam uang ke pinjol malah akan membuat hidup Fiona tambah pusing.

"Pusing mikirin uang, lebih baik nikah sama gue nona manis," saut seseorang dengan tiba-tiba.

GAMOPHOBIA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang