BaB 5

12 1 0
                                    

"ARHAN ADRAJA APA YANG KAMU LAKUKAN!" teriak Fiona dengan histeris.

Fiona melemparkan barang-barang yang ada di kamar dengan prustasi. Apalagi kalau melihat dirinya yang sudah memakai baju baru. Ketika Fiona sedang menangis histeris semua orang berbondong-bondong mendekati Fiona dengan panik.

"Ada apa Arhan?" Abras bertanya dengan khwatir.

Arhan hanya memandang ayahnya dengan tersenyum menyebalkan.

Abras melihat Fiona yang terlihat kacau, beberapa menit berdiri akhirnya Abras mengetahui kenapa Fiona berteriak histeris.

Abras mendekati Fiona dan berbicara dengan lembut," Fiona, kamu pasti salah paham mengenai ini semua," saut Abras.

Fiona mendongak dengan wajah yang pucat," Salah paham?" tanya Fiona dengan bingung.

"Kamu jangan dengerin omongan Arhan, Arhan hanya bercanda, yang memakaikan baju itu bi Surti art kita," ujar Abras dengan hati-hati.

"Apakah Pak Abras serius?" Fiona masih tidak percaya dengan orang asing, apalagi sekarang Fiona sedang lemah.

"Saya sangat serius, Fiona. Kamu istrirahat saja, sebentar lagi bi Surti akan mengantarkan makanan untuk kamu," saut Abras. Abras pergi dari kamar Fiona dengan menarik telinga Arhan.

Arhan meminta ampun karena Abras menariknya dengan erat.

Setelah kepergian Arhan dan Abras, Fiona masih termenung memikirkan apakah Abras tidak berbohong. Pintu kamar diketuk dengan pelan. Muncul seorang wanita yang terlihat berumur tapi masih cantik dengan membawa sebuah nampan.

"Kamu sudah bangun ternyata?" Bi Surti bertanya dengan senyuman yang merekah.

Fiona mengangguk dan tersenyum. Karena Fiona masih merasa tidak percaya dengan ucapan Abras. Dengan ragu Fiona menanyakan mengenai kebenarannya.

"Bi, apakah bener kalau yang menggantikan baju adalah bibi?" Fiona bertanya dengan pelan.

"Bener banget, Fiona, eh nama kamu Fiona, bukan?" tanya Bi Surti dengan tersenyum.

"Bener bi aku Fiona, kenapa bibi bisa tahu nama aku?" tanya Fiona merasa aneh.

"Bibi selalu mendengar tuan Arhan selalu menyebut nama non," ucap Bi Surti.

"Fiona aja bi," saut Fiona dengan tersenyum.

"Kamu jangan dengarkan omongan tuan Arhan, tuan sengaja supaya Fiona mau menikah dengan tuan Arhan," saut Bi Surti dan menyuapi makan dengan telaten.

Fiona tentu saja merasa sangat kaget, yang Fiona tahu mungkin saja Arhan hanya sekedar membuat lelucon dan tidak serius. Tapi siapa sangka, ternyata Arhan memang serius ingin mendapatkan Fiona.

Fiona sangat takut kalau Arhan melakukan hal nekat yang membuat Fiona tidak mau keluar kos.

Bi Surti yang melihat perubahan wajah perempuan yang disukai tuan mudanya, dengan cepat mengelus tangannya dengan lembut.

"Fiona tidak perlu khwatir, meskipun tuan Arhan sangat tengil tapi hatinya sangat baik, tidak akan nekat hanya untuk mendapatkan hati seseorang," saut Bi Surti lembut.

Fiona hanya mengangguk dengan tidak yakin. Masih ingat dengan Arhan yang tidak tahu malu dan seenaknya melakukan hal yang sangat diluar nalar.

Fiona makan dengan pelan, terharu dengan sikaf bi Surti yang sangat perhatian. Mengingatkan Fiona kepada ibunya Sofia.

Sedangkan diruang tamu Abras tetap menarik telinga Arhan sampai memerah. Tidak pernah menyangka anaknya akan melakukan hal konyol supaya mereka bisa menikah.

"Arhan tindakan kamu itu bukan membuat Fiona cinta, tapi akan membenci seumur hidup. Kamu boleh saja mencintai dan ingin memiliki, tapi ingat harus dengan cara yang baik," Abras menasehati dengan pelan.

Arhan mengangguk dengan pelan. Menyadari kesalahannya yang akan membuat hubungan mereka semakin menjauh. Arhan akan membuat hubungan mereka membaik.

"Tapi apa yang harus aku lakukan, pah?" Arhan bertanya dengan prustasi.

"Kamu harus sabar menunggu, seperti papa yang akan selalu menunggu ibu kamu pulang," Abras seketika mengenang istri dengan sendu.

Arhan mengingat kembali tentang kasus ibunya yang menghilang entah kemana. Arhan berjanji akan menemukan ibunya sekaligus orang yang berani mengusik keluarganya. Sudah 12 tahun ibunya menghilang dan polisi masih belum mengetahui jejaknya.

Susah payah Fiona turun dari kasur karena hari yang semakin gelap. Rasanya tidak pantas seorang perempuan masih berkeliaran dirumah seorang pria.

Fiona membuka pintu kamar dengan pelan. Takut membuat penghuni rumah merasa terganggu. Ketika Fiona mengendap-endap seperti seorang maling.

"Hei calon istri mau kemana Lo?" Arhan berdiri dengan tajam.

"Aku mau pulang, terima kasih udah nolongin, tapi lain kali jangan membuat oranglain salah paham dengan omongan kamu!" tunjuk Fiona sedikit kesal.

"Iya bawel banget sih," saut Arhan dengan tengil.

Fiona mendekati Abras yang sedang bersantai diruang tamu, lalu berbicara dengan sopan," Pak Abras, sekali lagi saya sangat berterima kasih karena sudah mengijinkan untuk beristirahat di rumah ini," ucap Fiona.

"Kamu kalau diluar pekerjaan panggil om saja. Lagi pula jangan sungkan kepada kami, Fiona sudah dianggap seperti anak om sendiri, yah seperti yang Fiona tahu, om tidak punya anak perempuan," ujar Abras dengan melirik Arhan yang berwajah masam.

"Terima kasih, pak, eh om, kalau begitu saya permisi," ucap Fiona canggung.

sepanjang jalan terasa sepi, tidak ada celotehan Arhan yang lucu. Fiona merasa aneh karena sikaf Arhan yang berbeda. Arhan berhenti disebuah penjual sate dan memesannya dengan cepat. Fiona semakin merasa aneh karena porsi sate yang Arhan beli begitu banyak.

Arhan melirik Fiona dan menyerahkan sate dengan wajah yang masam.

"Nih makan, Lo jangan dengarkan ucapan papa," saut Arhan.

Fiona mengernyit dengan bingung," kamu bicara apa sih? emangnya om Abras bicara apa?" tanya Fiona.

"Lo itu selain gak bisa menghargai perasaan gue, ternyata juga mudah lupa, dasar pikun," ucap Arhan dengan kesal.

Fiona hanya mendecak dengan sebal karena Arhan yang tidak jelas. Mereka berdua melanjutkan makan kembali dengan pikiran yang entah kemana.

Arhan melirik Fiona yang hanya makan tanpa menjawab atau menyahut ucapannya dengan kesal.

"Lo itu kenapa ngeselin banget sih, untung gue sayang."

"Aku sangat bingung sama diri kamu yang labil, ini yang mau menikahi aku, cowok yang gampang marah dan labil?" Fiona berbicara dengan nada yang mencemooh.

Arhan tidak menyangka selain Fiona menyebalkan, tidak peka, tapi ternyata mulutnya sangat pedas.

"Lo selalu menolak kalau gue ajak nikah, ternyata Lo mau dianggap anak sama papa gue, Lo senang?"

Seketika Fiona langsung tertawa mendengar Arhan berbicara. Fiona yang salah paham langsung mengucapkan sesuatu yang membuat Arhan menarik napas dengan prustasi.

"Kamu takut kalau aku jadi anak angkat om Abras, semua harta akan aku kuasi, dengar yah bapak Arhan Adraja, aku tidak akan tertarik dengan harta kelurga kamu," setelah mengucapkan itu Fiona pergi  lalu membayar satenya.

Fiona berjalan setengah berlari dan segera menaiki taxi dengan cepat.

Arhan berusaha mengejar Fiona, tetapi taxi yang Fiona tumpangi sudah melesat dengan cepat. Arhan kembali dengan berwajah masam, Fiona salah paham dan akan membuat usaha Arhan semakin susah.

"Mas kalau pacarnya marah kasih boneka sama bunga aja," saut pelanggan yang dari tadi menyaksikan Arhan dan Fiona.

"Baik terima kasih, mas."

Untuk yang baca cerita aku terima kasih banyak, semoga aku tidak mengecewakan dalam membuat sebuah karya receh. Salam kenal

GAMOPHOBIA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang