Sinar matahari pagi menyinari wajah seorang gadis yang meringkuk dengan menyedihkan. Menggeliat tidak nyaman karena suasana yang terasa keras, melihat jam dengan perasaan panik karena sudah menunjukan pukul 08.30. Dengan langkah gontai segera meninggalkan tempat yang begitu nyaman.
Fiona membuka pintu kos dengan perasaan tidak semangat. Masih teringat dengan ucapan Arhan. Yah Fiona akan memutuskan pergi karena yang membayar biaya kos adalah Arhan. Menyiapkan barang-barangnya dengan perasaan hampa, sudah 1 bulan Fiona tinggal di kosnya dengan banyak sekali cobaan, tetapi Fiona berusaha menerima dengan ikhlas.
Fiona membawa surat pengunduran diri karena akan memulai semuanya dari awal. Entah apa yang akan terjadi dengan hidupnya, tapi Fiona akan berusaha semaksimal mungkin. Sejak awal Fiona tidak diterima ditempat kerjanya, tetapi karena melakukan misi yang jauh dari pekerjaan akhirnya masih bertahan menjadi seorang karyawan.
Fiona memasuki ruangan dengan perasaan gelisah. Disana seseorang tengah duduk dengan tenang.
"Fiona, ayo masuk," ajak Abras dengan pelan.
Fiona tersenyum dan menundukkan kepalanya dengan sopan.
"Ada apa Fiona?" tanya Abras dengan serius. Tahu perempuan yang ada didepannya sangat canggung.
Fiona dengan cepat menyerahkan dokumen dan berbicara dengan tegas," saya mengundurkan diri dari pabrik, pak."
Abras tentu saja sangat kaget, apalagi melihat wajah Fiona yang sembab." Kalau ada masalah tolong diselesaikan kembali, Fiona," saut Abras menasehati perempuan yang disukai putranya.
"Tidak ada masalah pak, saya akan kembali lagi ke rumah orangtua saya," saut Fiona mencoba meyakinkan. Tentu saja apa yang diucapkan Fiona hanya sekedar kebohongan.
"Baiklah kalau itu memang keputusan kamu, saya tidak bisa memaksa. Jika suatu hari kamu mau kembali lagi, saya akan dengan senang hati menerima kamu," saut Abras dengan tersenyum.
"Terima kasih, pak. Pak Abres sudah menerima saya dengan baik dan memberikan saya kesempatan."
Fiona mendekati beberapa temannya yang sedang bekerja dengan senyuman yang manis. Berbicara dan berpelukan dengan sebagian temannya. Mereka menangis karena tidak mau Fiona pergi. Fiona sosok yang hangat dan asik. Jadi banyak yang menyukainya ditempat kerja.
Fiona memandang tempat bekerja selama 1 bulan dengan tatapan sedih. Meskipun hanya bekerja sebentar, tetapi Fiona merasakan sebuah kehangatan.
Fiona menyeret koper dengan lesu, disana sudah ada taxi online yang sudah menunggu. Tidak lupa berpamitan dengan pemilik kos dengan sopan. Meskipun pemilik kos sangat jutek dan sering marah-marah, tetapi Fiona yakin ibu kos sangat baik hati buktinya ketika Fiona belum membayar tidak pernah mengusirnya, hanya sekedar ancaman. Ibu kos juga sering membagikan makanan ketika melihat Fiona kelaparan.
"Fiona kenapa kamu malah pergi?" tanya ibu kos dengan sedih.
"Iya Bu, Fiona mau ke rumah mama dan papa. Maaf, kalau Fiona sering membuat ibu kesal karena selalu terlambat membayar uang sewa," ucap Fiona.
"Kamu itu ngomong apa Fiona, ibu sangat senang kamu ngekos disini, kamu tidak pernah melakukan hal yang aneh, ketika sudah kerumah orangtua kamu, jangan pernah lupakan ibu," ibu kos memeluk Fiona dengan erat.
Fiona membalas pelukan itu tak kalah eratnya. Kadang apa yang terlihat jutek bukan berarti tidak suka, contohnya ibu kos yang sedang memeluk Fiona.
Fiona hanya membawa uang sebesar 5 juta hasil kerja kerasnya selama 1 bulan. Gajihnya hanya sebesar 3 juta, tetapi pak Abras memberikan bonus sebesar 2 juta.
"Berhenti disini aja pak," saut Fiona dengan cepat.
"Baik, mba."
Fiona turun dan berjalan sekitar 3 jam untuk menuju kesebuah rumah minimalis yang jauh dari jalan raya dan sedikit tua. Rumah minimalis yang masih dipenuhi dengan pemandangan hijau karena didekatnya ada banyak pesawahan. Akan menjadi tempat Fiona untuk beristirahat. Fiona harus selalu bersyukur karena masih bisa makan dan hidup dengan layak.
Memasuki rumah dengan langkah pelan karena debu yang sangat banyak. Niat hati ingin beristirahat, tetapi Fiona dengan cepat membersihkan debu itu dengan cepat.
"Untung rumahnya tidak besar, jadi aku bisa membersihkannya sendiri dan tidak akan terlalu cape," gumam Fiona.
Arhan kembali dengan wajah yang berseri untuk mendatangi sebuah kontrakan seseorang yang berhasil membuat hatinya sangat bahagia sekaligus bersalah. Tetapi senyumannya kembali memudar ketika ibu kos mengatakan sesuatu yang membuat Arhan tidak bisa berbuat apapun.
"Ibu tahu kemana perginya Fiona?" tanya Arhan dengan serius.
"Fiona tadi bilang sama ibu, mau pergi kerumah orangtuanya," jawab ibu kos dengan yakin.
"Baiklah kalau begitu, terima kasih Bu," Arhan pamit dengan mengendarai motornya secara ugal-ugalan.
Untung saja Arhan mengetahui nama belakang Fiona, jadi akan mudah mencarinya. Arhan sangat marah kepada dirinya yang tidak bisa mengontrol emosinya, tetapi juga marah kepada Fiona yang tanpa pamit.
Arhan mengetuk pintunya dengan keras, tidak ada jawaban yang Arhan dapatkan. Arhan mendengar suara yang berisik didalam rumah. Kali ini Arhan menekan bel dengan berulang. Seseorang dengan wajah yang marah datang menemui Arhan.
"Kamu sangat tidak sopan mengetuk pintu dengan keras, lalu menekan bel sampai berulang kali!" ucap Toni dengan marah.
"Maaf, om. Saya lagi mencari Fiona. Tolong bilangin sama Fiona saya ingin bicara," Arhan berbicara dengan tegas.
"Fiona sudah tidak ada," ucap Toni dingin.
Arhan yang tidak percaya dengan cepat menerobos untuk memasuki rumah. Tentu saja perbuatan yang dilakukan Arhan membuat sebagian tamu yang sedang pesta menjadi kaget.
"Apa yang kamu lakukan!" teriak Toni marah.
"FIONA, FIONA, GUE MOHON KELUAR, GUE MAU MINTA MAAF!" teriak Arhan dengan keras. Tidak peduli dengan tatapan semua orang yang memandang sinis.
"Fiona sudah tidak ada semenjak 1 bulan yang lalu," suara seorang wanita yang lembut membuat Arhan menghentikan aktifitasnya.
Arhan seketika tersenyum sinis dan memandang semua orang dengan ekspresi yang kecewa," Kalian sangat egois, tidak cocok menjadi orangtua. Saya akan mencari Fiona dan akan melarang kalian untuk bertemu!"
Arhan seketika mengingat pabrik papanya tempat bekerja Fiona. Arhan melajukan motornya dengan kencang untuk segera bertemu Fiona dan meminta maaf dengan segera.
Sebelum Arhan masuk kedalam, telinganya mendengar kabar yang sangat mengejutkan.
"Gak ada Fiona sangat sepi."
"Lo bener banget, Fiona tidak pernah memandang kita benci, padahal kita selalu menyalahkan Fiona."
"Fiona baik banget, tapi kenapa malah keluar."
"Mungkin itu yang terbaik buat Fiona."
Sudah cukup Arhan mendengar berita itu dengan cepat memasuki ruangan papanya yang sedang bekerja dengan serius.
"Pah, Fiona mana?" tanya Arhan dengan cepat.
Abras menarik napasnya dengan berat," Fiona sudah mengundurkan diri satu jam yang lalu."
Arah menggelengkan kepala tidak percaya," papa jangan bercanda sama aku, tolong panggilkan Fiona pah," suara Arhan terdengar sangat prustasi.
"Arhan papa sudah bilang Fiona mengundurkan diri," balas Abras dengan tajam.
"Kenapa papa mengijinkan Fiona pergi?" Arhan bertanya dengan prustasi.
"Papa tidak bisa memaksa kehendak orang lain Arhan."
Arhan terduduk dengan lemas karena Fiona nya pergi entah kemana, sebelum Arhan mencairkan hati Fiona yang beku.
"Kamu dimana Fio, tolong jangan tinggalkan aku sendiri," ucap Arhan lirih.
KAMU SEDANG MEMBACA
GAMOPHOBIA (End)
RomanceFiona yang takut dengan pernikahan dan laki-laki dipertemukan dengan sosok laki-laki gila yang penuh obsesi untuk memilikinya. Apa yang akan terjadi dengan hidup Fiona yang bermula tenang menjadi berantakan karena hadirnya Arhan Adraja. "kalau Lo ga...