Ayah Empat Anak

34.3K 458 5
                                    

"Ayah, Abang ambil mainan Kakak!"

"Nggak, Yah! Kakak yang ambil mainan Abang!"

"Tatata.... aaaaaaa!"

Rian yang tengah memasak di dapur menghembuskan nafasnya dengan kasar, pria itu bertanya-tanya, bisa tidak ketiga anaknya akur dalam beberapa menit saja?

"Hua...."

"Huaaaaaa...."

Mendengar tangisan anak-anaknya, Rian nampaknya sudah tidak lagi bisa melanjutkan kegiatan memasaknya. Pria itu mematikan kompor lalu berbalik menuju pintu keluar dapur sambil menyangga pinggangnya. "Ughhh... kamu nanti jangan ikutin Kakak-kakak kamu ya, Dek," kata Rian pada anaknya yang ada di dalam perut.

Kebetulan saat ini Rian tengah hamil anak keempatnya yang sudah berusia 9 bulan. Hanya tinggal menghitung hari keluarga kecil mereka menjadi genap dengan enam orang anggota.

Baru-baru ini, pria 32 tahun itu mulai merasakan kontraksi kecil-kecilan yang membuatnya harus menahan nafas setiap rasa sakit itu menghantam. Tapi, karena sudah beberapa kali merasakan yang sama, Rian bisa sedikit tenang dan menebak bahwa dirinya membutuhkan waktu yang lebih lama.

"Ini kenapa pada nangis?" tanya Rian sampai di ruang keluarga, pria itu sontak saja langsung diserbu ketiga anaknya membuat Rian sedikit kewalahan.

"Duh, duh.. ughh, perut Ayah jangan dipeluk kencang."

"Tunggu Ayah duduk dulu ya," ujar Rian sambil memegang bagian bawah perut bulatnya saat hendak turun ke lantai. "Huhhhh..."

Baru saja duduk di lantai, ketiga anaknya langsung menduduki paha Rian membuatnya mati-matian menahan nyeri. "Shhh..."

"Ayah... Kakak nakal!" adu si tengah.

"Abang yang nakal!" seru si sulung yang tidak mau mengalah.

"Tatataaa!" teriak si bungsu yang ikut-ikutan.

Jika sang suami melihat kondisi Rian sekarang, pria itu pasti akan tertawa. Dengan perut yang masih besar, Rian harus memeluk ketiga bocah yang sama-sama berisik.

"Nenenen!" pekik si anak bungsu yang sebenarnya tidak tahu apa-apa. Rian mencium pipinya gemas sebelum menarik ke pangkuan agqr lebih dekat dan segera membuka dua kancing bajunya.

"Sekarang ceritain sama Ayah apa yang terjadi," pinta Rian sambil mengusap air mata kedua anaknya.

"Abang yang ambil mainin Kakak, Yah!" jelas si anak tengah.

"Tapi abangkan juga pengen main!" seru si sulung tidak terima.

"Ughhh..." Rian sedikit membungkuk saat merasakan tendangan yang cukup kencang mengenai perutnya. Ayah empat anak itu menarik nafasnya panjang sebelum kembali menatap kedua anaknya. "Abang, Ayah kasih tahu ya, kalo mau pinjam mainan Kakak, harus bilang baik-baik."

"Kakak juga nggak boleh pelit, harus berbagi," jelas sang ayah dengan lembut.

"Jadi sekarang kalian mau baikan?" tanya Rian menatap gemas kedua anaknya yang berumur 6 dan 4 tahun.

"Hueem!" angguk keduanya setelah diberi penjelasan.

"Bagus, itu anak ayah. Sini cium dulu!" Rian tertawa ketika kedua anaknya dengan kompak menciumi pipinya sampai-sampai membuatnya basah.

Kedua anak Rian lalu kembali bermain bersama. Teringat dengan masakannya yang belum selesai, Rian menatap anak bungsunya yang masih menyusu. Pria itu hendak meminta anaknya untuk berhenti tapi mengingat tabiat putra bungsunya yang luar biasa mengerikan saat marah, Rian hanya bisa bangkit dengan perlahan dari duduknya sambil menggendong.

Mpreg StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang