Bab 9. Kedatangan Airin

6.1K 384 4
                                    

"Mulut tetangga emang julid, tapi rukun sama tetangga bisa menghibur kesepian."

Wita Gantara.
.
.
.
.
.

Aku membuka mulut tak percaya, beberpa menit ke depan, dan datang kembali. Opor ayam di mangkok ludes tak bersisa. Ternyata  Troy memiliki nafsu makan yang besar.

"Gimana enakkan? Mau bilang gue gak bisa masak lagi?"

Aku melipat tangan ku di dada, memasang wajah songong. Troy menghabiskan segelas air, lalu menatapku dengan sebelah alis dinaikkan ke atas.

"Biasa aja. Saya lapar main kartu sampe jam 3."

Troy pergi begitu saja menyisahkan piring kotor di atas meja makan. Aku duduk di kursih dan mendesah berat. Jika aku tak bisa mengontrol emosiku, mungkin piring-piring ini akan ku banting hingga pecah. Sejak kapan seorang Wita Gantara di suruh nyuci piring? Haya Troy si biadap yang berani.

*
Detik berganti detik sudah jam 6 sore, aku menghapus peluh di dahi, mencium aroma tubuhku yang tak enak. Rambutkupun lepek. Aku baru saja menjemur pakaianku dan baju kaos Troy. Pria menyebalkan itu, aku tak bisa menolak, dengan kasar dan beku hatinya, jika aku tak mengerjakan pekerjaan rumah, dia akan mengusirku dan membiarkanku hidup di jalanan.

Ketukan pintu dan suara seorang perempuan terdengar hingga halaman belakang.
Aku melangkah dengan malas ke depan.

"Eh Ai, ayok masuk."

Aku mengintip dari balik tembok. Aku melihat Troy menyuruh Airin duduk di ruang tamu.

"Eits, mau ngapain lo datang ke sini?"

Belum juga Airin duduk, aku langsung mengeluarkan kalimat yang tak enak di dengar.

Airin tersenyum tak enak. Tapi tetap mengeluarkan senyum lebar saat melihatku.

"Ah Ai, aku bawain masakan buat kamu sama Kak Troy, ini aku sama oma yang masak. Sekalian antar undangan Oma harap Wita mau datang ke hari ulang tahun Oma."

Aku mengepalkan kedua tanganku. Hatiku tersentil, aku bahkan tak pernah seakrab itu sama oma. Oma bahkan melarangku masuk dapur, takut tanganku terluka. Sekarang aku seperti mendengar Airin memamerkan kedekatannya bersama sang Oma.

"Makasih ya Ai, kamu baik banget mau datang jauh-jauh."

Aku melotot melihat Troy yang tersenyum tulus pada Airin. Pria ini benar-benar menyebalkan, dia bahkan tak pernah memberi senyum tulus padaku.

"Ah, gak masalah kok Kak Troy. Lagian udah lama aku pengen mampir ke sini."

"Cihhh. Lo pengen melihat betapa berubahnya hidup gue, betapa melaratnya gue sekarang?"

Aku tak peduli dengan Troy yang mencolek tanganku, memberi kode agar aku diam. Tapi, jika yang di hadapanku adalah Airin, maka aku sangat tak bisa untuk diam. Airin menatap tampilanku, sontak saja aku menatap tampilanku, daster biru selutut dan tentu saja wajahku lepek karena belum mandi, jauh berbeda dengan tampilan Airin yang begitu cantik. Tapi bagiku, dalam tampilan seperti ini, aku bahkan masih jauh lebih cantik dari Airin.

Troy mendesah berat di sebelahku.

"Udahlah Ai, gak usah dengerin dia. Kamu tahukan sifat kekanakannya. Kamu datang pakai apa?"

Aku sontak melototi Troy yang berani membicarakanku di depan Airin. Troy bahkan lebih memilih menatap Airin dari pada menatap wajahku yang sudah memerah menaham amarah yang sebentar lagi akan meledak.

"Mobil aku di bengkel, aku datang pakai taksi kak."

"Ya sudah, aku anterin pulang. Kalau kamu lama-lama di sini bisa perang ke tiga."

Nikah MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang