Bab 51. Kebencian Airin

7.1K 462 61
                                    

Seperti vampir, Troy sudah menarikku berdiri. Dia menatap tampilanku, baju pelayan putih hitam yang noda karena terkena kopi. Padahal tadi masih di depan pintu.

"Pak Azka tak apa-apa?" Kepala pelayan datang. Pria dengan jas hitam lengkap itu, mengecek keadaan.

"Ya tidak apa-apa!"

"Apa saya bisa membawa istri saya pulang?" Suara Troy sangat berat, wajah datarnya menambah kesan horor.

Aku mencoba mencubit pinggang Troy, agar dia tak berbuat seenaknya. Baru dua hari kerja, bisa-bisa aku disepak keluar. Susah payah aku membulatkan tekat untuk bekerja, padahal jika aku Prawita yang dulu, jangankan jadi pelayan di depan umum, cuci piring saja tidak.

"Ya tidak apa-apa. Pak Kamen bilang, Prawita bisa izin pulang dahulu."

Aku memasang wajah cengo, sejak kapan pak Kamen bilang begitu? Dan bagaimana bisa Troy seenaknya menarikku, tidak dia menggendongku ala bridel style seperti aku orang sakit di sini.

Troy meletakkan tubuhku ke kursi mobil. Jika ku amati sepertinya mobil baru.

"Kamu beli mobil baru?!" Harusnya aku tak heran dengan mobil baru, atau apapun yang mewah, Troy bukan pria miskin.

Troy tak bicara, bisa ku lihat wajahnya menahan kekesalan, dia bahkan meremas setir mobil.

"Troy, jangan seenaknya kayak tadi, aku baru kerja_"

"Stop Wita, aku coba ngertiin kamu untuk kerja. Tapi, aku gak suka kamu terluka seperti ini."

Troy mengangkat tanganku yang memerah terkena kopi panas. Memang perih, tapi terlalu berlebihan menurutku.

"Hanya sedikit memerah, nanti juga sem_"

"Kamu gak di posisi aku Ta. Aku seperti suami yang gagal ngelindungin istri."

Aku memasang wajah muak. Gagal ngelindungi istri?
Jika aku hitung kelakuan bejatnya, entah sudah berapa banyak hal bejat yang dia lakukan, dan gagal menjadi seorang suami.

"Jangan ngaco deh. Emang sejak nikah, kamu udah gagal jadi suami yang baik."

Aku dengan cepat membuka pintu mobil, lalu keluar dan pergi dari parkiran. Muak dan kesal pada Troy, entah iblis apa yang merasukinya, hingga dia datang seperti seorang hero.

"Prawita, berhenti. Aku tahu, aku salah sejak nikah, tapi hanya cara itu yang bisa aku lakukan. Kamu tahukan, aku juga terikat dalam perjanjian. Fine kalau kamu benci aku."

Troy menahan tanganku agar tak pergi. Lihat, sekarang kami bahkan bertengkar di depan restoran.

"Iya aku tahu kamu terikat perjanjian karena menyebabkan papa-nya meninggal. Tapi, bukan berarti harus nyakitin aku begitu dalam. Cuman cara itu?" Aku tertawa sumbang.

"Gak maafin kamu, itu juga yang harus kamu terima."

Aku berbalik untuk pergi, tidak pulang bersamanya adalah pilihan terbaik.

"Prawita_"

"Kalau kamu ikutin aku lagi, aku benar-benar akan pergi selamanya dari kamu. Aku pengen sendiri." Aku menatap Troy dengan wajah kesal. Dia melepas tanganku dengab wajah mengeras.

Sikap kami bertolak belakang, aku dan dia sama-sama keras kepala dan pendendam.
.
.

Menelusuri jalanan aku terus saja merutuki taksi yang tak kunjung lewat. Membuang nafas berkali-kali tak ku sangka jalanan di sini tampak sepih, dan aku sudah jauh berjalan. Aku menendang botol plastik yang tergeletak di atas torotoar dengan kesal. Aku tahu jika Troy ingin menjelaskan, jika ia terpaksa menyakitiku karena janjinya pada Airin, itu yang aku benci. Walaupun aku tak bisa menyalahkan sepenuhnya kelakuan Troy, tetap saja hatiku sudah terlanjur kecewa. Aku memang egois, sulit menempatkan diri di posisi orang lain.

Nikah MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang