20 | Persetujuan

922 88 5
                                    

Tepat pukul dua dini hari Yvanna terbangun. Niatnya untuk shalat tahajud terealisasikan tanpa hambatan. Ia segera keluar dari kamarnya, lalu beranjak ke belakang untuk mengambil air wudhu. Ia berpapasan dengan Manda dan Lili yang juga baru saja selesai mengambil air wudhu. Mereka tampaknya sudah terbangun lebih awal dari pada Yvanna.

"Kak Tika sudah bangun, Dek?" tanya Yvanna.

"Sudah Kak. Tapi dia baru akan berwudhu setelah kami selesai," jawab Manda.

Manda dan Lili pun segera pergi setelah Yvanna mengangguk-anggukkan kepalanya, pertanda bahwa ia sudah paham dengan apa yang mereka katakan. Yvanna segera berwudhu, kemudian kembali keluar dan tepat pada saat itu Tika ternyata sudah menunggunya di depan pintu bersama Silvia.

"Kita berjamaah, ya. Jangan shalat duluan," pesan Tika.

"Iya, Kak. Aku juga mau ambil dulu mukena di kamar," balas Yvanna.

Yvanna pun berjalan menuju ke arah kamarnya kembali. Mukena dan sajadah ia ambil dari dalam lemari pakaiannya. Sejenak, ia melirik ke arah ponselnya dan teringat pada Ben. Ia meraih ponsel tersebut dan mengetik pesan dengan cepat. Setelah itu ia segera meninggalkan ponsel itu di atas tempat tidurnya dan beranjak menuju ke kamar tamu untuk shalat tahajud berjamaah.

Ben bisa mendengar dengan jelas suara notifikasi pada ponselnya saat itu. Ia mengerejapkan kedua matanya dan menatap ke arah jam dinding yang ternyata baru menunjukkan pukul dua lewat sepuluh menit. Ia pun segera meraih ponselnya di atas nakas lalu mencoba melihat siapa yang mengirim pesan padanya sepagi itu.

MENTARI
Bangun untuk shalat tahajud?

MENTARI
Kalau tidak pun tidak apa-apa.

Sejenak Ben terdiam lalu kemudian tersenyum. Ia benar-benar tidak tahu kapan dirinya tak merasa terhibur dengan semua hal yang Yvanna lakukan. Meski itu hanya sebuah pesan dan jelas Yvanna pun tidak memaksanya untuk melaksanakan shalat tahajud, namun rasanya sangat rugi bagi Ben jika ia tidak melakukannya setelah diingatkan oleh wanita itu. Ia segera mengetik balasan dan mengirimnya, lalu setelah itu ia bangkit dari tempat tidur untuk mengambil wudhu dan melaksanakan shalat tahajud.

"Assalamu'alaikum warahmatullah ... assalamu'alaikum warahmatullah ...."

Tika pun mengusap wajah dengan kedua telapak tangannya usai selesai memimpin shalat tahajud berjamaah. Kini ia memimpin dzikir bersama agar semua hati diberi limpahan rasa syukur yang tidak terputus, serta agar semua hal yang akan mereka jalani hari itu bisa berjalan dengan sangat lancar tanpa hambatan sama sekali. Erna terbangun, namun karena tubuhnya masih lemas maka dia hanya berbaring saja sambil menatap ke arah anak-anak yang sedang melakukan shalat tahajud sejak tadi. Ia begitu merasa damai dan hangat saat melihat bagaimana mereka menjalani kehidupan dengan sangat baik, meskipun sedang berada di tengah pekerjaan yang sulit. Ia benar-benar bersyukur karena putri bungsunya hidup dan mencontoh semua sikap serta sifat baik dari sahabatnya. Ia benar-benar tidak menyesal karena membiarkan Silvia bersahabat dengan Yvanna, meski Yvanna memiliki kelebihan yang cukup aneh sejak ia mengenalnya ketika wanita itu masih remaja. Namun sekarang, ia baru tahu dari Silvia kalau Yvanna akhirnya menggunakan kelebihannya tersebut untuk membantu orang-orang yang terjebak seperti yang Erna alami.

Setelah dzikir bersama selesai mereka laksanakan, kini Tika, Manda, dan Lili mengambil Al-Qur'an agar mereka bisa tadarus bersama di kamar tersebut. Silvia mendapat kode dari Yvanna yang tampaknya ingin berbicara dengan Erna mengenai rencana selanjutnya. Silvia pun mendekat ke arah Ibunya dan membisikkan sesuatu. Yvanna pun mendekat setelah mukena yang dikenakannya telah ia tanggalkan dan ia lipat. Ia duduk di sisi tempat tidur sambil menggenggam tangan Erna dengan lembut.

"Bagaimana perasaan Bibi saat ini? Apakah sudah jauh lebih baik?" tanya Yvanna.

Erna pun mengangguk seraya tersenyum sendu.

"Iya, Nak. Bibi sudah merasa jauh lebih baik ketimbang kemarin. Terima kasih banyak ya, atas bantuanmu pada Bibi," jawab Erna seraya mengucapkan rasa terima kasihnya kepada Yvanna.

"Alhamdulillah kalau Bibi sudah merasa jauh lebih baik. Bibi tidak perlu mengucapkan terima kasih padaku, aku membantu Silvia dan Bibi karena kalian sudah kuanggap seperti keluargaku sendiri. Aku yang seharusnya berterima kasih pada Bibi, karena telah mengizinkan Silvia untuk bersahabat denganku meski Bibi tahu kalau aku memiliki kelebihan yang aneh. Selama ini, banyak sekali orang yang menjauhiku setelah tahu mengenai kelebihanku tersebut. Dan aku cukup merasa bersyukur bahwa Bibi tidak meminta Silvia menjauh dariku. Aku benar-benar tidak akan punya teman wanita, jika Silvia juga menjauh dariku saat masih remaja," ungkap Yvanna, akan apa yang selalu ia syukuri saat mengenal Erna.

Kedua mata Erna berkaca-kaca dan tampak sangat terharu mendengar hal tersebut. Wanita paruh baya itu mengusap lembut rambut panjang Yvanna yang terurai bebas.

"Kamu juga tidak perlu berterima kasih pada Bibi. Kamu itu adalah hal terbaik yang datang ke dalam hidup Silvia. Silvia tidak akan menjalani hidup sebaik saat ini, jika kamu tidak ada di sisinya. Dia menjalani segalanya dengan baik karena kamu yang selalu mengingatkannya dan juga menuntunnya. Jadi mana mungkin Bibi mau menyuruhnya menjauh dari kamu, setelah apa yang kamu lakukan dan berikan untuknya," balas Erna dengan jujur.

Yvanna pun mencium punggung tangan Erna yang sedang digenggamnya saat itu. Memberikan rasa hangat dan aman bagi wanita paruh baya yang saat ini sedang memulihkan diri.

"Sebentar lagi kami akan berangkat menuju ke rumah keluarga Bibi. Kami harus menyelesaikan segalanya untuk menjauhkan Bibi dari marabahaya yang masih mengincar. Aku ingin meminta sedikit pertolongan Bibi untuk melancarkan usaha kami semua ketika membicarakan masalah ini kepada seluruh anggota keluarga Bibi. Aku harap, Bibi bersedia memberikan kesaksian mengenai apa yang sebenarnya terjadi dan dari mana sebenarnya penyakit tidak jelas itu berasal. Aku akan menuntun Bibi agar tahu mengenai segalanya," pinta Yvanna.

"Iya ... Bibi akan bersaksi agar mereka semua mengerti. Kamu jelaskan saja pada Bibi, agar Bibi menyampaikan pada mereka dengan bahasa Bibi sendiri," Erna setuju dengan permintaan yang Yvanna ajukan.

"Baiklah kalau begitu, aku akan ambil dulu ponselku di kamar dan setelah itu kita akan merekam kesaksian Bibi agar nanti aku bisa memperlihatkannya pada semua anggota keluarga Bibi," ujar Yvanna.

Setelah selesai bicara dengan Erna, Yvanna pun segera kembali ke kamarnya dan meraih ponsel yang tadi ia tinggalkan. Saat ia membuka ponsel tersebut, ternyata ada beberapa pesan yang masuk dari Ben.

HEAVEN
Iya, aku bangun dan akan shalat tahajud.

HEAVEN
Aku sudah selesai shalat tahajud. Kamu masih shalat tahajud? Atau langsung lanjut tadarus bersama Kakak dan Adik-adikmu?

HEAVEN
Aku sudah selesai tadarus. Aku tidur lagi ya. Jangan lupa bangunkan aku lebih awal, tapi kamu harus telepon.

HEAVEN
Kamu pernah tahu rasanya penasaran karena pesan yang kita kirim tidak kunjung dibuka dan dibaca? Ya, itulah yang aku rasakan saat ini. Aku gemas menunggu balasan dari kamu, tapi aku tetap menunggu. Pokoknya nanti kamu harus telepon aku saat subuh. Aku enggak mau tahu.

* * *

TUMBAL KELUARGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang