13 | Undangan Pengajian

986 90 8
                                    

Erna telah kembali tertidur usai menyantap makan siangnya dan meminum teh buatan Yvanna. Tika, Manda, dan Lili duduk di dekat jendela, sementara Yvanna dan Silvia duduk di tepian tempat tidur.

"Tadi saat aku sedang mengambil pakaian Ibu di kamarnya, aku tidak sengaja menatap pantulan cermin yang ada pada pintu lemari. Aku melihat ada makhluk yang begitu tinggi berwarna hitam pekat dengan kedua mata menyala seperti api, lalu lidahnya menjulur sampai ke lantai. Aku menatapnya selama beberapa saat, lalu segera berlari keluar dari kamar Ibu. Perasaanku rasanya sangat tidak karuan saat itu. Antara takut dan ngeri yang terjadi pada saat bersamaan. Perasaanku kembali normal lagi setelah kamu memberiku secangkir teh dan aku meminumnya sampai habis," tutur Silvia, mengenai apa yang tadi dilihatnya dengan mata kepala sendiri.

"Aku sudah tahu. Wajahmu pucat sekali setelah mengemasi baju milik Bibi Erna. Aku dan yang lainnya sengaja tidak bertanya karena hal itu akan membuat Bibi Erna semakin tidak tenang. Aku sendiri pertama kali melihat hal yang janggal itu pada saat Bibi Erna akan pergi ke dapur untuk membuatkan kita teh. Aku melihat asap hitam pekat yang keluar dari kedua pundak Bibi Erna, yang menandakan bahwa Bibi Erna saat ini sedang diincar oleh makhluk yang dipelihara oleh si pelaku pesugihan itu. Maka dari itulah aku segera menyusul langkah Bibi Erna dan membantunya membuat teh. Di dalam teh itu sudah kubacakan beberapa ayat yang bisa membantu upayaku dari dalam tubuh Bibi Erna," jelas Yvanna.

"Lalu, apa tadi yang berbunyi di dapur saat Kak Yvanna mencuci cangkir? Suaranya keras sekali loh, sampai-sampai kami langsung merasa ingin menyusul Kakak ke sana," tanya Lili.

"Makhluk yang Silvia lihat tampaknya marah padaku. Aku memberi minum Bibi Erna teh yang sudah kubacakan ayat-ayat Al-Qur'an, lalu saat Silvia menjadi sasaran yang selanjutnya, aku juga menghalanginya melalui teh yang sama. Jadi saat aku ke dapur untuk mencuci cangkir, dia berusaha merasuki diriku untuk menggantikan posisi Bibi Erna dan Silvia. Sayangnya, dia jelas tidak bisa berhasil melakukan itu. Dia baru muncul di belakangku dan aku sudah menghempasnya dengan kekuatanku agar menjauh. Dia terhempas ke dinding dan lenyap dalam sekejap hingga hanya ada bekas hangus pada dinding yang ada di dapur. Itulah mengapa tadi ada suara hempasan yang keras sekali hingga terdengar ke telinga kalian semua."

Mereka pun sama-sama terdiam selama beberapa saat. Silvia menatap ke arah Ibunya yang begitu tenang dalam lelapnya. Wajahnya yang pucat kini perlahan mulai kembali segar setelah tidak berada di rumah itu lagi.

"Nanti menjelang shalat ashar, siapkan memang Al-Qur'an. Setelah shalat ashar kita akan sama-sama membaca surat Al-Fatihah sebanyak tiga kali, surat Yaasiin sebanyak tiga kali, dilanjutkan dengan surat Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Naas. Semuanya akan kita lakukan dalam jumlah yang sama sampai tiba waktu shalat maghrib. Sampai saat ini aku sudah memasang pembatas di sekeliling rumah ini, hanya saja akan sangat lebih baik jika kita juga memperkuatnya dari dalam. Karena saat ini aku belum tahu bagaimana makhluk-makhluk utusan si pelaku akan bertindak menyakiti Bibi Erna. Jadi upaya yang bisa kita lakukan saat ini adalah merabanya secara perlahan-lahan," ujar Yvanna.

Setelah memberi pesan seperti itu, Yvanna pun segera berjalan keluar kamar untuk mengeluarkan ponselnya dari dalam saku jaket dan mencoba menghubungi Jojo. Suara nada sambung terdengar sangat jelas di seberang sana. Ia dengan sabar menunggu Jojo mengangkat teleponnya, hingga tak berapa lama kemudian telepon itu akhirnya benar-benar diangkat.

"Halo, assalamu'alaikum," sapa Jojo di seberang sana dan terdengar seperti baru saja bangun tidur.

"Wa'alaikumsalam, Jo. Nanti ba'da shalat ashar kamu ke rumahku ya. Kami mau mengadakan pengajian bersama dan kurang dua orang agar jumlahnya pas menjadi tujuh orang. Datanglah bersama Aris," pinta Yvanna.

"Oke. Insya Allah aku akan datang bersama Aris ba'da shalat ashar. Aku kasih tahu dulu dia sekarang," balas Jojo.

"Ya sudah, kututup dulu teleponnya. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

Setelah menutup telepon dari Yvanna, Jojo pun segera keluar dari kamarnya dan berniat ke rumah Ayuni. Hanya saja, ternyata keluarga di sebelah sedang berada di rumahnya dan Aris terlihat sedang duduk di kursi yang ada di dapur bersama Zian, Ben, dan Damar. Jojo pun menepuk pundak Aris dan membuat sepupunya itu menoleh ke arahnya.

"Aku ditelepon sama Yvanna. Katanya kita harus ke rumahnya ba'da shalat ashar. Dia mau adakan pengajian," ujar Jojo.

"Oke! Aku mandi dulu," tanggap Aris dengan penuh semangat.

Jojo pun segera menarik kerah baju pria itu dari arah belakang dengan cepat.

"Mandinya di rumahmu! Aku juga mau mandi dan tidak mau mengantri hanya karena ada kamu di dalam kamar mandi rumahku!" sewot Jojo yang tahu betul berapa lama durasi mandi yang sering Aris lakukan.

Aris pun terkekeh geli selama beberapa saat, lalu beranjak menuju pintu belakang agar bisa pulang ke rumahnya untuk mandi. Ben mengeluarkan ponselnya dari dalam saku lalu pergi menuju ke lantai atas untuk menelepon Yvanna. Selama beberapa saat ia menunggu teleponnya diangkat dengan sabar, hingga tak lama kemudian terdengarlah suara di seberang sana.

"Halo, assalamu'alaikum Kak. Ada apa? Ini belum jam tiga dan belum waktunya aku menepati janji," sapa Yvanna sambil bertanya-tanya.

"Wa'alaikumsalam. Aku cuma mau tanya, apa benar kamu mengundang Jojo dan Aris untuk mengadakan pengajian di rumahmu?" tanya Ben.

"Iya, benar."

"Kenapa hanya Jojo dan Aris yang kamu undang?"

"Karena aku hanya butuh dua orang lagi agar menjadi pas tujuh orang, Kak. Pengajian itu kuadakan untuk memberi perlindungan pada Ibunya Silvia sebelum waktu shalat maghrib tiba. Aku belum tahu serangan dari si pelaku pesugihan itu tampaknya seperti apa terhadap Ibunya Silvia, jadi aku berinisiatif untuk melindunginya lebih awal," jelas Yvanna.

Hening selama beberapa saat. Ben tampak diam saja dan tak lagi mengatakan apa pun.

"Kakak merasa cemburu, karena aku tidak mengundang Kakak seperti mengundang Jojo dan Aris?" tanya Yvanna.

"Mm ... tadinya begitu," jawab Ben.

"Kenapa harus merasa cemburu segala? Bukankah kemarin Kakak juga datang dan menginap di rumahku yang ada di Subang?"

"Itu beda lagi. Aku ada di sana karena memang harus ada di sana. Naya menikah dengan Reza, jadi aku harus menjadi wali nikahnya. Kalau yang sekarang beda. 'Kan kamu sendiri yang mengundang Jojo dan Aris, makanya aku cemburu," jawab Ben dengan jujur.

Yvanna bingung ingin mengatakan apa selanjutnya pada pria itu. Sikap Ben benar-benar tidak bisa tertebak sama sekali oleh Yvanna.

* * *

TUMBAL KELUARGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang