10 | Asap Hitam Tak Kasat Mata

935 94 11
                                    

Usai berbicara dengan Imas, Silvia pun segera berjalan di sisi Yvanna. Mereka berjalan menjauh dari rumah Imas dan Silvia tampak tengah menyeka airmatanya. Yvanna merangkulnya agar tidak lagi merasa sedih atas apa yang didengarnya dari Imas. Hal itu memang menyedihkan, namun saat ini ada hal yang lebih penting daripada memikirkan kesedihan itu.

"Bagaimana, Yv? Apakah ada di antara Paman dan Bibiku yang menurutmu adalah pelakunya?" tanya Silvia.

"Tidak ada, Sil. Mereka sama sekali tidak terlibat dalam urusan pesugihan tukar guling itu. Saat ini, intinya kita harus selamatkan Ibumu terlebih dahulu. Soal mencari pelakunya biar kita urus belakangan," jawab Yvanna.

Silvia pun mengangguk setuju. Mereka masuk kembali ke halaman rumah orangtua Silvia dan pada saat itulah Yvanna mulai merasakan hawa yang tak biasa itu lagi. Tika, Manda, dan Lili juga menyadari hal itu. Mereka sudah terlalu sering mendampingi Yvanna untuk mengurus hal-hal yang ganjil, jadi mereka jelas tahu bahwa ada yang tidak beres dengan keadaan di rumah itu. Silvia mengetuk pintunya beberapa kali.

"Assalamu'alaikum, Ibu. Assalamu'alaikum. Ini Silvia, Bu. Buka pintunya," ujar Silvia dengan lantang.

"Wa'alaikumsalam."

Yvanna mengintip melalui jendela dan melihat kalau Erna saat itu tengah berjalan terseok-seok menuju ke arah pintu depan. Suara kunci yang diputar pun terdengar, sosok Erna terlihat tersenyum haru saat melihat kedatangan putrinya. Silvia memeluk Ibunya dan kembali menangis akibat rasa rindu yang menggebu setelah bertahun-tahun tak bertemu dan juga akibat rasa khawatirnya yang begitu besar.

"Kamu kenapa pulang, Nak? Ibu 'kan sudah bilang jangan pulang. Ibu tidak mau kamu kenapa-napa," ujar Erna seraya menangis pelan.

"Silvia enggak sanggup lagi hidup jauh dari Ibu. Ibu sakit dan Silvia khawatir, Bu. Silvia takut Ibu kenapa-napa saat sendiri di rumah," jelas Silvia yang kini menangis sangat keras.

Yvanna tersenyum ke arah Erna dan mencium tangannya seperti dulu. Tika, Manda, dan Lili pun ikut melakukan apa yang Yvanna lakukan saat itu.

"Yvanna sudah besar ya sekarang. Bibi baru bertemu lagi sama Yvanna setelah hampir dua belas tahun berlalu," ujar Erna.

"Iya, Bi. Aku sudah besar. Sama besarnya seperti Silvia. Aku ikut ke sini untuk mengantar Silvia yang mau menjemput Bibi. Kami mau membawa Bibi untuk dirawat di tempat lain," Yvanna menyampaikan apa maksud kedatangan mereka saat itu.

"Oh, begitu rupanya. Ya sudah, duduk dulu ya di sini. Bibi mau buatkan minum dulu untuk kalian," Erna pun segera berbalik untuk berjalan menuju ke arah dapur.

Pada saat itu Yvanna pun melihat ada asap hitam pekat yang tampak keluar dari kedua pundak Erna. Tak ada yang bisa melihat hal tersebut, hanya Yvanna yang bisa melihatnya dengan jelas. Hal itu membuat Yvanna segera bangkit dari sofa yang tengah didudukinya dan menyusul langkah Erna dengan cepat. Erna yang disusul oleh Yvanna pun terlihat agak terkejut, namun tetap berusaha tenang agar tidak membuat Yvanna khawatir dengan keadaannya.

"Biar kubantu Bibi, ya. Dulu aku sering membuat minum sendiri kalau datang ke sini. Hal itu sering membuatku ingat saat Bibi sedang memasak pesanan makanan dari kampung sebelah," ujar Yvanna sambil merangkul Erna dengan lembut.

Erna pun tertawa senang saat mendengar apa yang Yvanna katakan.

"Ternyata kamu masih ingat ya, dengan kenangan masa remajamu bersama Silvia di rumah ini. Bibi juga sering mengingat-ngingat semuanya saat sedang sendiri. Pesanan makanan dari kampung sebelah sudah tidak pernah ada. Sekarang sudah banyak jasa katering bertebaran di mana-mana. Jadi Bibi biasa memasak hanya untuk dijual di pasar atau di pinggir jalan," tutur Erna.

Yvanna pun segera membuat enam cangkir teh hangat, sementara Erna kini duduk di kursi yang ada di dapur. Diam-diam, Yvanna membacakan ayat-ayat Al-Qur'an pada keenam cangkir teh yang tengah dibuatnya. Silvia sedang menyiapkan segala keperluan Erna di kamar, ia membuka lemari pakaian dan memasukkan semuanya ke dalam tas yang tadi ia bawa. Entah kenapa perasaan Silvia sangatlah tidak enak, nalurinya menuntun agar ia tidak menatap ke arah cermin yang ada di pintu lemari pakaian. Ia hanya berusaha bergegas agar Ibunya bisa dibawa hari itu juga. Namun, sekuat apa pun nalurinya menuntun, nyatanya kedua mata wanita itu sama sekali tak bisa diajak bekerja sama. Ketika menutup pintu lemari pakaian, akhirnya Silvia tak sengaja melirik ke arah cermin dan menatap sosok jangkung besar berwarna hitam dengan kedua mata menyala seperti api serta lidah menjulur sampai ke lantai di sudut kamar Ibunya.

Hal itu membuat Silvia terpaku selama beberapa saat, namun tidak membuatnya menjerit sama sekali. Ia menatap ngeri ke arah makhluk itu, lalu bergegas berlari keluar dari kamar Ibunya dan menuju ke ruang tamu. Di sana, semua orang terlihat sedang minum teh hangat yang Yvanna buat. Wajah Silvia yang pucat telah menggambarkan segalanya bagi Yvanna, Tika, Manda, ataupun Lili. Mereka sengaja tidak bertanya sama sekali, dan Yvanna hanya langsung menyodorkan secangkir teh hangat kepada Silvia.

"Minumlah dan habiskan," titah Yvanna.

Silvia menerimanya.

"Bismillahirrahmanirrahim," ucap Silvia yang kemudian langsung meneguk teh hangat tersebut hingga habis.

Yvanna kembali menerima cangkir teh itu dari tangan Silvia, lalu memintanya duduk sebentar agar Erna juga bisa menghabiskan teh hangat tersebut. Erna tampak sangat senang saat meminum teh itu, wajahnya terlihat jauh lebih cerah daripada sebelumnya.

"Tehnya enak. Yvanna pintar ya membuat teh seenak ini," ujar Erna.

Yvanna pun tersenyum.

"Itu teh tradisional, Bibi. Aku membuat tehnya menggunakan madu dan bunga lawang ketika diseduh," jelas Yvanna.

"Wah, pantas saja enak sekali. Badan Bibi juga terasa jauh lebih ringan setelah meminum teh ini. Nanti buatkan lagi untuk Bibi, ya. Bisa?" pinta Erna.

"Insya Allah bisa, Bibi. Pasti akan kubuatkan untuk Bibi kapanpun yang Bibi minta," janji Yvanna.

Yvanna pun segera mengumpulkan semua cangkir yang telah kosong untuk dibawa ke belakang. Ia akan mencucinya sebelum pergi dari rumah itu, agar tidak ada barang kotor yang tertinggal. Ketika Yvanna sedang membersihkan cangkir-cangkir itu, hawa yang begitu dingin mulai merayapi punggungnya dengan sangat cepat. Seakan ada sesuatu yang berusaha ingin memasuki tubuh Yvanna yang memang memiliki darah hangat bagi kalangan jin. Namun Yvanna tenang-tenang saja dan hanya mengeluarkan sedikit kekuatannya untuk mengusir makhluk yang berusaha merasuki dirinya.

BRAKKK!!!

Suara keras yang menghantam dinding di belakang Yvanna terdengar sangat nyaring. Tidak ada yang pergi mencari Yvanna, karena Tika dengan keras melarang mereka untuk bangkit dari sofa. Makhluk yang tadi dilihat oleh Silvia di kamar Ibunya dan juga yang berusaha merasuki diri Yvanna kini telah lenyap dan hanya meninggalkan bekas hangus pada dinding yang tadi dihempasnya. Yvanna pun segera berjalan dengan tenang menuju ke arah depan setelah menyimpan semua cangkir pada tempatnya semula.

"Ayo, kita berangkat sekarang," ajak Yvanna.

* * *

TUMBAL KELUARGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang