Gulf POV
Aku tidak tahu berapa lama kami berada di dalam elevator yang sedang bergerak naik tapi aku rasa ini sangat lama sampai orang yang sedang bersamaku memiliki kesempatan untuk terus bicara.
Sekarang dia melihat ke dalam mataku dan aku tidak bisa menghindarinya.
"Gulf aku ingin menyimpan dirimu untuk diriku sendiri. Ini terdengar curang dan keji aku rasa tapi aku tidak bisa menahannya saat dadaku sesak karena orang-orang mendapatkan senyuman mu. Apa aku boleh melakukannya?" Orang di depanku bicara dengan sangat serius dan suara yang bergetar, matanya juga sendu.
Aku terus melihat ke dalam matanya untuk mencari keraguan dari ucapannya tapi aku tidak menemukan itu sama sekali. Matanya terlalu jujur.
Aku terbata, "A-apa?"
"Kamu membenciku?" Mungkin dia berpikir demikian karena melihatku hanya diam seperti patung.
Imajinasi ku merangkai cerita, "Kalau aku membenci mu, tangan kita tidak akan berpegangan seperti ini malam itu," seperti aku ingin memberi tahunya hal ini sambil menggenggam tangannya.
Lalu dia memeluk ku dan aku sedikit menangis karena merasa bodoh dan bersalah.
Tapi itu semua hanya halusinasiku.
Aku menunduk menatap telapak tanganku yang seperti mati rasa, telapak tangan yang dalam imajinasi sedang menggenggam tangannya erat sampai ia tersentuh.
Tunggu. Ini tidak benar. Aku tidak bisa melakukannya. Menjadi gay saja sudah salah apalagi menjadi simpanan seseorang yang sudah menikah. Dewa akan mengutuk ku dan membawa kehancuran di kehidupan ku.
Aku menggelengkan kepala ku cepat untuk mengusir pikiran-pikiran kacau ku barusan.
Ding
Elevator kami sudah berhenti.
"Kita sudah sampai," ujarku pada orang yang bersamaku.
Orang aneh ini kembali menutup pintu elevator ketika pintu otomatis terbuka. Dia berdiri tepat di depanku untuk menghalangi jalanku.
"Apa yang kamu lakukan?" Tanyaku saat melihat dia menekan tombol naik.
"Apa kamu membenciku setelah mendengarnya?" Dia bertanya lagi untuk mengkonfirmasi.
Aku menghela nafas kasar. "Hah. Aku pikir kamu sudah tahu, aku tidak pernah menyukai mu kan?"
Dia menarik dirinya menjauh dariku sedikit. Aku menangkap kekecewaan dari raut wajahnya. Apa dia berpikir perasaanku baik-baik saja dengan mengatakan itu?!
Hey, itu tidak benar sama sekali!
Aku hanya berusaha tetap menjadi waras dan tidak mengambil keputusan gila dalam keadaan seperti ini.
Apa dia menjadi satu-satunya yang kecewa?! Tidak! Aku juga, tapi aku bisa menahannya.
Elevator berhenti dan aku tidak tahu pasti kami ada di lantai berapa sekarang. Aku tidak peduli dan menekan tombol untuk membuka pintu elevator dan aku berjalan meninggalkannya.
Kepalaku berkedut dengan sakit. Dalam perasaanku bergejolak ribut. Sesak dadaku menahan segala hal yang sebenarnya sangat ingin aku katakan. Tapi sangat mustahil juga.
Aku ingin berteriak padanya agar dia tidak terlihat menyedihkan. Aku ingin memakinya agar dia kembali menunjukkan dirinya yang angkuh dan menyebalkan. Aku benci melihatnya menyedihkan seperti sekarang.
Aku ingin berteriak padanya! Aku juga sama, aku tidak baik-baik saja! Seharusnya dia tidak perlu bertanya apakah aku membencinya karena alasanku kembali menjadi orangnya adalah untuk dia. Seharusnya dia tidak perlu mengkonfirmasi perasaannya agar aku tidak merasa bersalah seperti sekarang!
KAMU SEDANG MEMBACA
OH, MY BOSS!
FanfictionPemuda fresh graduate itu bernama Gulf, putra kedua dari sebuah keluarga sederhana pengusaha toko kelontong. Gulf memiliki seorang kakak perempuan bernama Sammy yang sudah bekerja cukup lama di sebuah perusahaan importir. Gulf yang enggan melanjutk...