Tepat pukul satu dini hari, Sadewa dengan perasaan cemasnya membuka pintu rumah yang tidak terkunci itu. Hanya ada dua opsi, jika pintu rumah jam segini belum terkunci, rumah ini telah habis di bobol maling, atau, Nakula lupa mengunci pintu.
Setelah mengunci pintu dan memastikan semua aman, Sadewa bergegas naik kelantai dua untuk mengecek bahwa adiknya itu sudah benar-benar berada di kamarnya.
Krieet...
"Nggak dikunci?"
Sadewa menyembulkan kepalanya kedalam kamar Nakula dengan bernafas lega setelah melihat adiknya itu ternyata sudah tertidur diatas kasurnya.
Yah, meski dengan kondisi yang sangat acak-acakkan.
Perlahan, Sadewa masuk tanpa suara dengan tujuan agar Nakula tidak terganggu sehingga ia bisa terbangun dari tidurnya.
"Edan, Ini kamar cewek udah kaya kapal pecah."
Sadewa merapikan sisa bungkus snacks macaroni yang masih tercecer dilantai dan membuangnya ke tempat sampah, kemudian setelah itu, perlahan ia melepaskan alas kaki adiknya.
"Mau tidur bukannya cuci kaki, sikat gigi, malah kebalikannya."
Setelah melepaskan alas kaki Nakula, ia mendekati adiknya yang sudah tertidur pulas, dengan mata yang terlihat sembab dan bantal yang terlihat lembab.
"Lah, lo habis nangis? Siapa yang berani bikin lo nangis, hm? Bilang ke gue sekarang."
"... Gue mau ikutan bikin lo nangis juga soalnya, hehehe."
Dasar, laknat.
Sadewa cengengesan, kemudian ia membenarkan posisi tidur Nakula yang bisa membuat nya salah bantal dengan sangat hati-hati. Lalu setelahnya, ia mengambil laptop yang masih menyala yang berada didekat nakula. Tanpa membaca apa yang terpampang di layar laptop tersebut, ia segera menonaktifkan perangkat tersebut. Karena menurut Sadewa, adiknya itu juga pasti membutuhkan privasi.
Setelah beres, Ia kembali mendekati Nakula hanya untuk memperhatikan wajah Nakula yang bagaikan pinang dibelah dua dengan dirinya sendiri, meski perbedaan umur yang lumayan jauh.
Sadewa mencoba menoel pipi Nakula, "Lengket, kan, bener. Lo habis nangis beneran nih pasti. nangisin siapa lo, cengeng banget." Meski sudah tau pipi Nakula Lengket, Sadewa tetap melanjutkan menoel-noel kecil pipi adiknya itu.
"Nakula, gue udah sering bilang, kan? Kalo ada apa-apa, lo bisa sharing ke gue, gak semua masalah bisa lo tampung sendirian. Gue ini mas lo, Nakula."
Sadewa memandangi wajah adiknya lamat, entah mengapa rasa bersalah yang teramat besar menyeruak dari dalam jiwanya ketika memperhatikan wajah Nakula yang sangat sederhana tetapi menenangkan ketika sedang tertidur.
Sadewa bangkit, hendak meninggalkan Nakula agar tidurnya kembali nyenyak. Tetapi ia dibuat gagal fokus dengan satu foto dalam bingkai yang yang membuat rasa bersalah nya semakin besar pada Nakula.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.