Dua Puluh Empat

2.3K 158 30
                                    

Kelopak mata itu perlahan terbuka dengan kernyitan samar yang tercipta di dahinya. Menyesuaikan cahaya yang menyeruak menyapa kornea mata indahnya. Indera penciumannya menangkap aroma obat-obatan di ruangan tempat dimana dia terbaring saat ini.

"Nuu... kau sudah sadar? syukurlah.." Nunew kemudian mengalihkan pandangannya pada sumber suara. Itu Nat, yang saat ini tengah berdiri di sisi ranjangnya.

Nunew menggangguk pelan sebagai jawaban, "Dimana phi James dan... hia Max?" Tanya nya lirih hampir berbisik saat menyerukan nama Max.

"Phi James ada operasi dan hia Max ada di ICU, menemani hia Zee." Jelas Nat. Lagi, hati Nunew kembali berdesir saat nama itu memasuki indera pendengarannya. Nunew terdiam beberapa menit mengingat kembali tayangan video di hp Max. Sungguh kenyataan ini benar-benar menggodam telak hatinya.

Pria cantik yang masih terbaring lemah itu kemudian memejamkan matanya dalam, setetes bulir air mata meluncur mengenai telinganya. Tidak ada isakan disana, dia menangis dalam diam. Hanya ada air mata yang menumpahkan segala kekacauan yang bersarang dihatinya.

Masih teringat dengan jelas bagaimana perlakuannya pada Zee beberapa tahun lalu, mengusirnya tanpa rasa iba sedikitpun meski pria tampan itu telah berlutut memohon agar dirinya mau mendengarkan penjelasan Zee. Melemparkan tatapan dingin pada Zee yang selalu menatapnya dengan penuh cinta, bahkan Nunew mengacuhkan keberadaan Zee bagai udara saat pria itu bersujud memohon ampun padanya di hadapan tamu-tamu terhormat. Sungguh, Nunew tidak bisa mengampuni perbuatannya sendiri.

Nat yang melihat Nunew tengah menumpahkan kepedihannya mengusap pelan bahu sempit Nunew, "semuanya akan baik-baik saja Nuu." Bisiknya berusaha menenangkan sahabat cantiknya itu. Namun, gelengan lemah dari Nunew menjadi jawaban dari kalimat penenang Nat.

"Aku jahat.. Hia tidak akan mau memaafkanku Nat... ini semua salahku. Hia seperti ini karenaku... aku.."

"Ssstttt... kau tidak boleh berkata seperti itu. Dengarkan aku Nuu, tidak ada yang salah di antara kalian berdua dan tidak akan ada yang meminta maaf. Ini semua murni karena kesalahpahaman yang terjadi dimasa lalu. Ingat, tidak ada yang salah disini naa." Nat kembali menenangkan sahabat cantiknya

"Benarkah? Apakah hia tidak akan marah padaku?" Tanya Nunew pada Nat dengan mata berkaca-kacanya.

"Eummm... tidak ada yang salah. Sekarang kau hanya perlu berada di samping hia Zee. Bukankah dia sudah pernah bilang bahwa dia tidak bisa hidup tanpamu? Maka dari itu, sekarang temui dia. Barangkali dengan keberadaanmu disisinya, bisa membawa kembali kesadarannya." Yakin Nat.

"A-apakah aku boleh menemuinya?"

"Astaga! Tentu saja! Kau pikir untuk apa dia disini jika bukan untuk bertemu denganmu? Bukankah kau juga merindukannya?" Seru hia Max tiba-tiba yang entah sejak kapan masuk ke ruangan ini dan bergabung bersama kedua pria mungil itu.

"Aku tidak." Sanggah Nunew cepat, Max dan Nat yang melihat itupun merotasikan bola mata mereka malas

"Kau tidak merindukannya tapi kau memimpikannya hampir setiap malam, jadi apa maksudnya itu Chawarin?" Nat benar-benar jengah pada sahabatnya ini, bertanya-tanya dahulu mendiang nyonya Chawarin mengidam apa semasa hamil hingga melahirkan Nunew dengan sejuta rasa gengsi yang dimilikinya.

"Aku.. aku tidak pernah memimpikan hia." Sanggahnya lagi terbata-bata.

"Baiklah kalau begitu.. berhubung kau tidak merindukannya, berarti kau juga tidak ingin melihatnya sekarang kan?" Goda Nat

Mendengar ucapan Nat, Nunew langsung terduduk dari tidurnya dan menyibakkan selimut yang menutupi separuh tubuhnya, "aku tunangannya, jadi terserah padaku ingin menjenguknya atau tidak." Ungkapnya percaya diri dengan menaikkan dagunya beberapa centi melewati Max dan Nat untuk keluar dari ruangan itu.

Arrange MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang