Bab 6

680 66 1
                                    

Hal yang harus Elang lakukan saat ini adalah berusaha semampunya untuk membuat Evelia memiliki perasaan seperti dirinya. Membuat wanita itu melihatnya dan bersedia untuk tinggal seperti dulu.

Dan hal pertama yang akan ia lakukan adalah selalu ada di samping wanita itu. Memberikan apa yang wanita itu butuhkan, inginkan dan mimpikan. Seperti sekarang. Meski jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, tapi Elang sama sekali tidak berpindah dari tempat duduknya. Menghadap ke depan di mana ada api unggun yang sengaja dia minta dari pihak hotel untuk menemani malamnya yang dingin.

Duduk tepat di depan tenda Evelia, setelah melihat perempuan itu masuk tentunya. Sebenarnya tidak ada di agendanya hal yang akan dia lakukan ini. Tapi mengingat di mana dia memilih tempat penginapan mereka selama di puncak, dia tidak punya pilihan lain.

Sebenarnya, bisa saja Elang masuk ke tendanya yang berada di samping tenda Evelia. Tapi entah mengapa, saat melihat banyaknya orang yang menginap di sana. Membuat dia khawatir. Dia takut nanti Evelia akan terbangun tengah malam dan membutuhkan sesuatu. Sedang jika Elang berada di tendanya, Evelia tidak mungkin mau memanggilnya. Jadi khusus malam ini, dia akan berjaga di depan tenda wanita itu untuk berjaga-jaga. Setidaknya sampai dia yakin Evelia merasa nyaman di sampingnya.

Mengeratkan jaketnya, Elang memeluk tubuhnya lebih erat, sesekali menoleh ke belakang di mana tenda Evelia berada. Bibirnya mengeluarkan asap begitu helaan nafas keluar dari sana. Cuacanya sangat dingin, apa Evelia merasa hangat di dalamnya? Tentu saja bodoh, di dalam tenda itu bahkan terdapat penghangat ruangan khusus untuk setiap pengunjung agar tidak kedinginan. Lalu apa yang kamu khawatir, kan?

Elang kembali menghadap depan, menatap kobaran api unggun yang membantu menghangatkan tubuhnya. Andai saja Evelia tidak lupa ingatan, pasti saat ini mereka tidur di tenda yang sama. Membicarakan rencana mereka besok dan juga banyak hal yang menyenangkan-yang mungkin akan membuat mereka kian mesra. Mendadak, Elang kembali merindu.

Detik, menit, jam pun berlalu. Tak terasa, Elang semalaman berjaga di depan tenda Evelia. Duduk diam di sana dengan kopi yang nyaris membuatnya kembung.

Hingga cahaya langit pelan-pelan mulai berubah warna, barulah Elang beranjak bangun. Menoleh ke belakang sekali lagi sebelum melangkah menjauh.

****

Evelia merasa tidurnya begitu nyenyak malam ini. Mungkin karna tubuhnya yang begitu lelah hingga saat menemukan bantal ia langsung tertidur begitu pulasnya.

Tubuhnya bahkan langsung terasa bugar saat membuka mata.

Evelia langsung mengedarkan pandangannya begitu dia keluar dari tenda. Menatap sekeliling dengan pandangan mencari. Hari sudah pagi, dan sekeliling tenda terlihat lebih ramai dari pertama dia datang juga semalam. Bahkan orang-orang terlihat begitu sibuk dengan kegiatan mereka.

"Udah bangun?"

Evelia meneleg ke samping, menemukan Elang sudah terlihat begitu segar berdiri di sampingnya. Dia juga pasti tidurnya sangat nyenyak semalaman, terlihat sekali dari wajah pria itu.

Mengangguk. Evelia memutar tubuhnya.

"Mau jalan-jalan pagi di sekitar sini?"

"Aku harus cuci muka dulu."

"Ayo, aku antar."

"Eh, nggak perlu-"

"Sekalian kita habis itu jalan-jalan, cari sarapan. Kamu pasti laper, kan?" Tanya Elang, meraih telapak tangan Evelia agar wanita itu tak menolak ajakannya kali ini.

Dan senyumannya mengembang begitu Evelia tak menolak. Dia hanya menurut dengan pasrahnya atas ajakan Elang. Sampai satu pertanyaan kini masuk ke dalam kepalanya. Apa ia harus bersikap lebih berani dan agresif agar membuat wanita itu lebih dekat denganya?

Akan'kah Badai Berlalu? (Sekat Tak Berjarak) SELESAI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang