Bab 7

590 71 4
                                    

Setelah acara sarapan singkat, Elang membawa Evelia berjalan-jalan ke kebun teh. Di sana mereka melangkah pelan dengan tangan saling bertautan-rapat Elang yang menggenggam tangan Evelia sedari tadi maksudnya.

Sedang wanita itu hanya diam di samping Elang. Berkali-kali Elang mengajaknya mengobrol, membicarakan banyak hal tapi Evelia hanya sesekali menanggapi. Wanita itu terlihat begitu tidak suka dengan obrolan mereka. Entah benar-benar Elang yang gagal mencari topik, atau karna sikap pria itu yang lebih berani. Evelia pun tidak tahu. Tapi ia merasa respon tubuhnya semakin tidak nyaman saat pria itu jauh lebih berani dari biasanya.

"Lelah?" Tanya Elang mengulurkan sebotol air begitu mereka berhenti di sebuah pondok, yang mungkin disediakan untuk para pengunjung yang kebetulan berjalan-jalan seperti mereka.

Evelia menerimanya tanpa kata. Bergumam terima kasih begitu dia kembali menyerahkan botol ke arah Elang. Yang diterima Elang, lalu ditegaknya tanpa ragu.

Evelia yang melihat Elang minum di bekas botol miliknya mengerjab terkejut. Kedua matanya sedikit membola tak percaya.

"Kenapa?"

"Huh?"

"Kenapa kamu liatin aku kayak gitu?"

"Oh, nggak." Geleng Evelia cepat. Elang terkekeh, mengerti dengan apa yang wanita itu pikirkan. Apa karna ia meminum bekas minuman wanita itu?

"Apa kita akan jalan-jalan seharian?" Tanya Evelia. Berusaha mengalihkan pembicaraan dan perhatian pria di sampinnya.

"Kenapa, kamu capek?" Tanya Elang. Mulai sibuk membongkar tasnya.

"Memangnya kamu nggak capek?"

Gerakan tangan Elang terhenti, kepalanya meneleg. Menatap Evelia lebih lama yang terlihat duduk di sampingnya.

Ada jarak diantara mereka berdua. Seperti ada satu orang yang duduk diantara mereka. Evelia bahkan tidak mau duduk terlalu dekat dengannya. Semua itu diam-diam membuat Elang merasa aneh dan juga,... kecewa?

Padahal, dia sengaja mengajak Evelia berlibur ke tempat ini. Dulu saat pertama kali mereka menikah, mereka berbulan madu di sini. Berjalan seharian dengan tangan saling menggenggam. Menceritakan apa pun yang menurut mereka menarik.

Bahkan Evelia yang mengusulkan tempat honeymoon mereka. Dan sekarang, saat mereka kembali ke sini, ternyata Elang merasa menyesal. Karna Evelia terlihat tidak nyaman dengan itu.

"Di sini ... Dulu tempat honeymoon kita." Ucap Elang tiba-tiba. Berhasil menarik perhatian Evelia. Dia langsung menoleh ke samping. Kedua matanya mengerjab begitu menemukan tatapan mata Elang yang terlihat meredup. Tidak sebersinar tadi.

"Dulu ... Kamu selalu bilang mau jalan-jalan berdua dengan ku. Ke tempat yang sepi, yang jarang didatangi orang. Agar kita bisa menghabiskan waktu cuman berdua. Hanya berdua."

Seharusnya Elang tidak mengatakan itu, agar dia tidak terlihat semakin menyedihkan saat ini. Tapi dia tidak bisa menahannya lagi.

Dia sangat merindukan wanita yang kini duduk di sampingnya. Sangat merindukannya hingga rasanya ia nyaris gila.

Tersenyum lembut, Elang mengulurkan sekotak coklat ke arah Evelia. "Dulu aku nggak punya apa pun yang bisa aku kasih ke kamu, tapi setiap kali aku kasih coklat ini. Kamu seneng banget. Kamu bersikap kayak aku udah kasih seluruh dunia dan seisinya." Elang memaksakan sedikit senyum di bibirnya, meski perasaanya kini terasa begitu nyeri.

"Evelia dan semua kesederhanaannya. Aku nggak tahu apa hal itu juga yang buat aku terggila-gila sama kamu. Tapi, Vi, kamu selalu berhasil buat aku merasa dihargai dan dibutuhkan. Kamu selalu bisa buat aku,... merasa aku terlalu beruntung bisa menikah dengan wanita seperti kamu."

Akan'kah Badai Berlalu? (Sekat Tak Berjarak) SELESAI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang