Bab 16

636 44 6
                                    

Setelah sarapan, Evelia tidak berhenti bersin, wanita itu bahkan berkali-kali bersin dengan wajah sedikit memerah. Elang yang melihatnya pun menjadi merasa bersalah.

Wanita itu bersin-bersin pasti karna masuk angin dan semalaman hanya tidur dengan selimut yang membungkus tubuhnya. Karna terlalu bahagia, Elang sampai melupakan jika wanita itu tidak bisa terkena dingin terlalu lama. Ia akan jatuh sakit jika terlalu lama kedinginan, dan bertahan di luar dengan cuaca dingin karna hujan pasti membuat tubuh wanita itu menjadi sedikit kurang sehat. Tapi di tambah semalaman ia tidur hanya dengan selimut membungkus tubuhnya, pasti membuat tubuh wanita itu semakin kurang sehat. Belum lagi ia mandi air dingin dari semalam, ia pasti semakin kedinginan.

"Apa kita harus pulang sekarang?" Elang menatap istrinya khawatir.

Evelia tak menjawab, ia hanya kembali bersin.

"Ayo ke dokter."

Menggosok hidungnya yang terasa gatal, Evelia menatap Elang yang sedari tadi terus berbicara dan mengkhawatirkannya. Pria itu bahkan terlihat panik dan berlebihan.

"Kamu bisa benar-benar sakit jika kita membiarkanmu terus seperti ini, Vi."

Evelia kembali bersin dan Elang kembali menyodorkan tisu ke arah wanita itu.

"Aku baik-baik saja."

"Aku yang paling tahu tubuhmu. Jadi jangan keras kepala." Omel Elang-yang disambut Evelia dengan gelak tawa. Wanita itu tertawa karna pria di depannya terlihat begitu menggemaskan.

Beringsut mendekat, Evelia duduk di atas pangkuan pria itu. Mengalungkan tangannya di leher Elang yang kini tampak tertegun. Hanya sesaat sebelum kedua tangannya balas memeluk tubuh wanita yang kini duduk bersila di atas pangkuannya.

"Apa kamu selalu seperti ini?"

"Hmm?"

"Bersikap berlebihan dan selalu mengkhawatirkan ku?"

"Kamu istri ku, Vi. Bagaimana mungkin aku nggak mengkhawatirkan mu disaat kamu sakit?"

Evelia mengangguk, tampak mengerti. Ia usap rahang pria yang kini menatapnya itu. Pelan dan teratur.

"Aku suka."

"Apa?"

"Saat kamu mengkhawatirkan ku, kamu peduli padaku dan begitu dekat seperti ini."

Elang mengerutkan keningnya. "Bukankah selama ini aku selalu mengkhawatirkan mu? Dan aku juga peduli padamu, Vi. Kamu juga harus tahu kalau-"

"Tapi kamu kemarin mengabaikan ku." Potong Evelia tak terima. Yang seketika membuat ucapan Elang terhenti di ujung lidah.

"Kamu pergi dan menjauhi ku."

Elang menghela nafas panjang dan menghembuskannya kasar. Ia eratkan pelukannya di pinggang Evelia. Lalu. "Baiklah, maafkan aku kalau gitu. Oke?"

Kedua mata Evelia memicing, wajahnya sedikit cemberut dan kesal. Semua itu membuat Elang merasa gemas dan bersalah secara bersamaan. Ia usap sebelah pipi Evelia dengan punggung jarinya, pelan dengan teratur, berulang-ulang dan penuh kehati-hatian. Seakan ia takut jika mengusap pipi itu terlalu kuat akan membuat pipi itu hancur dan pecah.

"Tidak mau memaafkan ku?"

"Kamu nggak akan mengulangi itu, kan?"

Elang mengangguk tanpa ragu.

"Kamu mau berjanji?"

"Hmm," Gumamnya dibarengi anggukan kepala tegas. "Aku janji, aku tidak akan mengulangi-"

"Bukan." Gelang Evelia cepat.

"Apa?"

"Aku ingin kamu berjanji, kamu akan menegurku, memarahiku atau bahkan melarang ku jika aku melakukan kesalahan dan bersikap berlebihan. Bukan malah menghindari ku seperti kemarin."

Akan'kah Badai Berlalu? (Sekat Tak Berjarak) SELESAI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang