Bab 20

1.7K 69 6
                                    


Sebagian bab di hapus...

Tersedia versi karyakarsa juga ebook..

***


Elang hanya diam menatap dua wanita berbeda usia yang terlihat begitu bahagia.

Perhatian sama sekali tidak berpindah sejak beberapa menit yang lalu. Sejak mertuanya, Mona, menarik Evelia untuk mengikutinya ke meja makan.

Menikmati makanan yang sudah dia siapkan untuk menyambut kedatangan istrinya itu.

Evelia, jangan tanya bagaimana ekspresi wajah wanita itu. Dia terlihat begitu sangat menikmati sambutan wanita yang memperkenalkan dirinya sebagai mamanya itu. Yang dengan mudahnya ia panggil mama tanpa ragu sedikitpun.

Semua itu semakin membuat Elang merasa sakit luar biasa. Melihat bagaimana Evelia tertawa, menimpali obrolan Mona dengan wajah bahagia. Membuat dia tertampar keras. Dia bahkan tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya jika suatu saat nanti Evelia ingat semuanya. Akankah dia marah? Benci? Atau pergi dari Elang dan keluarganya atas apa yang ia lakukan saat ini?

Terlalu banyak rasa sakit yang wanita itu terima selama ini. Dan Elang pun yakin, jika sampai wanita itu ingat semuanya, dia tidak yakin bisa jujur hingga menambah rasa sakit wanita itu lebih banyak lagi.

Mengepalkan tangannya erat, Elang melangkah mundur. Menjauh dari dua wanita yang masih asik dengan obrolannya tanpa menyadari kehadirannya.

***

Selama dia terbangun dari rumah sakit, hingga sekarang-Evelia belum pernah merasakan perasaan sebahagia ini. Dia benar-benar sangat bahagia-hingga rasa-rasanya dunia berada di dalam genggamannya.

Wanita yang sedari tadi membahasakan dirinya dengan sebutan mama benar-benar membuat Evelia merasa nyaman dan tenang.

Dia bahkan tidak berhenti tertawa lantaran obrolan mereka. Membahas apa pun yang membuat Evelia bisa langsung nyambung dan mengerti.

"Bagaimana, enak kan masakan mama?"

Evelia mengangguk tanpa ragu. Tangannya tidak berhenti menyuapkan makanan yang benar-benar pas di lidahnya.

"Ini enak." Ucapnya lagi. Membuat Mona kian tersenyum senang dan mata berkaca-kaca.

Dia belum pernah melihat Evelia yang seperti sekarang. Dia ... Layaknya lebih bebas dan juga hidup. Tidak ada wajah tertekan atau penuh beban. Semua seakan bebas dan lepas.

"Kamu harus makan yang banyak, Lia. Semua ini mama siapkan khusus untuk mu."

"Ya, terima kasih, Ma." Ucap Evelia tanpa ragu.

Mona mengangguk penuh haru. Mengusap punggung Evelia penuh sayang. Ia sangat bahagia melihat bagaimana wanita yang selama ini sudah ia anggap seperti putrinya sendiri hidup dengan sangat baik. 

"Mama senang kalau kamu masih menyukai masakan mama."

"Ini sangat enak, Ma."

Mona mengangguk setuju. "Ya, semua ini adalah masakan favorit kamu dulu. Kamu dan Erland sangat menyukai masakan ini dulu."

Kunyahan Evelia melambat, kepalanya menoleh ke arah Mona dengan wajah penasaran. "Erland?" Ulangnya. Membuat Mona seketika terdiam dengan wajah kaku. Ia baru tersadar jika apa yang ia katakan barusan adalah sesuatu yang tak seharusnya keluar. Ia sudah berjanji pada Elang.

"Erland... Itu, siapa, ma?"

"E-erland?" Ulang Mona.

Evelia mengangguk. "Iya, tadi mama menyebut nama Erland kan?" Menolehkan kepalanya. Evelia menatap sekeliling.

Akan'kah Badai Berlalu? (Sekat Tak Berjarak) SELESAI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang