08. Progres Gagal

239 37 28
                                    

༚༅༚˳✿˳༚༅༚

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

༚༅༚˳✿˳༚༅༚



Faeza yang hanya seorang diri di rumah Erlangga, bingung harus melakukan apa untuk mengusir rasa bosannya. Hanya duduk di sofa dengan TV yang menyala, sama sekali tidak bisa membuatnya nyaman dalam menikmati waktu luang. Melihat petak rumah yang sebesar ini, seakan-akan dejavu menghampiri. Tidak ingin berpikir berlebihan, dia menggelengkan kepalanya brutal. Dari pada mati kebosanan, lebih baik dia istirahat saja di kamar. Ingin jalan-jalan pun, dia tidak tahu harus pergi ke mana, dengan apa, dan sama siapa.

Sampai di kamar Erlangga, sejenak dirinya termangu. Rasa penasarannya yang bersarang, kini kembali menyerang. Sosok mantan suami Erlangga, dia benar-benar masih ingin banyak mengetahuinya.

Kakinya kembali melangkah keluar. Di lantai dua ini, terdapat tiga kamar jika dihitung dari jumlah pintunya, dan ketiganya itu berjajar-jajar. Yang di paling ujung, tentu saja kamar milik Erlangga, ukurannya pun yang paling luas sendiri dari dua yang lainnya. Lalu yang di tengah itu kamar Qiara, dan yang paling dekat dengan tangga, kamar siapa? Tapi sepertinya, dia mengetahuinya. Tapi, entah lah, dia sendiri masih kurang meyakininya.

Dirinya masuk ke kamar Qiara, yang untungnya tidak terkunci. Dia menggeledah ke sana sini, mencari sesuatu yang sekiranya berhubungan dengan mantan suami Erlangga, tentunya selain pigura foto yang tadi pagi ditunjukkan Qiara. Tapi, nyatanya nihil. Dia tidak menemukan apa-apa lagi. Akhirnya dia memutuskan untuk kembali keluar. Dia tidak akan mencari ke kamar Erlangga, karena dia yakin pasti tidak akan menemukan apa-apa juga di sana.

Iseng-iseng, dia mencoba membuka kamar yang paling dekat dengan tangga, dan ternyata pintunya tidak terkunci juga. Membukanya sedikit lebar untuk dirinya masuk, tapi malah dejavu lagi yang menyapanya. Kembali menggelengkan kepalanya brutal, sama sekali tidak ingin mengindahkannya, dirinya harus bangkit segera.

Kamar itu terlihat rapi, seprei juga masih terlihat baru, seperti lama tidak ada yang meniduri. Dia melangkah menuju etalase yang berisi banyak miniatur pajangan di dalamnya. Di atas etalase itu, terdapat empat buah pigura foto 10R berjajar-jajar yang bentuknya sama. Foto Erlangga waktu wisuda, foto Anggara waktu wisuda juga, terus ada foto ... seseorang yang kemungkinan berhubungan dengan Erlangga, namun hanya memakai pakaian formal biasa, dan terakhir ada foto mereka bertiga yang nampak berbahagia dengan senyuman lebar mereka. Di nakas sedang di sebelahnya, ada tumpukan tiga album foto yang satunya beda sendiri ukurannya. Dia membawa semua album itu, lalu duduk di sofa yang tak jauh dari tempatnya sebelumnya.

Dari album foto yang ukurannya paling kecil, dia membukanya dan memulai melihatnya. Lagi-lagi ada foto Erlangga saat masih remaja cukup dewasa, dilanjut dengan foto Anggara, dan dilanjut lagi dengan foto seseorang yang seperti di pigura tadi. Dilanjutkan lagi dengan foto Anggara bersama banyak cewek yang berbeda-beda, kemudian ada foto seseorang tadi bersama cowok yang terlihat sangat mirip dengannya, yang kemungkinan besar adalah sosok Vaza, sosok yang pernah dirinya dengar namanya saat Erlangga dan Anggara yang memanggilnya di pertemuan pertama kali mereka. Tidak ingin terlarut dengan sosok itu, akhirnya dia kembali membalik albumnya dan lagi-lagi mendapati foto Anggara bersama banyak cewek yang berbeda-beda dari sebelumnya. Dan akhirnya, dia melihat foto Erlangga bersama





Us, againTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang