15. Jujur

70 9 37
                                    

༚༅༚˳✿˳༚༅༚

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

༚༅༚˳✿˳༚༅༚


Pagi ini Faeza bangun cukup telat dari biasanya, mungkin efek begadang semalam yang menunggu Erlangga pulang dari rumah sakit. Padahal biasanya dia yang bangun pertama kali untuknya menyiapkan sarapan dua sosok yang dia sayang. Namun kali ini, malah si kecil yang terbangun duluan.

"Papa, bangun!" titah Qiara yang mengganggu tidur Anggara dengan menusuk-nusuk pipinya. "Papa Galaaaa, ayo bangun ihh!" kesalnya saat sang Papa hanya menggeliat kecil dan merubah posisi tidurnya menjadi miring membelakanginya. Dia yang kepalang kesal pun menepuk pipi Papanya.

Sedikit merasakan sakit di pipinya, Anggara akhirnya membuka mata. "Apa sih sayang, apa?" tanyanya lembut sembari mengusak surai berantakan putrinya. "Papa masih ngantuk nih, Papa bobo lagi ya, bentaran aja kok."

"Teselah Papa lah!" respons Qiara yang masih mengkesal, dia turun dan bergegas keluar menuju dapur, menghampiri Mommy-nya yang biasanya menyiapkan susu untuknya.

Melihat dapur yang masih kosong, Qiara langsung berlari kecil kembali naik ke lantai atas, melihat Papanya yang kembali tidur, diapun mendengus. Dia lanjut berjalan, mencoba membuka pintu kamar Daddy-nya yang ternyata tidak terkunci. Sedikit mengintip, namun akhirnya dia masuk juga, melihat Daddy dan Mommy-nya yang masih terlelap, diapun mencebik kesal. Naik ke kasur untuk memukul perut Daddy-nya sebagai pelampiasan, namun urung dia lakukan. Dia malah ikut berbaring di tengah-tengah antara Daddy dan Mommy-nya, ingin merasakan hal yang pastinya belum pernah dia rasakan sebelumnya.

Qiara berbaring miring menghadap Faeza, ingin sekali dia memeluknya, namun Mommy-nya terlihat damai dalam tidurnya, dia sungkan untuk mengganggunya. Akhirnya dia berbalik, memeluk erat pinggang Daddy-nya tanpa memikirkan dan mencemaskan apapun. Tapi jika dia pikir-pikir lagi, diapun rindu tidur bersama dan dalam pelukan Daddy-nya seperti ini, karena semenjak dia bersekolah, Daddy-nya langsung membuatkannya kamar sendiri.

Erlangga merasa tidurnya terganggu akibat ulah putrinya yang terus saja mendusal. Mata beratnya ia paksaan terbuka, putrinya yang bersalah itu sudah senyum cengengesan menatapnya. "Qia ngapain ada di sini, hm? Jangan gangg—" tanyanya mengeluh dengan suara khas bangun tidurnya, namun putrinya malah membekap mulutnya.

"Qia kangen Daddy, Qia pengen bobok dipeluk Daddy sama Mommy." ucap Qiara lirih, setengah berbisik.

"Ya udah, Qia geser deketan sama Mommy, peluk Mommy." titahnya tanpa berpikir panjang, karena masih ada sisa rasa kantuk yang bersarang. Setelah putrinya bergeser dan memeluk Faeza, diapun ikut serta bergeser dan memeluk keduanya, membuat si kecil tersenyum bahagia dengan memejamkan matanya menikmati kehangatan dari Daddy dan Mommy-nya.

Faeza tentu terusik, dia terbangun dan terkejut mendapati tangan Erlangga yang melingkar di perutnya, bersebelahan dengan tangan kecil Qiara yang juga ikut memeluknya. Memang ini sebagian dari impiannya, namun dia merasa seakan-akan belum siap menjalaninya. Ada rasa ingin, ada juga rasa takut dan sungkan, yang akhirnya membuatnya bimbang seperti sekarang.

Us, againTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang