16. Oh, ternyata

60 7 53
                                    

༚༅༚˳✿˳༚༅༚

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

༚༅༚˳✿˳༚༅༚



"Anterin gue ke rumah Elang."

Junan berjengit mendengar permintaan itu. "Ngapain Kak?" begitu tanyanya, karena memang ini termasuk permintaan yang bisa terbilang langka, karena semenjak paska kecelakaan beruntun kala itu, Yudhistira tidak pernah mau diajak pergi keluar meski hanya sebentar, terkecuali untuk kepentingannya yang harus check up maupun terapi.

Meski tak bisa melihat, Yudhistira menoleh ke arah Junan yang didengar suaranya. "Gak ngapa-ngapain, cuma pengen ngerti keadaan dia, kan udah lama dia gak mampir ke rumah."

"Tapi ini beneran, Kak Yudha pengen ke rumah Kak Elang?" tanya Junan meyakinkan. "Gue bisa tel—"

"Iya Jun, beneran."

"Oke." Junan merespons yang tetap disertai anggukan. "Mau sekarang?"

"Iya, sekarang aja." pinta Yudhistira.

Junan mengangguk sekali lagi biarpun percuma. "Tapi, ntar kalo gue tinggal bentar gak papa kan Kak? Gue ada penting sama Kak Yoshua soalnya."

"Gak papa."



··☘··



"Papa ndak pulang?" tanya Qiara saat mendapati Anggara yang bersantai menikmati tayangan berita di televisi, bahkan Papanya itu belum mandi.

Anggara menoleh sejenak, "Nanti." balasnya singkat yang kembali fokus dengan sajian berita.

"Papa mau nemenin Mommy ya?"

Anggara berjengit, kini dia benar-benar menoleh ke putri sahabatnya. Lalu dia menggeleng,  "Ya gak lah, sayang. Papa kan juga masih ada kerjaan."

"Ini hali minggu, Pap. Papa keljanya kan libul. Papa di sini aja temenin Mommy ya?"

"Ya Papa libur kan buat nemenin Qia main, lha Qia di rumah Daddy, ya Papa kerja dong." balasnya seraya mencubit pipi Qiara yang mengembung merengut.

"Ya udah deh, bialin Mommy sendilian di lumah." respons Qiara sedikit kesal. "Tolong sisilin Qia ya Pap, kamalnya Daddy masih dikunci, Qia ndak bisa masuk." pintanya sembari menyerahkan sisir yang sedari tadi dia pegang.

Tanpa menjawab, Anggara menyisir rambut putri sahabatnya. Dia diam karena sibuk berpikir, memikirkan kedekatan sahabatnya dan Faeza yang sudah sampai di tahapan mana. Apa memang sudah sedekat itu, sampai-sampai kamarnya saja harus dikunci? Padahal sebelum-sebelumnya, Erlangga tidak pernah melakukan itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 26 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Us, againTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang