Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
༚༅༚˳✿˳༚༅༚
Dengan pikiran yang masih dipenuhi akan bagaimana keadaan Arjian, Erlangga pulang dengan perasaan yang mengganjal. Melangkah dan membuka pintu rumahnya saja, dia seakan-akan merasa tak bertenaga. Ingin sekali dia menemani kekasih lamanya, tapi posisinya sekarang tidak mendukung sama sekali. Dia hanya orang asing bagi Arjian, dia sudah tidak dikenali lagi, dia sudah terlupakan dari ingatannya. Pun, sekarang sudah ada sosok lain yang paling berhak atas Arjian sepenuhnya. Sudah sepantasnya dia mengikhlaskan dan turut melupakan masa lalunya.
"Kak?"
Mendengar panggilan itu, Erlangga tersadar akan keberadaan Faeza yang menunggunya di sofa ruang tengah rumahnya. Dengan segera dia mengulas senyum, sama sekali tidak ingin jika Faeza tahu dan menyadari akan pikiran gundahnya. "Kenapa belum tidur, hm? Gimana Qia tadi?" tanyanya sebagai pengalihan, dia menghampiri Faeza dan mengusap lembut pipinya.
Faeza menatap Erlangga ragu, dia mengambil tangan pacarnya dari pipinya dan menggenggamnya. "Gak bisa tidur, kepikiran kamu yang lama gak pulang-pulang."
Erlangga menarik tangannya dari genggaman Faeza, lalu beralih memeluknya. "Maaf, udah bikin kamu khawatir."
Gelengan samar Faeza berikan setelah melepas pelukan. "Qia udah tidur kok, dari jam sembilanan tadi." ucapnya membalas pertanyaan Erlangga yang tadi belum dirinya jawab. "Mau aku ambilin minum gak?" tawarnya setelahnya.
"Gak usah, kamu tidur aja. Aku bisa ambil sendiri nanti." tolak Erlangga.
"Mau duduk bentar gak, ada yang mau aku tanyain." tawar Faeza sekali lagi. Paska video call dengan Arjuan tadi, pikiran dan perasaannya menjadi tak enak. Seakan-akan ada rasa bersalah yang menggerogoti hati. Menjadikannya bimbang dengan hubungannya bersama Erlangga saat ini.
"Nanya apa, hm? Tanyain aja, aku bakalan jawab." respons Erlangga seraya menarik lengan Faeza supaya ikut duduk di sebelahnya.
"Hubungan kamu sama Jian, gak cuma sebatas teman kan?"
Erlangga mengerutkan dahinya bingung. "Bentar, dari mana kamu bisa tau kalo namanya Jian? Bukannya tadi mereka gak ngenalin nama mereka ke kamu?"
"Qia tadi cerita banyak sebelum tidur." balas Faeza santai, toh dia tidak berbohong. Tadi Qiara memang cerita panjang dengannya, awal mereka yang bertemu di Bandara bersama Anggara, lalu bertemu lagi di Cafe saat makan siang juga bersama Anggara, dan terakhir kalinya yang barusan tadi. "Bener kan, kalian gak cuma sekadar teman biasa? Kalo cuma temen, kamu pastinya gak akan sepanik dan gak akan sekhawatir itu." lanjutnya lagi bertanya.
Erlangga membuang napasnya samar dan panjang. Sebenarnya, dia ingin merahasiakan masa lalunya terhadap Faeza. Tapi jika Faeza sudah curiga seperti ini, tidak ada gunanya lagi dia tetap menutup mulut. "Jujur, dia emang kekasih lamaku. Dia yang dibilang Qia pacarku yang hilang, yang bakal jadi Mommy sambungnya dia, tapi Qia nya malah salah paham, dia ngiranya kamu itu dia." jelasnya jujur apa adanya.