"Naka!"
"Nakama!"
"WOY NJING!"
Naka menoleh setelah mendengar umpatan tidak beradab yang ditujukan untuknya. Ia berhenti di tengah koridor, menunggu Zaki menghampiri.
"Dipanggil anjing baru noleh lu, budek." Ucap Zaki ngos-ngosan. Lagian mana Naka denger, kalau Zaki manggilnya dari ujung koridor.
"Kalo lo cuma mau ngata-ngatain gue, mending enyah aja lo." Sahut Naka.
Zaki terkekeh, membuat matanya yang memang sudah minimalis menjadi terlihat segaris. Zaki tahu Naka sekarang lagi di mode low battery. Terbukti sejak bel pulang sekolah berbunyi tadi Naka berjalan sambil menyeret langkah lemas. Pertandingan basket di jam istirahat terakhir tadi menguras tenaganya. Mana kalah lagi.
"Santai, bray. Muka lo jelek banget persis kaya mamang angkot tengah hari."
Naka berdecak sebal. Ayolah, dirinya terlampau lelah untuk meladeni lawakan garing Zaki. "Lo kenapa manggil gue?"
"Kamu nanyaek? Kamu bertanyae-tanyaekk?" Sungut Zaki memperagakan trend yang baru-baru ini melanda Indonesia.
Andai saja Naka sedang berada di mood lebih baik, pasti dia bakal jawab 'kamu tercandu-candu dengan suaraku'. Tapi berhubung tenaganya belum tercharger, yang Naka lakukan adalah menampol wajah menyebalkan Zaki. Benci banget dia liat Zaki monyong-monyong.
"Mending lo buruan pergi sebelum gue tonjok beneran."
Zaki meringis, mengusap hidung mancungnya yang nyeri terkena tampolan Naka. Adalah kesalahan besar menggoda Naka disaat mood cowo itu anjlok.
"Iye iye, lu mah gak asik. Gue cuma mau nanya, liat April gak?"
Alis tebal Naka semakin menukik mendengar pertanyaan Zaki. "Buat apa lo nanyain April segala?!" Tanyanya ketus.
"Mau ajak pulang bareng."
Ohh tidak bisa, Naka mana pernah mengizinkan orang lain pulang bersama April. Ingat jok belakang motor Naka hanya boleh terisi April saat berangkat dan pulang sekolah.
"Apaan gak boleh! April pulang bareng gue!"
Zaki memutar bola mata jengah, sudah tidak heran lagi dengan sifat posesif Naka yang berlebihan. Kalau sudah menyangkut April, Naka akan berubah menyebalkan.
"Dihh emang lo siapanya April? Dia berhak pulang sama siapa aja." Balas Zaki.
Tertampar fakta. Naka seketika bungkam. Dia bukan siapa-siapanya April. Tapi tetap saja hatinya tidak akan semudah itu membiarkan sahabat perempuannya dibonceng orang lain. Membayangkan April bersenda gurau dengan tangan melingkar di pinggang Zaki, membuat Naka seketika panas.
"Yaa gak boleh aja. Pokoknya April pulang sama gue!" Naka ngotot sambil menatap tajam Zaki.
"Kalian ngapain brantem disini?" Panjang umur, pelaku utama penyebab pertengkaran Naka dan Zaki muncul. April balas menatap cengo.
"Nah ini ada Aprilnya. Mending langsung kita tanya, April lo mau pulang bareng gue atau Naka?" Ucap Zaki.
Lah apaan. April bingung, dia baru datang tapi sudah disodorkan pertanyaan tidak masuk akal. "Maksudnya?"
"Gue mau ngajak pulang bareng, sekalian nyobain seblak yang di dekat perempatan. Baru buka tapi katanya enak." Zaki tersenyum penuh kemenangan. Dia tahu cewe yang satu ini gila makanan pedas. Karena Naka jelas tidak akan membiarkannya pulang bersama April, Zaki harus mencari cara lain, termasuk menyogok April dengan makanan kesukaannya.
Wajah April seketika sumringah, dengan cepat ia mengangguk setuju untuk pulang bersama Zaki.
Naka yang melihat itu mendengus kesal. "Gak nyangka gue, disogok seblak aja lo langsung luluh," sungutnya.
"Apasih lo tuh gak diajak! Ayo Ki, kita berangkat." April buru-buru menarik tangan Zaki agar segera pergi.
Naka menatap kepergian kedua temannya itu tajam. Saking tajamnya, mungkin bisa melubangi punggung Zaki.
"Cemburu ye, bang?" Naka menoleh, disampingnya sudah ada Harsakha berdiri merangkul bahunya sambil mengemut lollipop yang setara tiga gelas susu.
"Makanya kalau suka tuh diperjuangkan, ini malah diem-diem bae. Diembat orang nangis nanti." Harsakha sengaja mengejek Naka. Greget dia tuh sama kegoblokan Naka dan April. Saling cemburu satu sama lain, tapi tidak ada yang sadar kalau mereka sama-sama saling menyukai.
Diantara tiga kembar sepupu April, Harsakha emang paling peka. Dari jaman bocil dia udah tahu, Naka menyukai April. Cuma cowo itu hanya gengsi, ragu akan perasaannya dan berakhir seperti ini. Sementara April, bagaimana ya Harsakha mendeskripsikannya. Kakak sepupunya itu tergolong manusia yang harus dibuka mata dan telinganya baru bisa sadar dengan sekitar.
"Dihh yakali gue suka sama mak lampir kaya April, amit-amit dah." Naka menggeleng kuat. Mustahil banget dia naksir April.
Harsakha cuma menatap Naka sambil memonyongkan mulut nyenyenye. Pegangan ucapan Harsakha, suatu saat Naka bakal menarik ucapannya itu.
"Iye dah, gitu aja terus. Ingat bang, jilat ludah sendiri kadang suka pahit loh, apalagi kalo udah nyesel." Harsakha menepuk bahu Naka sebelum pergi. "Gue nongkrong dulu, bang."
Sepeninggalan Harsakha, Naka jadi merenung. Benarkah dia menyukai April? Jadi perasaan aneh yang selalu menyelimutinya itu adalah rasa suka? Naka menggeleng kuat, itu tidak mungkin. Naka tidak menyukai April. Janji mereka tujuh tahun lalu adalah bukti hubungan mereka akan selalu menjadi sahabat.
Naka melangkah bergegas meninggalkan koridor. Membuang pikiran anehnya tentang April. Iya, mereka sahabat. Selamanya akan menjadi sahabat.
💌
"PAKET!!!"
Mata April yang sudah sayu hampir tertutup kembali terbuka lebar ketika suara kurir menembus pendengarannya. Secepat kilat dia menyambar dompet dan berlari menuju pintu.
"Makasih mas." Ucap April saat mas-mas kurir menyerahkan paketnya. Akhirnya satu set alat lukis incarannya sampai. April bahkan harus menabung dua bulan demi mendapatkan benda-benda itu.
Sebelum kembali masuk ke rumah, April melayangkan pandangan ke rumah Naka. Ada seseorang berdiri depan pintu rumah keluarga Abi Yahya. April memicingkan mata, berusaha menebak-nebak siapa gerangan perempuan itu.
"Kaya gak asing." Tiba-tiba ada suara berat disamping telinga April.
"Anj! Ziel ngagetin!" Seru April menoyor kepala Hazriel kesal. Harus banget gitu ngomongnya di telinga April, mana suara Hazriel kaya om-om.
"Ihh kakak diem dulu! Nanti ketahuan kita liatin cewe itu." Ucap Hazriel masih menatap ke arah rumah Naka.
Benar kata Hazriel, cewe yang berdiri di depan pintu rumah Naka terlihat tidak asing. April mencoba mengingat-ingat.
"Itu bukannya mantannya bang Naka ya, kak? Siapa namanya dulu? Andin? Nadine? Betadine?"
Seketika April langsung ingat. Benar. Cewe itu adalah mantannya Naka dua tahun lalu, saat mereka masih kelas sembilan. Cewe yang berhasil membuat seorang Nakama Sadewa galau berhari-hari, berbulan-bulan, bahkan mungkin hingga sekarang Naka masih belum bisa move on dari Nadine.
Mata April tidak lepas memperhatikan saat pintu rumah itu terbuka, menampilkan sosok Naka yang berdiri terpaku melihat sang mantan. April mengepalkan tangan kuat. Berani sekali cewe itu muncul di depan Naka setelah apa yang dia lakukan dulu.
Hazriel menatap April horor. Sumpah ekspresi kakak sepupunya ini seperti siap memakan orang lain. Mau Hazriel tegur tapi takut kena sembur.
Sementara itu di rumah sebelah, Naka tak tahu harus bereaksi apa menyambut tamu kali ini. Tersenyum? Alih-alih senyum, bibirnya malah kaku. Naka hanya menatap cewe di depannya itu datar tanpa ada niatan membuka suara terlebih dahulu.
"Apa kabar, Nakama?"
Sial, Naka benci saat-saat dimana dirinya tak mampu untuk berbuat jahat, bahkan sekedar mengusir cewe yang menyakiti hatinya dulu.
💌
To be continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
Friend to Love || Jaemrina ✓
FanfictionGara-gara perjanjian konyol tujuh tahun lalu, keduanya terpaksa memendam perasaan masing-masing. Perjanjian untuk tidak saling menyukai sampai kapanpun. Apalah daya, manusia berencana, akan tetapi takdir terus berjalan sebagaimana semestinya. Nakama...