April melangkah sejauh mungkin. Pokoknya dia pengen jauh-jauh dulu dari rumah. Kepalanya terasa penuh dengan rasa bersalah. Iya, April merasa bersalah karena telah membentak ayah. April sadar ayah melakukan itu karena kesalahannya yang abai dengan Jio. Tapi, April juga tidak bisa memungkiri, ia kecewa pada ayah yang dengan tega merobek lukisannya.
Kaki jenjangnya berhenti di depan lapangan komplek sebelah. April tidak sadar sudah berjalan sejauh ini. Sejenak April menyeka pipinya yang basah, sepanjang jalan ia terus menangis tanpa suara. April berjalan pelan mendekati bangku di pinggir lapangan. Ia duduk disana, menangkupkan wajah dibalik telapak tangan kembali terisak.
Sejujurnya April lelah. Ia ingin memberontak tapi tidak memiliki nyali. Setengah hatinya berbisik agar bertahan, di lain sisi hatinya juga menyuruh agar berhenti. Apa salahnya ia suka melukis? April banyak menahan diri agar adik-adiknya lebih didahulukan. April sering mengalah, membiarkan dirinya iri walau hanya sampai di hati. April tidak pernah meminta lebih, baik materi maupun kasih sayang. Lantas, kenapa saat ia melakukan kesalahan seakan itu benar-benar tidak termaafkan.
Dingin menyelimuti malam. April masih terisak dibalik telapak tangannya. Namun, sesaat kemudian ia merasa sesuatu yang hangat mendekapnya. Benar-benar hangat dan nyaman. April menurunkan tangan dari wajahnya. Senyum lebar Martin yang pertamakali ia lihat.
"Gue pikir yang nangis tadi kunti, ternyata ada princess lagi sedih," guraunya melepas dekapan dan mengacak rambut April pelan.
"Are you okay?" Tanya Martin beranjak duduk disamping April.
"I'm not okay." Balas April lirih. Kepalanya tertunduk dalam.
Martin menghela napas, meraih dagu April agar mendongak menatapnya. Dapat ia lihat wajah sembab gadis itu dengan bekas airmata masih terlihat di pipinya. Martin tidak tahu masalah apa yang telah menimpa April, tapi ia paham sepertinya gadis itu tengah mengalami hal buruk.
"You are not alone. Menangislah jika itu masih menyesakkan. Bahu gue ada kalo lo butuh sandaran."
April tidak tahu bagaimana ceritanya ia bisa sepenuhnya percaya pada Martin. Pelukan cowo itu sangat hangat dan berhasil membuatnya nyaman. April mengeratkan kedua tangannya di pinggang Martin, berusaha meraup lebih banyak kehangatan yang cowo itu miliki.
Sementara itu, tak jauh dari sana, Naka mengepalkan tangan kuat. Dadanya sesak tak henti-henti bergemuruh. Dengan cepat ia berbalik, mengambil seribu langkah menjauh.
💌
Setelah ngedrama dengan berbagai alasan akhirnya Martin membiarkan April pulang sendiri. Cewe itu buru-buru pulang mengingat jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Duhh bablas deh. Bisa habis dia pulang ke rumah semalam ini.
Sampai di pertigaan sebelum belokan menuju rumah, tiba-tiba April dikagetkan dengan seseorang yang menarik tangannya. April hampir menjerit kalau saja si penarik tangannya itu tidak berinisiatif membekap mulutnya.
"Nana?!" Seru April. Jantung April nyaris merosot takut diculik, ternyata yang menariknya tadi adalah Naka. Cowo itu menyengir lebar tanpa merasa bersalah.
"Lo ngapain disini?" April bertanya lagi. Untuk apa Naka keluar malam-malam, berdiri dibawah tiang lampu pertigaan.
"Nungguin lo," jawabnya sambil mengangkat kresek berisi seblak kesukaan April. "Makan yuk di pos ronda. Lama kita gak nongki disitu."
"Tapi-"
"Gue udah bilang bunda kok, lo malam ini nginep di rumah gue. Ayo! Keburu seblaknya dingin nih." Tanpa menunggu jawaban dari April, Naka menarik tangan cewe itu agar mengikuti langkahnya menuju pos ronda yang terletak tak jauh dari pertigaan jalan itu.
Pos ronda yang dituju Naka dan April itu terletak disamping lapangan komplek. Dulu pas masih bocil mereka suka main disitu. Main masak-masak, main Uno, main Barbie, dan sebagainya. Pos ronda itu penuh kenangan.
Tak lama kemudian mereka sampai di pos ronda. Keduanya langsung mengatur posisi duduk bersila siap dengan bungkusan masing-masing. April hanya diam menatap Naka yang telaten membukakan seblak kesukaannya. Selesai dengan seblak, cowo itu lantas membuka bungkusan miliknya sendiri yang berisi Indomie telor. Naka mah mana tahan makanan pedas.
"Tunggu apalagi? Makan!" Suruh Naka mengernyit heran melihat April yang malah menatapnya dalam.
"Lo udah tau, kan?" Ucap April to the point. Ia tahu Naka melakukan ini semua bukan tanpa alasan.
Naka menghela napas," iya, gue tau." Gue tahu, Mei. Bahkan gue tahu lo ketemu Martin tadi, batin Naka.
"Udah, gak usah dipikirin. Ayah lo cuma lagi emosi, makanya kelepasan. Lo sendiri pernah bilang bapak lo itu walaupun gila sempurna tapi tetep orang yang berharga buat lo. Makan tuh seblaknya! Gue beliin yang paling pedes. Untuk malam ini lo bebas makan yang pedes-pedes, tapi malam ini doang. Besok-besok tetep harus dikurangi. Ntar lambung lo bermasalah lagi gue yang susah." Ucap Naka setelah tidak melihat reaksi apapun dari April.
April tersenyum tipis, entah kenapa rasanya senang mendengar omelan Naka yang cerewet.
"Lo itu kalo khawatir, langsung bilang aja kenapa sih?!" Goda April. Ia menyendok seblak di depannya. Emang Naka paling tahu soal selera makanan April.
"Dihh jamet kek lo ngapain dikhawatirkan. Najis banget." Ucap Naka tidak terima.
Malam itu dibawah cahaya bulan yang terang, April tertawa lebar membalas ucapan Naka. Naka tersenyum, niatnya berhasil menghibur April. Biarlah jika Martin bisa memberikan kehangatan untuk April, maka Naka pun bisa membuat senyum lebar terukir di wajah gadis itu.
💌
Sudah pukul setengah dua belas malam. Naka memperbaiki posisi jaketnya yang dikenakan April. Cewe itu akhirnya jatuh tertidur di pundak Naka setelah bercerita panjang lebar. Naka sama sekali tidak keberatan pundak sebelah kanannya pegal bukan main menahan berat April. Melihat gadis itu tertidur lelap dengan wajah yang masih sembab membuatnya lega.
Naka memperbaiki rambut April yang menutupi wajah. Ditatapnya seksama wajah yang telah menemaninya hampir sepanjang hidup. Wajah mungil putih bersih, dengan hidung mancung terpahat sempurna. Wajah yang kadang membuat Naka kesal, tapi saat tidak melihatnya Naka akan sangat rindu. Naka berharap agar wajah yang ia tatap sekarang selalu bahagia, menjadi matahari bagi orang-orang disekitarnya. Karena saat April-nya redup, seluruh hari Naka akan gelap.
Ting
Sebuah dering pesan terdengar dari ponselnya, ternyata ada pesan dari umi agar segera pulang. Naka segera membalas pesan umi, kemudian beralih menoleh lagi pada April yang masih terlelap.
Entah mendapat keberanian darimana, Naka memajukan wajahnya, mengecup puncak hidung April sekilas.
Gue gak mau kita berubah, Mei. Gue mau kita kaya gini aja. Selamanya...
💌
To be continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
Friend to Love || Jaemrina ✓
FanficGara-gara perjanjian konyol tujuh tahun lalu, keduanya terpaksa memendam perasaan masing-masing. Perjanjian untuk tidak saling menyukai sampai kapanpun. Apalah daya, manusia berencana, akan tetapi takdir terus berjalan sebagaimana semestinya. Nakama...