11. Bertengkar

326 58 5
                                    

Jadi anak pertama tuh tidak enak menurut April. Terlebih sudah jadi anak pertama, perempuan, cucu pertama, keponakan pertama pula. Ada banyak ekspektasi dan beban yang harus dipikul April sejak lahir di dunia ini. Dia harapan pertama dan teladan bagi adik-adiknya. Segala sesuatu yang April lakukan harus terlihat baik agar adik-adiknya bisa mencontoh. Itu yang selalu diajarkan ayah padanya.

Tapi gimana ya, April tidak akan selamanya sempurna. Tuntutan dari keluarganya sering membuat April frustasi. Mau melakukan sesuatu saja dia harus mikir-mikir dulu. Ini baik atau tidak ya? Kalau April lakukan ini, apakah adik-adiknya juga akan mengikuti? Kalau April begini dan ternyata salah gimana ya? Kebanyakan mikir dan berakhir April harus memendam keinginannya. Ayah bukanlah sosok yang lembut dan pengertian seperti abi Yahya atau pakde Purnomo. Ayah itu termasuk golongan keras. Makanya sampai sekarang, April rada segan dengan ayahnya sendiri. Lebih ke takut sih.

Terkadang April menginginkan sosok kakak, terutama kakak laki-laki. April kadang suka iri melihat teman-temannya memiliki kakak. Ada sosok yang melindungi, mengerti, dan mengayomi. Dan April menemukan sosok itu dalam diri Martin. Cowo blasteran Kanada yang kalau ngomong suka belibet itu sempurna mengisi imajinasi kakak laki-laki dalam benak April. Walaupun April berteman lama dengan Naka, tapi rasanya tetap berbeda. Jika bersama Naka, April merasa cowo itu lebih seperti adiknya. Mungkin karena April lahir lebih dulu, jadinya hierarki umur tetap ada.

Karena itulah saat Martin mengutarakan perasaannya, April bingung setengah mati. Selama ini April menganggap Martin seperti seorang adik kepada kakaknya. Tidak terbesit sedikitpun April menginginkan menjadi kekasih Martin. April hanya takut tidak bisa menatap Martin sebagai laki-laki tanpa bayangan sosok kakak.

"April." Suara berat seseorang membuyarkan lamunan April. Ia menoleh, Martin sudah ada disampingnya sambil tersenyum lebar. Duhh bule Kanada ini benar-benar mengusik hatinya.

"Ehh iya kak." April tidak tahu harus berekspresi seperti apa. Setelah pembicaraan intensnya dengan Martin beberapa hari yang lalu, jujur April merasa canggung.

Martin yang merasakan kecanggungan itu menghela napas. Sedikit menyesal karena telah mengungkapkan perasaannya. Hubungannya dengan April pasti tidak akan seperti dulu lagi. Entah diterima atau tidak, semuanya pasti akan berubah.

"April, soal itu jangan terlalu dipikirin. Lo gak perlu jawab sekarang. Gue bakal nunggu kok, apapun jawaban lo, gue terima." Kata Martin.

Mendengar itu, April malah makin tidak enak. Aduhh seumur hidup, April tuh belum pernah pacaran. Jadi, saat menghadapi situasi seperti ini, April benar-benar bingung.

"Iya kak. Gue masuk kelas dulu ya, kak." Buru-buru April mempercepat langkahnya menuju kelas. Kebetulan sekali bel tanda masuk kelas berbunyi disaat April berada dipuncak kebingungannya menghadapi Martin.

💌

Oles sana, oles sini. Tangan April lincah bergerak menyapu permukaan kanvas, melukis sambil bersenandung. Dua minggu yang lalu April mendaftarkan diri ikut lomba melukis tingkat kota. Makanya April rajin berlatih, bersiap menyambut momen yang ditunggu-tunggunya.

"April, bunda titip Jio sebentar ya. Bunda sama ayah mau ke supermarket depan." Suara nyaring bunda terdengar.

"Iya, bunda." April mengangguk, segera membawa turun peralatan melukisnya kebawah.

April melongok memperhatikan Jio yang sedang asyik bermain bersama Salli di ruang tamu. Baiklah, sepertinya aman. April duduk di sofa, kembali melanjutkan lukisannya yang sempat terhenti.

Disaat April tenggelam dalam kegiatannya, Jio dan Salli yang asyik bermain tadi mulai bangkit meninggalkan ruang tamu.

"Adek lapar?" Tanya Salli yang langsung dibalas anggukan oleh Jio.

Friend to Love || Jaemrina ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang