Anna tidak menyadari kedatangan Elijah yang sebenarnya sudah memarkirkan mobilnya tepat disamping miliknya sampai pria itu nelpon padanya.
"Halo–"
"Jangan ngelamun gitu, An."
"Eh? Gimana-gimana, mas? Udah dimana?" Tanya Anna berusaha memastikan karena ia sudah menunggu lewat dari 15 menitan.
"Coba nengok kanan." Dan wanita itu menolehkan kepalanya ke arah kanan dan melihat Elija melambaikan tangannya. Anna tanpa diminta, mematikan sambungan telepon dan keluar dari mobilnya.
Pantas saja wanita itu tidak menyadari keberadaan Elijah. Audi R8 –mobil yang dikendarai pria itu berbeda dengan yang selama ini pria pakai. Anna sih yakin pria itu pasti punya koleksi mobil lebih dari 2.
"New car eh?"
"Nggak kok. Ini biasanya yang gue pake juga."
Anna memandang pria itu menilai. "I'm not that rich, An. That rich sih, tapi nggak guna kalau beli semua mobil juga. Mau dipake kemana?" Terang Elijah panjang lebar yang mendapatkan senyum geli dari wanita yang sudah duduk dan memasang seat belt di samping itu."Well, who knows..." ucap wanita itu menggantung dan tanda tanya besar nampak jelas di wajah Elijah. Tidak berusaha memperjelas ucapan sebelumnya, Anna bertanya kepada pria itu untuk memastikan tujuan mereka masih sama, "Kedai Tjikini kan ya?"
Pria itu mengangguk dengan pasti sebagai jawaban. Audi R8 miliknya lalu beranjak dari B2 kawasan Pakubuwono View itu menuju Kedai Tjikini.
"Lo dari kapan di Jakarta, mas?"
"This morning."
"Really?" Anna terkejut memandangi pria itu. Iya sih, setelah diperhatikan lebih seksama terlihat jelas gurat lelah milik pria itu. "You must be tired. Harusnya istirahat aja, mas."
"I'm okay. Sumpek juga kalau tidur terus. Mumpung bisa jalan, ya, jalan aja." Anna menatap pria itu masih dengan raut terkejut. Karena kalau berada di posisi pria itu, tidur sudah pasti hal yang akan ia lakukan saat libur.
"We are so different ya."
"Different? How?" Tanya Elijah, sekilas menatap wanita itu. Hanya sekilas. Ia bukan orang gila yang tidak memperhatikan jalanan ketika menyetir. Sudah cukup banyak kejadian bodoh di jalanan karena pengemudi tidak fokus saat berkendara.
"Kalau di case gue, dapat libur walaupun cuman sehari itu udah surga banget sih. Dan gue bakal memilih untuk tidur, dibanding jalan sama temen atau hal lainnya diluar rumah. I bet Dok Kaleen also agree with me."
"Understood. Your job is very different from mine. Not to mention, kalian harus 'menyelamat'kan hidup orang lain. It is not easy. I've seen my mom."
"Ah, I forgot that your mom is also a doctor... Talking about that, I want to ask several questions," nada suara membuat perkataan tidak terdengar seperti perkataan biasa tapi pertanyaan. Sehingga Elijah menoleh padanya untuk memastikan itu.
"Yes, go ahead," kata pria itu ketika mendapatkan kepastian dari Anna yang entah sejak kapan menatapnya. Semacam mengawasinya.
"Were you lonely growing up?"
"Yes... I think I would be lying if I said I wasn't lonely back then. It was so lonely. Both of my parents their had jobs and were in the state of amazing careers. Note to that, what they were doing back then was the thing they love. Instead of their children, they had to choose their careers."
"Hm, I see. Jadi you and your siblings, lebih dekat sama nannies kalau gitu?" Elijah mengangguk.
"Why do you ask about that, may I know?"
"I'm planning to have children," terang Anna. Elijah hampir saja menginjak rem dengan tidak sengaja, untungnya pengendalian diri pria itu lebih baik daripada impulsifitasnya. Ia menoleh pada Anna dengan ekspresi yang tidak bisa ditebak, antara terkejut dan bingung.
"Not now dong mas." Menahan tawa gelinya ketika mendapatkan reaksi seperti itu dari Elijah.
"Gue pikir..."
"I'm ready yet. Dan nggak bakal buru-buru juga nyari pasangan. Cause I know, nggak semua orang bisa punya istri yang sibuk. Apalagi mayoritas, you know, society kita pengennya pihak wanita yang ngurusin anak. Tapi lo tau sendiri kan kalau gue mau tetap jadi dokter full time. Nah, makanya gue perlu persepsi dari lo yang pernah diposisi punya sosok ibu yang juga sibuk sebagai dokter. So I could learn from that."
"Wow. That's so considerate of you."
"Harus dong. We have to know that children, they don't ask to be born," Kata dengan nada serius sekaligus ada rasa prihatin didalamnya. "Their parents made them, whether it's love or not. Dan ketika lahir, kok bisa orang tua nggak memberikan mereka sesuatu yang diperlukan, instead they chase their dreams and ambitions or what you please to call. I'm not blaming anyone here, gue cuman pengen tegasin aja kalau kita udah memilih untuk punya anak sudah seharusnya kita memberikan apa yang mereka butuhkan. Karena yang mau mereka ada di dunia ini bukan mereka, it's never them, but the parents."
"Agree." Elijah can not help but to admit what she said. Beberapa saat dia sempat menahan napas terpukau dengan pemikiran wanita itu. Pasti banyak yang tidak setuju, tapi pada dasarnya apa yang Anna katakan itu terlalu benar.
Anak tidak pernah minta dilahirkan. Kenapa mereka terlahir ke dunia? Ya, karena keinginan kedua orang tuanya. Lalu, kenapa ada orang yang dengan sengaja membuang anaknya? atau orang tua yang dengan senangnya memilih karir dan membiarkan anak mereka tumbuh dengan kurangnya emotional support yang akhirnya berdampak pada anak ketika dewasa?
"You sounds more mature than your age by the way," ucap Elijah menoleh dan senyum pada wanita disampingnya itu. Kondisi kemacetan Jakarta, apalagi di lampu merah, memberikannya kesempatan untuk melakukan hal itu.
"I guess semua dokter kayaknya gini sih mas. Terutama dokter anak sama dokter kandungan. Dok Kaleen nggak sering ngobrolin hal ini?"
"We fight almost every time we meet. So, nggak ngobrolin topik serius. Recehan semua." As expected, this is what siblings do.
"Well, I do it with my brother too."
"Ah, so you have a brother?" Elijah jadi penasaran menanyakan hal ini. Cukup penasaran dengan kehidupan wanita itu. Ia belum tahu apa-apa tentangnya."Yes, I have one older brother. You? Selain Dok Kaleen?"
"Ah, I see. I have older brother, gue mid child dan Kaleen yang bungsu."
"Oh wow. So how is it like to be a mid child?"
Pembicaraan keduanya terus berlangsung dan semakin mengenal satu sama lain. Saking menikmatinya pembicaraan, perjalanan yang hampir 40 menit itu tidak terasa. Dan Akhirnya mobil Elijah terparkir sempurna di Menteng Huis. Sehingga mereka tinggal nyebrang menuju Kedai Tjikini.
"Are you okay?" Tanya Anna begitu mereka duduk di kursi yang ditunjukan oleh pelayanan. Elijah menoleh pada wanita itu dengan ekspresi bertanya 'Kenapa?'
"You're an introvert, right? If you find this too much. Just say to me ya, we can still eat in the car."
See, how Elijah said earlier. This woman is too considerate as a person. Maybe because she is a doctor.
"Ah, I'm okay kok. Easy. Thanks ya," kata Elijah padanya dengan senyuman paling tulus yang pernah ia berikan ke orang asing. Ia tidak pernah tahu bawah dimengerti adalah hal yang ia butuhkan selama ini.
![](https://img.wattpad.com/cover/285963218-288-k456562.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
GEVONDEN (COMPLETED on KaryaKarsa)
General Fiction[HANYA TERSEDIA 11 CHAPTER. SISANYA BISA DIBACA DI KARYAKARSA] "The entire universe conspired to help me find you." Sebelum bertemu dengan wanita itu, si perfeksionis Elijah William Macbain sudah sangat siap menghabiskan sisa hidupnya sendirian. An...