6

309 42 3
                                    

"Dek?"

Wonyoung terbangun dari lamunan sesaatnya. Benar, Ahn Yujin memiliki efek yang berbeda terhadap dirinya. Pun begitu, Wonyoung tetap tak mau terlalu memikirkannya. Benar-benar tak mau memikirkan Yujin dan kehadiran Yujin yang sedikit meresahkan dirinya. Sesuatu, meresahkan sesuatu dalam dirinya.

Merasa tak mendapat jawaban dari Wonyoung, Yujin pun mendekatkan jarak antara mereka. Melangkah sedikit lebih dekat, Yujin mencondongkan badannya ke arah Wonyoung.

"Hei, jadi TM bareng, kan?" tanya Yujin sembari menautkan kedua alisnya.

Yah, dan Wonyoung pun salah tingkah dibuatnya. Tak hanya Wonyoung, beberapa suara jeritan tertahan pun terdengar diserukan oleh teman-teman sekelasnya. Sang anggota cheers pun hanya berdeham sembari menundukkan kepalanya.

"Iya, jadi kok. Gue baru aja mau ke kelas lo, Kak. Ngga taunya Kak Yujin udah kesini duluan."

Yujin memiringkan kepalanya, "Kaget, gak?" Sedikit bingung akan tingkah kakak kelasnya, Wonyoung pun menjawab, "Karena lo disini, kak? Iya lah, kaget."

Sang ketua PRODS pun tertawa kecil, "Yaudah, dibiasain ya?"

"Hah? Dibiasain kaget?" Yujin seakan sesak nafas melihat raut wajah Wonyoung yang menggemaskan. Sepertinya, kini berada terlalu lama di dekat Wonyoung dan menyaksikan tingkah lakunya yang kelewat menggemaskan adalah ujian terberat untuk seorang Ahn Yujin.

Menahan rasa gemasnya, Yujin hanya bisa mengepalkan kedua tangannya yang ia tautkan dibelakang, "Biasain gue tiba-tiba di depan kelas lo."

Wonyoung? Kalah telak tak mampu menjawab Yujin. Sang ketua, merasa tak mendapatkan respon dari sang adek kelas, pun mulai merutuki dirinya. Bodoh, Yujin bodoh. Ia hanya berharap, perjalanan mereka siang itu tak akan terlalu canggung.

---

Technical Meeting telah usai, formulir serta rentetan dokumen perihal perlombaan telah tersimpan rapi dan erat dalam dekapan masing-masing, dan dua remaja jangkung itu kembali terjebak dalam keheningan. Yujin melajukan mobilnya dalam kecepatan normal, sembari sesekali melirik ke arah adik kelasnya yang terlihat lesu itu.

"Capek?" Wonyoung sontak memalingkan wajahnya menghadap Yujin, "Nggak kok, Kak."

Yujin mengangguk pelan, "Laper, kan?" sang adek kelas pun tersenyum sembari menganggukkan kepalanya pelan.

"Yaudah, makan dulu aja gimana sebelum gue anter balik? Rumah lo daerah mana?"

"E-eh, balik sekolah aja, Kak," Yujin mengerutkan dahinya, "Itu, ada latihan tambahan hari ini."

"Loh? Lo nggak dikasih ijin tuh? Kan TM?"

"Iyaa, dikasih tapi kan ini sempat masih sisa banyak waktu."

Gadis kelahiran 2003 itu termenung sesaat, "Yaudah, tapi makan dulu deh mendingan. Daripada lemes, kan mau latihan." Yujin melirik jam tangannya, "Makan kantin aja, deh, kalau gitu. Biar hemat waktu lo latihan."

Wonyoung kembali diam, Ia hanya bisa mengangguk mengikuti perkataan Yujin. Batinnya mulai kembali bersiap perang untuk menerka maksud bentuk perhatian yang Yujin berikan kepadanya. Dua kubu dalam batin Wonyoung masing-masing berpegang teguh pada argumennya. Satu berkata bahwa sang kakak kelas memang lah orang yang penuh perhatian terhadap orang sekitarnya. Pun di satu sisi berargumen bahwa perhatian tersebut bermakna lebih dan Wonyoung memenangkan argumen pertamanya.

"Mungkin emang sifatnya perhatian sama semua orang sekitarnya kali, ya? Dah, Iyain aja, Won." Itulah kesimpulan akhir yang Wonyoung putuskan perihal Ahn Yujin dan segala tingkah lakunya.

Kala batin Wonyoung tengah pergi berperang, Yujin juga tengah bergulat dengan dirinya sendiri. Ahn Yujin tak yakin dengan cara yang Ia lakukan dalam usahanya mendekatkan diri kepada Wonyoung. Tak berharap banyak, tak berharap lebih. Gadis itu hanya sekedar ingin menjadi teman terlebih dahulu dengan sang adik kelas. Masih ada keraguan dalam dirinya perihal konsep ketertarikan pada pandangan pertama yang Ia rasakan kira-kira tak sampai 36 jam yang lalu.

Tenggelam dalam pikiran mereka masing-masing, tak sadar mobil kini telah memasuki kawasan sekolah yang mulai sepi. Hanya tersisa murid-murid yang masih mengikuti ekstrakulikuler, beberapa anak OSIS yang tengah mendekor panggung untuk acara mendatang, juga segelintir anak-anak yang hanya belum ingin pulang.

Ahn Yujin dan Jang Wonyoung adalah satu kombinasi yang belum pernah diketahui para murid di SMA Perdana Bangsa, dan berjalannya mereka berdua memasuki lorong sekolah melewati Aula pun mengundang beberapa pandang mata. Termasuk anak-anak QUEENS yang tengah melakukan latihan.

"Kak, gue duluan ya, thanks udah nganterin balik ke sekolah," ucap Wonyoung sedikit terburu-buru hendak bergabung latihan QUEENS. Sejujurnya, Ia hanya tak enak dengan beberapa pandangan yang ditujukan kepadanya, kepada mereka berdua lebih tepatnya. Juga, Ia tak enak hati dengan anggota lainnya yang tengah berlatih.

Tepat sebelum Wonyoung berbalik meninggalkan Yujin, gadis kelas 11 itu menahan tangan sang adik kelas, "Eits," Wonyoung pun sontak kaget, "Kan lupa? Janjinya tadi makan dulu."

"Eh, tapi itu masih pada latihan anak-anak QUEENS, mau ijin juga ngga enak."

"Gampang," Yujin yang masih memegang pergelangan tangan Wonyoung pun sontak menariknya mendekati anak-anak QUEENS sembari berteriak memanggil Yuri, "YURI!"

Serentak latihan pun terhenti dan yang dipanggil pun membalikkan badan, "KAGET TAU GAK!" Yujin hanya tersenyum kecil, "Ini, anak lo kayaknya pingsan deh bentar lagi. Gue bawa dulu, ya? Gue balikin tepat waktu ntar."

"Yaelah, nggak usah balikin juga nggak apa," sebuah senyum jahil terlihat di kedua sudut bibir Yuri, "Won, Capt udah kasih ijin, kan?"

Wonyoung masih diam terpaku tepat di sebelah Yujin. Bohong jika Ia tak merasa sedikit senang dengan perhatian yang Yujin berikan. Tetapi, sebuah kebohongan juga jika Wonyoung tak merasa terbebani dengan ini semua.

Bagaimana tidak? Jika belum genap dua hari sejak mereka bertemu dan berkenalan, Wonyoung sudah merasa ada yang lebih dari Ahn Yujin. Wonyoung kembali mengingat tatapan-tatapan yang Yujin berikan, juga sikap hangatnya yang tak Ia temukan dalam cerita-cerita temannya. Ahn Yujin yang berdiri tepat di sebelahnya ini terasa dekat, dan Wonyoung tak ingin memahami perasaannya lebih lagi.

"Won? WONYOUNG!"

"E-eh, iya Kak Yuri?"

"Tuh, beneran mau pingsan kayaknya bentar lagi, Yur," seru Yujin sambil menahan tawanya, "Ntar kalau udah sehatan gue balikin sini. Duluan ye, Yur."

Yujin pun kembali menarik tangan Wonyoung menuju kantin, tak menghiraukan lagi teriakan Yuri yang mengancamnya untuk tidak macam-macam. Yah, mau macam-macam apa juga, batin Yujin. Saat mereka telah memasuki kantin, Wonyoung merasa jauh lebih lega. Interaksi kedekatannya dengan sang kakak kelas jelas mengundang berbagai macam pandangan.

Ada dua pasang mata yang menyiratkan kecurigaan; Bahiyyh dan Yeseo.

Juga sepasang mata dingin yang terus memandanginya sedari tadi.

Yah, Shin Yuna.

TEENSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang