"Laah, ini mah deket banget sama rumah gue," seru Yujin sedikit tak percaya ketika Wonyoung memberikan arahan rumahnya.
"Sumpah? Sedeket apa?"
"Lo tau perumahan seberang SMP 5?"
Wonyoung memekik kecil, "Bohong! Rumah gue juga di perumahan itu!" Mereka pun cukup takjub dengan informasi baru itu. Siapa yang menyangka pujaan hatinya itu hanya berjarak beberapa rumah darinya, batin Yujin.
Sesampainya di depan rumah Wonyoung, sang pengemudi memperhatikan dengan seksama, "Oalaaah, ternyata anaknya si Om yang sering siram taneman tiap sore."
Wonyoung terbahak-bahak, "Kok merhatiin banget?"
"Yaaa gimana enggak? Nih, kalau lagi lari sore, atau mau ke minimarket depan, atau tiap gue pulang sore lah, pasti ketemu deh."
Mereka berdua pun membahas bagaimana bisa mereka tak pernah bertemu walaupun tinggal di satu komplek perumahan kecil yang sama. Baik saat pulang sekolah mau pun berangkat, belum sekali pun mereka pernah bertemu. Memang belum lama sejak Wonyoung pindah ke perumahan itu, tapi dalam rentang 4 bulan, satu kali pun mereka tak pernah berpapasan.
"Rumah Kak Jin yang mana?"
Sang pengemudi pun menunjuk rumah paling ujung, "Itu nomor 8. Cuma jarak 4 rumah, lho."
Masih berlatar belakang mobil Yujin, mereka terjebak dalam keheningan sesaat. Yujin mulai menggaruk tengkuknya yang tak gatal, sejujurnya Ia ingin meminta nomor hp milik gadis di sebelahnya itu.
"Yaudah, thank you udah dianterin, Kak," Ujar Wonyoung memecah diam. Yujin hanya mengiyakan dan menyuruh adik kelasnya itu untuk santai saja. Segera Wonyoung melepaskan seatbeltnya dan beranjak dari kursi penumpang. Yujin pun gagal mendapatkan nomor hp sang pujaan hati, Ia pun lalu melajukan mobil ke arah rumahnya.
Sisa hari itu, Yujin menahan diri tidak membuka Instagramnya. Ia tidak mau terkesan terlalu intense dan membuat Wonyoung risih dengan pesannya yang tiada henti. Sang adik kelas pun tidak mengirimkan pesan apa pun dan Yujin sedikit kecewa.
Yujin menenggelamkan pikirannya pada buku di hadapannya. Laporan dan acara pertandingan besok tidak cukup memusingkan Yujin. Masih ada tugas matematika yang menantinya dengan setia.
Berjarak empat rumah, Wonyoung sedang merebahkan dirinya seusai mandi. Ia baru saja mengulang gerakan yang akan ditampilkan besok saat pertandingan.
Menatap langit-langit kamarnya, pikiran Wonyoung mulai berlari ke arah yang tidak Ia inginkan. Sedari kemarin, Ia terus menerus menepis rasa aneh yang Yujin bawa ke dalam dirinya. Tidak mungkin Ia memiliki rasa suka pada Yujin. Bukan perihal karena mereka belum lama bertemu.
Ini masalah lain.
Wonyoung yakin dengan orientasi seksualnya. Ia tidak berbelok ke arah kanan mau pun kiri. Meskipun Ia belum pernah berpacaran, ada setidaknya dua hingga tiga lelaki yang pernah dekat dengannya. Bahkan belum lama ini ada teman sebangkunya saat SMP yang menyatakan perasaan pada Wonyoung. Berita itu disambut dengan begitu heboh oleh kedua sahabatnya. Sedangkan Wonyoung? Ia merasa ada sedikit rasa senang dan lebih banyak rasa canggung.
Lelaki itu bernama Sunghoon dan semua teman SMP Wonyoung menggilainya. Wonyoung menganggap lelaki itu cukup menarik. Berpenampilan baik dengan paras yang sangat jauh di atas rata-rata. Sifat dan sikapnya pun menyenangkan.
Tapi dengan tegas Wonyoung menolaknya dengan alasan klasik— walaupun benar adanya— bahwa Ia belum ingin memikirkan perihal cinta. Saat ditanya oleh Rei dan Liz, Wonyoung pun menjawab hal yang sama. Kedua sahabatnya pun cukup takjub dengan jawaban Wonyoung. Umumnya, diumur belasan ini lah remaja-remaja mulai mencicip yang namanya rasa suka dan cinta. Mulai mencari tau lebih perihal jantung yang kerap berdetak lebih kencang juga semburat merah di kedua pipi. Masa remaja, masa SMA; dimana ada pengakuan cinta, penolakan rasa, tawa dan tangis menjadi satu.
KAMU SEDANG MEMBACA
TEENS
FanfictionAhn Yujin, usia baru saja genap 17 tahun, merupakan murid SMA Perdana Bangsa kelas 11 yang tidak begitu percaya akan cinta, apalagi yang berembel-embel pandangan pertama. Tetapi hal itu dipatahkan oleh seorang adik kelas bernama Jang Wonyoung pada p...