30. rasa ikhlas

5 1 0
                                    

" MAU BELAIN DIA KAMU RA!!? "
Kata Rezvan marah. Syela menggenggam tangan suaminya agar tenang. Tubuh Fahira bergetar. Kakaknya yang selalu lembut kepadanya itu kini membentaknya dengan kasar. Melihat tubuh Fahira yang terguncang membuat perasaan bersalah menyelimuti hati Rezvan.








Ia segera berdiri dari duduknya kemudian duduk di samping adeknya. Syela pun ikutan duduk di samping suaminya. Rezvan merengkuh tubuh adeknya.
" Maafin kakak ya? "
" Hira tau kakak marah. Tapi jika ummi tahu ini. Pasti ummi akan sedih. Bagaimana dengan Abi? Abi lebih suka kita saling memaafkan kak"








Rezvan mengelus kepala adeknya kemudian mengecup pucuk kepala adeknya itu.
" Hatimu benar benar lapang Zza, tapi kakak takut jika dia terbebas begitu saja. Ia akan semakin semena mena "
" Insyaallah engggak kak, lagipula kalau kita tetep kekeh membiarkan dia di penjara sama saja kita merusak masa depan dia kan kak "
" Iya kakak akan cabut tuntutannya "










Mendengarnya membuat Syela menarik narik kemeja suaminya. Ia takut jika anak itu kembali kasar kepadanya. Seolah mengerti apa yang ada di pikiran istrinya, Rezvan tersenyum kemudian memeluk keduanya.
" Semuanya akan baik-baik saja. Kalian banyak banyak berdo'a ya "









Keduanya menganggukkan kepalanya tanpa mau melepaskan pelukan hangatnya. Sedangkan Ummi Fira tersenyum lebar di balik pintu kamarnya. Walaupun matanya tak bisa melihat tapi ada mata bi Ela yang menceritakan kegiatan ketiganya.
" Ibu nangis kenapa? Ibu kecewa sama mereka gara gara lebih belain si penabrak ibu ya? "
Kata bi Ela menebak. Tentu saja gelengan kepala yang ia dapati dari sang majikan.










" Saya terharu dengan kelapangan hati mereka. Mereka masih memikirkan orang lain. Tidak pendendam "
" Tapi Bu, Den Rezvan malah menomorduakan ibu. "
" Kalaupun mereka tetap menuntut pemuda itu. Apakah penglihatan saya kembali Ela? "
" Tidak Bu, tapi kan agar dia jera "
" Tapi kita menghancurkan cita citanya dengan tuntutan itu "






" Tapi Bu pemuda itu juga mengambil hak ibu "
" Sekarang saya tanya ke Ela. Apa yang kita dapatkan dari tertahannya pemuda itu? "
" Tidak ada Bu, tapi setidaknya kita merasa saling impas "
" Itu kesalahannya. Kita tak punya hak untuk membalas perbuatan jahat orang lain atau menghakiminya. Biar Allah yang mengaturnya. Perasaan dendam itu akan terus bertambah. Tak ada kata puas dari diri sang pendendam. "





" Astaghfirullahaladzim Bu, nauzubillah semoga kita terhindar dari sifat itu ya "
" Aamiin "
Mereka kembali mengobrol. Ummi Fira menganggap Ela seperti keluarganya sendiri. Sedangkan ketiga anaknya sedang berdiskusi di ruangan depan kamar ummi Fira.








" Ya sudah kalian nungguin ummi di rumah ya. Kakak mau ke kantor polisi. Asslamualaiakum "
Kata Rezvan kemudian keduanya menyalimi tangannya.
" waalaikum salam warohmahmatullahi wabatoaktuh "
Fahira tersenyum lebar. Akhirnya ia bisa sedikit membantu Maichail.
Syela pamit ingin menemui ummi Fira. Fahira terdiam di tempat duduknya. Pikirannya melayang ke kejadian beberapa jam yang lalu.






Flashback on






Fahira menghapus air matanya. Kemudian ingin beranjak dari tempatnya duduk.
" Hira pulang dulu ya Bi. Doakan Hira agar kuat menghadapi masalah ini. Asslamualaiakum "
Kata Hira dengan senyuman manisnya. Ia terdiam disana sejenak. Ia teringin mendengar suara abinya lagi. Tapi itu sungguh mustahil. Ia geleng-geleng menyadari kegilaan yang tiba tiba mengidap otak sehatnya itu.







Ketika ia berbalik. Ia melihat seorang wanita menangis tersedu di atas gundukan tanah. Tanah pemakaman bagi muslim dan non muslim memang tak di jadikan satu. Pemakaman itu terpisah dengan sebuah patok batasan saja. Fahira tak menyadari ia telah melewati pemakaman orang muslim. Ia fokus menatap wanita yang sedang menangis itu.









" Mas, setelah kepergian mu banyak masalah datang ke kita. Maichail yang menjadi pendiam dan keras. Maichail kecilmu yang kau didik agar jadi laki laki yang lembut sekarang hatinya sekeras batu. "
Fahira tetap berdiri agak jauh di belakang wanita itu.
" Kau tahu? Setelah Michel pergi? Dia tak pernah kesini. Padahal dia pasti tahu tentang kematianmu. "








Wanita itu terus menangis.
" Setelah begitu lamanya terpisah aku bertemu dengannya. Tapi ia seperti tak merindukan ku bahkan dia melupakan ku "
Suara wanita itu tercekat. Ia terisak sejenak sebelum melanjutkan cerita yang terdengar memilukan di telinga Fahira.
" Setalah dunia mengambil Michel dariku, kau pun ikut terenggut. Dan sekarang Maichail pun ikut di rebut "








Wanita itu kembali menangis tertahan.
" Kau pergi terlalu cepat, seharusnya Maichail jadi pria manis seperti mu "
Terlihat perempuan itu mengusap nisan yang di atasnya ada tanda salib. Fahira terkejut. Ia menyakini bahwa perempuan itu adalah ibu dari Maichail. Apalagi kata kata yang perempuan itu beberapa kali menyebutkan nama Maichail.







Satu tetes bulir bening menghiasi pipi yang tertutup kain hitam itu. Kain hitam itu segera basah. Fahira kemudian berbalik. Ia menjauh dari sana. Ia menuju ke rumahnya kembali dengan menaiki taksi. Disepanjang jalan air matanya terus saja menetes. Ternyata laki laki yang ingin ia bela di depan Keluarga telah membohonginya selama ini.
" Apa yang harus aku lakukan "
Gumam Fahira dengan air mata yang terus mengalir membasahi kain hitam yang menjadi penutup wajahnya sejak kecil itu.






Flashback off





Fahira menuju ke kamarnya. Ia termenung di depan jendela.
" Aku mungkin kecewa denganmu. Tapi aku tak akan membiarkan rasa kecewaku menghancurkan hati seorang ibu yang hanya mempunyai mu sebagai kekuatannya untuk bertahan. Aku ikhlas melakukan ini demi ibumu. Atas kebohongan mu itu aku kecewa. Kau menyembunyikan  identitas aslimu. Dan aku mengetahuinya setelah rasa ini telah jatuh dalam. "
Fahira terlihat lesu. Ia segera mengambil mushaf nya untuk menenangkannya hatinya yang gundah.











pergi atau berhentiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang