15. dunianya hancur

8 1 0
                                    

Maichail berdiri tepat di depan pintu rumah Sandi. Ia mengetuk pintu rumah itu. Tapi tak ada sahutan dari dalam rumah. Padahal motor nya sudah terparkir bebas di halaman rumahnya.









" Ceroboh "
Keluh Maichail ketika mendapati kunci motor sahabatnya di biarkan begitu saja. Ia mengambil kunci motor milik Sandi. Ia kemudian kembali di depan pintu.










Ia mendorong pintu itu ternyata tak terkunci. ia masuk ke dalam rumah. Maichail terkejut melihat isi rumah sahabatnya.
" Jangan jangan Sandi kerampokan "
Ucap Maichail menerka nerka apa yang terjadi di rumah sahabatnya.









" San...... Sandi.......lu kemana sih??!! "
Kata Maichail mencari Sandi di setiap sudut rumah.
" Oh iya, napa aku tak langsung ngecek di kamarnya yaa "
Maichail menggelengkan kepalanya tatkala ia mengingat bahwa sedari tadi ia tak mengecek kamar Sandi.








Pintu kamar Sandi terbuka. Bau alkohol langsung menguar memenuhi indra penciuman Maichail.
" Bau apa ini?? "
Maichail terhenyak melihat Sandi yang terduduk di meja belajarnya. Ia mendekati sahabatnya itu. Ia terkejut dengan apa yang dilihatnya.










Sandi memegang erat sebotol minuman yang memabukkan itu.
" Ngapain Lo ??? "
Tanya Sandi dengan sedikit membuka matanya. Ia terlihat mabuk berat. Bau alkohol itu menusuk penciuman Maichail ketika Sandi berbicara.











Maichail menatap di bawah meja belajar Maichail terdapat 2 botol kosong. Dan sekarang kawannya itu membawa satu botol penuh. Ketika Sandi ingin kembali meminumnya. Maichail dengan geram merampasnya.










" Lo kenapa San??? "
" Bacod!!!!!!. Kembaliin minuman gue!!!!!! "
Dengan kesal Maichail membanting botol yang ia cengkram tadi. Sontak saja membuat emosi Sandi meluap. Ia mencengkram erat kerah baju sahabatnya. Ia menatap Maichail dengan tatapan nyalang.









" Napa lo buang minuman gue!! "
Sentak Sandi geram dengan tatapan melotot seolah ingin memakan Maichail hidup hidup. Maichail kembali menatap tajam netra sahabat itu. Setiap kali ia membuka mulutnya maka bau alkohol itu langsung menguar ke indra penciuman Maichail.












" Harusnya gue yang tanya ke lo! Lo kenapa San?!! "
Sandi mengeratkan cengkeraman tangannya pada kerah baju Maichail membuat Maichail terasa tercekik.
" Ah bacod lo "
Kata Sandi yang sudah mengepalkan tangannya.









Bugh

Bukan pukulan yang di terima Maichail. Tapi tubrukan badan sahabatnya itu. Iya Sandi tepar sebelum memukul Maichail. Maichail membawa Sandi ke ranjangnya.










Ia ingin menunggu Sandi tersadar. Sebelumnya ia menghubungi bundanya itu. Memintanya izin untuk pulang agak malaman nanti. Maichail terduduk di samping Sandi. Ia menatap sahabatnya dengan tatapan bingung.











Ia merasa gagal untuk menyandang status sebagai sahabat Sandi. Ia bahkan tak tahu luka apa yang membuat Sandi seperti ini. Pria humoris dengan keceriaannya yang di kenalnya kini sedang tidak baik-baik saja.









" Maafin kak Sandi Na!!, Maafin Sandi ma, jangan tinggalin Sandi pa!!, jangan!! "
Racau Sandi membuat Maichail memutar kepalanya. Ia menatap raut wajah sahabatnya yang sedang berbaring itu seperti ketakutan.











" San, Sandi Lo kenapa? "
Tanya Maichail sambil menggoyangkan tubuh Sandi. Tapi Sandi terus saja meracau. Ia bingung apa yang harus dilakukan. Akhirnya ia menggenggam erat tangan Sandi. Seolah menyalurkan kekuatan untuk sahabatnya itu.










" Lo gak sendirian San. Ada gue "
Katanya mencoba membuat Sandi berhenti meracau. Maichail menatap iba Sandi yang sudah berhenti meracau. Maichail mengawasi seluruh penjuru kamar ini. Sangat berantakan.











Ia berdiri dari duduknya kemudian membereskan kamar Sandi. Ketika ia mengangkat jaket yang tergelatak di lantai ada sesuatu yang jatuh dari saku jaket itu. Maichail menundukkan tubuhnya kemudian meraih benda kecil itu.










Ternyata itu sejenis obat penenang berjenis benzodiazepine. Ia memegang itu dengan tangan gemetar. Ia menatap Sandi sekilas.
" Lo mengonsumsi ini San? Sehancur ini kah duniamu? "











Maichail kembali mendekat ke arah pembaringan Sandi. Ia menatap mata yang masih terpejam milik sahabatnya. Ia menghela nafasnya panjang sebelum akhirnya melanjutkan acara bersih bersih nya.












Setelah membersikan kamar Sandi. Ia turun ke bawah untuk membersihkan ruang tamu yang sangat amat kacau itu. Setelah beberapa puluh menit berkutat dengan pekerjaannya. Akhirnya ruang tamu rumah Sandi terlihat rapi. Maichail beridiri di depan kipas angin. Sungguh AC yang menyala di ruangan ini tak cukup membuat gerah di tubuhnya itu hilang.










Ia menoleh ketika mendengar derap langkah seseorang. Iya Sandi sedang berjalan menuruni anak tangga. Maichail yang melihat Sandi belum sepenuhnya sadar dari mabuknya itu langsung membantu temannya untuk menuruni anak tangga.











" Gue gak mukul lo kan tadi? "
Tanyanya ketika sudah terduduk di kursi ruang tamu. Maichail menggelengkan kepalanya. Ia meraih sesuatu di saku celananya. Ia mengeluarkan sesuatu yang ia temukan di dalam jaket milik Sandi.











Wajah Sandi pucat pasi setelah tahu benda yang selama ini menjadi teman hidupnya itu di pegang sahabatnya.
" Lo kenapa? Cerita sama gue!!! Apa yang buat Lo kaya gini?!! Terus ini apa San? Lo ngosumsi ini tanpa resep dokter? "
Sandi terdiam rasanya lidahnya kelu. Hanya untuk menatap Maichail saja ia tak sanggup kali ini.












Ia mencoba menahan sesak di dadanya agar bulir bening yang sedari tadi ia tahan tak terlepas begitu saja. Ia memalingkan wajahnya karena matanya sudah tak bisa menahannya. Ia segera menghapusnya.











" Kenapa lo San??. Kalau emang lo mau nangis, nangis aja! keluarin semua emosi lo lewat air mata lo itu. Gue memang gak tahu apa yang sebenarnya terjadi, tapi gue tahu lo bukan cowok cengeng yang gampang nangis. "
Kata Maichail panjang.













" Cerita aja ke gue San "
" Gue gak mau ngerepotin orang lagi. Gue ini memang tak Seharusnya hidup. Cukup mama papa yang gue repoti. Cukup mereka aja yang kecewa karena adanya aku. Gara gara gue Seina gak ada. "
Luruh sudah pertahanan Sandi. Laki laki itu terisak tertahan. Tangisan tanpa suara. Air mata berderai deras tanpa isakan. Punggung nya beegetat menahan sesak di dadanya.













Maichail merangkul bahu Sandi.
" Semuanya takdir San. Lo gak salah. Jangan salahkan diri lo sendiri "
Kata Maichail mencoba menenangkan  Sandi.
" Lo gak ngerti Mai "
" Gak ada yang bisa ngerti sama hati lo kecuali diri lo sendiri. Termasuk gue "










Maichail membiarkan Sandi meluapkan emosinya dengan menangis. Ia tak mau bertanya karena tugasnya disini hanya membuat Sandi tenang dan nyaman. Jika sahabatnya tak mau memberi tahu tentang apa yang terjadi padanya. Ia tak memaksa. Tugasnya hanya menemani Sandi dalam keadaan apapun.




pergi atau berhentiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang