20. teledor

6 1 0
                                    

Maichail sedang fokus dengan buku buku pelajaran. Hari ini ia sungguh bersemangat. Bagaimana tidak ia akan belajar bersama dengan gadis yang ia sukai. Namun sudah tiga puluh menit menunggu gadis itu tak kunjung datang. Membuat hati Maichail resah.





" Kemana sih dia?? "
Kata Maichail sambil mondar-mandir ia tak bisa duduk tenang. Kegiatannya itu membuat Aalona yang duduk di dekatnya merasa risih. Perhatian Aalona teralihkan dari majalah yang ia baca ke arah anaknya itu. Aalona menaruh majalah yang ia pegang di atas meja.










" Kenapa sih Mai? Mondar-mandir mulu "
Tanya Aalona yang sepertinya tak bisa di tangkap oleh gendang telinga anak bungsunya itu.
" Kenapa sayang duduk!! "
Kata Aalona geram menarik lengan Maichail. Hingga Maichail terduduk.






" Kok Hira belum datang ya bun? "
Kata Maichail cemas. Ada perasaan tenang dalam hati Aalona ketika anaknya itu bisa bersikap lembut kepada perempuan. Pasalnya Maichail menjadi pribadi yang kasar semenjak kakaknya itu meninggalkannya. Namum ada yang mengganjal hati Aalona. Ia takut akan kehilangan anaknya lagi. Hanya karena pertentangan pendapat. Aalona segera membuang pikiran itu jauh jauh.








" Coba hubungi "
" Gak punya nomernya "
Aalona geleng geleng sembari tersenyum.
" Kamu ini, kamu pikir Fahira bisa kesini untuk ngajar kamu tu caranya gimana, kalau nggak bunda telefon dulu "






Mata Maichail berbinar.
" Berarti bunda punya nomernya "
Aalona tersenyum kemudian beranjak dari tempat duduknya.
" Hpnya bunda dimana? Biar Maichail ambilin, bunda jangan capek capek ya "
Kata Maichail perhatian membuat Aalona tersenyum lebar.







" Udah biar bunda yang ambil "
" No, biar Maichail saja. Oke deh kalau gak mau kasih tahu dimana letaknya Maichail bisa cari sendiri! "
Kata Maichail kemudian beranjak pergi.
" Di atas nakas di kamar bunda "
Teriak Aalona ketika anak bungsunya sudah menaiki anak tangga untuk menuju ke kamar ibundanya tercinta.







Setelah menemukan benda pipih itu Maichail segera kembali lagi ke ruang tengah.
"  Telpon Maichail sendiri kan bisa? "
Kata Aalona ketika Maichail menyodorkan ponselnya.
" Yah kan hpnya bunda, gak sopan banget kalau Maichail lancang buka gitu aja "






Aalona tersenyum kemudian meraih handphone itu. Ia segera mencari kontak Fahira setelah ketemu ia segera menghubunginya.
" Kerasin bun "
Aalona mengangguk. Terdengar suara nada tanda telponnya tersambung. Tapi telah lama menunggu tak ada tanda tanda telponnya di terima.







" Kemana sih dia Bun? "
Kata Maichail menyenderkan punggungnya di sofa dengan keras. Ia sudah lelah menunggu gadis itu mengangkat telponnya tapi ia sudah menelponnya berkali-kali tak ada satupun panggilan yang terjawab.







" Mungkin ada keperluan mendesak Mai "
Kata Aalona mencoba menenangkan hati anaknya.
" Kenapa di telpon gak bisa juga "
Keluh Maichail yang entah sudah yang keberapakalinya. Satu jam berlalu tak ada tanda-tanda kedatangan gadis itu.








Rasa cemas itu sudah berganti dengan rasa kesal. Entah mengapa emosi Maichail meluap. Ia langsung beranjak pergi masuk ke kamarnya dengan membanting pintu kamarnya.
Tanpa ia sadari perbuatannya itu mampu membuat sudut mata ibundanya berair.








" Mas, maafkan aku, aku sudah gagal mendidik Maichail. Dia jadi pribadi yang kasar yang tak mau bersifat sabar "
Gumam Aalona merasa bersalah dengan almarhum suaminya. Aalona memutuskan untuk membuatkan Maichail sesuatu untuk mendinginkan emosinya yang meluap.









Aalona membuat jus untuk Maichail. Ia mengetuk pintu kamar Maichail pelan.
" Sayang, ini bunda, bukain pintunya nak! "
Aalona mencoba merayu anaknya itu.
" Bunda bawa jus buah naga lo buat kamu "
Masih hening tak ada sahutan apapun dari kamar anak bungsunya.







" Bunda masuk yaa?? "
Kata Aalona mencoba mmebuka gagang pintu perlahan namun ternyata pintu itu terkunci dari dalam. Helaan nafas panjang keluar dari hidung Aalona.
" Maichail mau sendiri "
Suara dari balik pintu terdengar samar dan lirih membuat Aalona semakin kawatir. Tapi ia tak bisa berbuat apa apa.







" Jangan lama lama ya sayang, jangan bikin bunda kawatir "
Suara Aalona dengan Isak tangis yang tak bisa ia tahan. Ia kemudian kembali ke ruang tengah untuk menenangkan hatinya. Sedangkan Maichail mencoba menahan emosinya. Entah mengapa emosinya itu susah untuk di kontrol.








" Lo ngapain marah marah ga jelas sih o'on. "
Katanya sambil memukul dadanya keras. Nafasnya memburu menahan amarahnya sendiri.
" Mungkin Fahira ada keperluan mendesak "
Maichail terus bermonolog mencoba menenangkan dirinya sendiri.







" Baru kerja dua kali saja sudah kek gini. Dasar gadis teledor!!! "
Ungkapnya merasa emosi karena Fahira tak kunjung kesini tanpa kabar. Ia sangat kawatir dengan keadaan gadis itu tapi di satu sisi yang lain ia marah karena gadis itu tak menepati kewajibannya.





Maichail menjambak rambutnya keras. Ia terduduk di pojok kamarnya. Setelah beberapa menit terlampaui akhirnya emosinya mereda. Ia pun membuka pintu kamarnya. Ia bergegas mencari dimana Aalona. Aalona sedang menonton telivisi di ruang tengah. Namun pandangan wanita itu kosong dengan bulir bening yang bergantian berjatuhan dari kedua manik matanya.








Maichail mendekat kemudian duduk di samping Aalona dan memeluk tubuh bundanya. Aalona yang baru menyadari kehadiran anak bungsu nya itu gelagapan langsung menghapus air matanya.
" Maafin Maichail bun, bikin bunda kawatir "










Kata Maichail kemudian. Aalona yang melihat penampilan anaknya yang awut awut an itu kembali terisak.
" Jangan nyakitin diri kamu sendiri sayang "
Kata Aalona dengan tangisnya yang perlahan pecah memenuhi ruangan ini.








" Ngga bunda "
Kata Maichail menenangkan hati perempuan yang sangat ia cintai itu. Setelah puas dengan acara menangis nya. Mereka mengurai pelukannya.
" Maafin Maichail buat bunda kawatir "
Kata Maichail lesuh.
" Kamu harus bisa ngontrol emosimu sendiri nak "
Maichail kembali mengangguk dan memeluk ibundanya erat.

pergi atau berhentiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang