3. Debat Ketat

784 69 49
                                    

Walaupun dengan ogah-ogahan Ali mengerjakan hukumannya, ia tetap menyelesaikan itu sampai tuntas. Ali sudah membereskan semua kursi dan meja, lalu menyapu tanpa mengepel. Karena yang Ali lihat, lantai sudah bersih walau hanya disapu, bahkan jendela-jendela pun ikut dibersihkan hingga menjadi kinclong.

Mendesah kelelahan, Ali mendudukkan diri di lantai, langsung menyandarkan punggung di tembok. Mata memejam, kedua tangan pula mengibas-ngibas di depan dada, berusaha mengeluarkan angin guna menghilangkan gerah di tubuhnya yang sudah terbanjiri keringat membuat bajunya basah.

"Lelah?" ledek Alicia memandang nista Ali yang tak jauh berada di bawahnya.

Perlahan Ali membuka mata. Ia menyipit jengkel pada Alicia yang sedang duduk santai di kursi tepat di hadapannya. Ali ingin membalas kalau saja ia tak terlalu lelah. Namun, kini pemuda itu lebih memilih diam dan beristirahat. Ali pun mengalihkan pandangannya dari Alicia.

Sang gadis tersenyum miring. "Makanya, jangan buang sampah sembarangan," nasihat Alicia dengan mata terus fokus menatap tablet yang baru saja dikeluarkannya. Kemudian mencentang nama Ali bin Ghazali, pertanda sudah tuntas apa yang harus dilakukan laki-laki itu.

"Padahal aku sudah sering mengingatkanmu dari dulu, tetapi tetap saja tidak ada perubahan darimu."

Alicia memusatkan pandangannya ke arah penunjuk waktu di tablet. Sudah jam setengah enam. Alicia segera menonaktifkan gawai itu dan memasukkannya ke dalam ransel.

Beranjak dari kursi, Alicia berjalan mendekati sakelar di dekat pintu ruang. Hendak menyalakan lampu ketika ia menyadari ruangan yang mereka tempati mulai gelap.

Sinar senja yang menembus jendela, kini sudah lenyap digantikan sinar lampu yang menyala di setiap sudut atas ruangan. Alicia pun lanjut melangkah makin mendekati pintu.

"Kau mau ke mana?" tanya Ali ketika melihat Alicia sudah ada di ambang pintu.

Alicia berhenti, dia langsung saja menoleh. "Pulang," jawabnya enteng.

Ali mengerutkan kening, lantas menaikkan sebelah alis heran. "Kau mau pulang naik apa?"

"Angkutan umum, mungkin."

Segera Ali menengok pada jam dinding. Yang dapat dilihat, jarum jam dan menit ada di antara angka lima dan enam. Pemuda itu kembali memandang Alicia heran.

"Kenapa? Biasanya juga aku pulang dan berangkat naik angkutan umum," ujar Alicia melihat ekspresi kebingungan di wajah Ali.

"Memangnya masih ada angkutan umum di jam segini?"

Melarikan arah pandangan ke atas, Alicia mengedikkan bahu tak acuh. "Yah, barangkali."

Ali menggelengkan kepala pertanda penolakan. "Tidak. Kau pulang bersamaku saja."
"Terlalu rawan perempuan pulang sendirian di jam segini."

"Dan ini semua salahmu," tuding Alicia langsung sepenuhnya menghadapkan tubuh ke arah Ali dan menyilangkan kedua tangannya di dada.

"Apa? Kenapa salahku?" Ali menyipit tak terima.

"Kalau kau tidak dihukum, aku tidak perlu mengawasimu. Aku tidak akan pulang sesore sekarang dan kau tidak perlu berpura-pura khawatir padaku. Sudah kupastikan saat ini aku sedang bersantai di rumah, membaca buku," sungut Alicia panjang lebar.

Buat Dia Jatuh Hati!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang