01. Is it true?

211 29 4
                                    

Nathan pindah ke daerah yang dekat dengan tempat tinggalnya dulu sebelum memutuskan untuk menikah dengan Karina dan membeli rumah. Sebelumnya juga Nathan sudah memikirkan jarak dari rumah ke kantornya. Dan itu cukup efisien. Hanya memerlukan 15 menit perjalanan.

Setelah berpikir panjang, Nathan meminta tolong kepada tantenya untuk menjaga putri kecilnya ketika dirinya bekerja. Jujur saja, ia tidak bisa melakukan semuanya sendiri. Dirinya butuh bantuan orang lain. Terkadang tantenya mengajari cara bagaimana mengasuh anak bayi yang benar. Dan Nathan belajar sedikit demi sedikit untuk sang anak.

Di bulan pertama menjaga Janeetha (Nathan biasa menanggilnya dengan sebutan Netha) benar-benar penuh rintangan. Ini pertama kalinya ia merawat anak kecil, apalagi darah dagingnya sendiri. Nathan tidak pernah tertidur lelap ketika malam hari karena terkadang Janeetha menangis karena haus ingin minum susu. Ia selalu merasa kasihan dengan anaknya. Seharusnya Janeetha bisa mendapatkan ASI dari ibunya, namun keadaan memaksa keduanya untuk berpisah.

"Huft."

Nathan menghela nafas pelan. Ini masih jam 2 pagi. Ia berjalan dengan membawa Janeetha dalam gendongannya menuju dapur untuk menyiapkan susu formula putri kecilnya yang kini tengah menangis. Sesekali Nathan menguap saat membuat susu tersebut.

"Sabar, nak. Ini lagi ayah buatin." Sebelah tangannya yang lain Nathan gunakan untuk menepuk pantat anaknya agar sedikit lebih tenang.

Setelah mendapatkan keinginannya, Janeetha pun terdiam dan sibuk meminum susunya. Nathan membawa kembali putrinya masuk kedalam kamar lalu ditidurkan disampingnya.

Netha sudah terlihat sangat tenang. Nathan yang sebelumnya mengantuk kini menatap sang anak dengan sendu. Janeetha benar-benar mirip dengan sang ibu. Tiba-tiba saja air mata Nathan menetes. Ia mengusapnya dengan kasar lalu terisak.

Semua terjadi begitu tiba-tiba tanpa membiarkan Nathan bernafas sedikit pun. Takdir begitu kejam terhadapnya dan sang anak.

Ditengah isakannya, Nathan menggumam.

"I love you. You know I always do, Karina. Please be happy."

***

Di sisi lain. Karina sudah mengurung diri di kamarnya selama beberapa hari. Semuanya masih terasa tidak nyata untuknya. Terkadang, Karina akan menangis histeris saat menyadari fakta bahwa ia memang ditinggalkan sendiri sekarang.

Tok tok!

Pintu di ketuk dari luar. Karina tidak bergeming. Masih setia ditempatnya memandang kearah gorden yang tertutup.

Seseorang masuk ke dalam dengan membawa map cokelat.

"Karina," panggil Adi. Personal Assistant ibunya, Karen. Pria paruh baya itu sudah lama bekerja bersama sang ibu. Bahkan sebelum ia lahir.

"Saya kesini membawa dokumen perceraian kalian untuk di tanda tangani."

Tangisan Karina semakin keras. Ia mengeratkan cengkramannya pada selimut yang menutupi tubuhnya.

Adi sebenarnya tidak tega. Namun, ia harus melaksanakan perintah dari Karen. Langkah kakinya ia bawa mendekat menuju tepi ranjang dimana Karina berbaring.

"Karina," Adi memanggil lagi namanya dengan selembut mungkin.

Wanita cantik itu tiba-tiba bangun. Netranya menatap tepat kearah Adi dengan linangan air mata yang tidak kunjung berhenti.

"Paman pasti tau dimana Nathan 'kan?" Tanya Karina dengan sesegukan.

"Saya tidak tau, Karina." Jawab Adi dengan sedikit berhati-hati.

HerWhere stories live. Discover now