07. The truth

147 25 9
                                    

"Aji, apa perlu saya bilang tentang suami dan anaknya kepada Karina?" Tanya Karen. Ia masih terlihat bimbang dengan keputusannya. Namun, melihat Karina yang mencoba bunuh diri kemarin benar-benar membuatnya ketakutan.

Takut. Ia takut akan ditinggal pergi putri semata wayangnya untuk selama-lamanya.

Aji yang tengah mengendalikan kemudi mobil itu pun mengangguk. "Sudah seharusnya Anda bilang sejak lama, Nyonya."

"Tapi saya takut, Aji." Ujar Karen lirih.

Kembali Aji menganggukkan kepalanya seakan mengerti apa yang menjadi ketakutan majikannya itu.

"Saya tahu apa yang Anda khawatirkan. Tapi itu sudah resiko atas apa yang sudah Anda lakukan terhadap Karina."

Helaan nafas berat dari Karen pun terdengar. Ia menyandarkan punggungnya dan merefleksikan kesalahan yang ia lakukan terhadap sang anak dan juga menantu sekaligus cucunya.

Karen mengambil ponsel dari dalam tas yang ia bawa kemudian menelepon Karina. Setelah beberapa saat, telepon itu pun akhirnya terjawab.

"Halo ma?"

Sebelum menjawab, Karen menarik nafasnya kemudian menghembuskannya pelan. Mencoba setenang mungkin. "Karin."

"Kenapa ma?"

"Kamu masih ada yang kerasa sakit nggak badannya? Atau bekas sayatan ditangan kamu?"

Hening beberapa saat. Karina yang berada di sambungan ponsel tersebut sedikit terkejut karena sang mama bertanya mengenai keadaannya.

Bukannya apa, Karen memang sudah jarang sekali menanyakan kabar maupun kesehatannya sejak keluar dari dunia model. Tentu Karina merasa aneh dengan gelagat mamanya.

"Udah mendingan daripada kemarin kok ma." Jawabnya jujur.

Karen mengangguk. "Syukurlah." Ia menjeda. "Mama mau bicara sama kamu setelah ini ya."

"Mama ke rumah sakit?"

"Uhm. Mama sudah di perjalanan."

"Baiklah. Hati-hati."

Karen menahan isakannya. Dengan suara yang bergetar ia kembali berucap. "Mama sayang Karin. Mama ngelakuin ini semua demi Karin. Semoga kamu mengerti ya."

Dan panggilan itu ia akhiri secara sepihak. Karen menangis. Ia tersadar kesalahannya benar-benar begitu banyak kepada putrinya. Ia mungkin tidak akan dimaafkan.

Aji yang mendengar tangisan majikannya pun hanya menghela nafas dan banyak bersyukur. Karen setidaknya akan menceritakan apa yang selama ini ia sembunyikan dari anaknya itu.

Namun, semua tidak terjadi sesuai dengan apa yang diharapkan.

Tiba-tiba saja, mobil sedan berwarna hitam melaju dari depan menghantam mobil yang Aji kendarai hingga membuatnya kehilangan kendali.

Kecelakaan pun tidak bisa dihindari.


Amara mengupaskan buah apel untuk sahabatnya. Menaruh di piring yang sudah disediakan.

"Tante tadi bilang apa?"

"Katanya mama mau kesini. Mau bilang sesuatu." Ujar Karina. Ia menerima suapan buah apel yang telah selesai dikupas oleh Amara.

"Mau ngomong apa ya kira-kira." Amara sedikit kepo.

Karina mengendikkan bahunya tidak tahu.

"Tapi aku kok ngerasa aneh banget, Ra." Celetuk Karina.

"Kenapa?"

"Tadi mama bilang sayang ke aku dan bilang kalau ngelakuin ini semua demi aku."

Amara diam. Tidak tahu harus menjawab apa. Mengingat apa yang diceritakan Karina selama ini tentang masalah yang terjadi kepada sahabatnya itu, memang benar ada yang aneh.

HerWhere stories live. Discover now