02. Mother

160 24 4
                                    

"Ayaaah!" Pekik Janeetha saat melihat mobil ayahnya masuk kedalam halaman rumah Sari.

Tidak terasa, sudah 4 tahun berlalu. Janeetha telah tumbuh dengan baik meskipun hanya dibesarkan oleh ayahnya seorang. Terkadang, gadis kecil itu bertanya dimana ibunya kepada Nathan maupun Sari. Tapi mereka sepakat untuk tidak memberitahukan perihal ibu kandungnya dan memberikan alasan bahwa ibunya tengah bekerja ke luar negeri, sehingga tidak bisa berjumpa dengan dirinya.

"Jangan lari, nak." Teriak Sari dari dalam rumah.

Namun Janeetha tidak bisa dicegah. Ia tetap berlari menghampiri ayahnya. Tanpa sadar kakinya tersandung hingga membuatnya terjatuh tepat didepan mobil Nathan yang terparkir.

Nathan buru-buru menghampiri anaknya yang menangis lalu membantunya berdiri.

"Ayah udah bilang jangan lari-lari, sayang."

"Hiks, ayaaah!" Janeetha memeluk Nathan dengan erat.

Nathan menggeleng kecil dan tertawa pelan. Anaknya akan berubah manja bila dihadapannya. Ia tidak berkata apapun dan menunggu anaknya sampai berhenti menangis.

"Udah nangisnya?" Tanya Nathan dan dijawab anggukan kecil oleh Janeetha. "Mana yang sakit, tunjukin ayah."

Janeetha menunjuk lututnya yang sedikit berdarah.

"Yuk, ayah obatin di dalam." Nathan kemudian membawa sang anak dalam gendongannya lalu masuk kedalam rumah.

"Tuh 'kan jatuh. Nenek 'kan udah bilang jangan lari-lari tadi." Tegur Sari begitu Nathan dan Janeetha masuk.

Ya, Nenek. Sari sendiri lah yang meminta agar Janeetha memanggilnya nenek. Nathan tidak keberatan sama sekali. Justru ia malah senang. Ibu kandung Nathan sudah meninggal sejak lama. Otomatis Janeetha tidak memiliki nenek lagi tentunya. Beruntungnya Sari mau memperkenalkan dirinya sebagai nenek kepada Janeetha.

Akan tetapi, Janeetha juga masih memiliki nenek dari keluarga ibunya. Tapi Karen pasti tidak mau mengakui Janeetha sebagai cucunya.

"Biar nenek ambilin obat merahnya, tunggu disini sebentar."

Sari kembali dengan membwa kotak P3K ditangannya. Ia mencoba membantu Janeetha membersihkan lukanya, tapi gadis kecil itu menolak.

"Mau ayah aja yang obatin kaki Netha."

Nathan dan Sari terkekeh bersamaan.

"Kalau ada ayahnya aja, nenek dilupain. Anak ayah."

Janeetha tidak menggubris. Ia hanya fokus memperhatikan ayahnya yang berkutat dengan luka di kakinya.

"Tumben pulang cepet nak?"

"Masih ada kerjaan sebenernya, te. Tapi aku bawa pulang aja. Bisa dikerjain di rumah kok." Ucap Nathan. "Lama-lama di kantor juga nggak enak. Keburu kangen sama princess kecil ini." Tunjuk Nathan menggunakan dagunya mengarah pada Janeetha.

Merasa namanya disebut, Janeetha pun tersanjung. "Netha juga kangen ayah!" Pekik Janeetha lagi, lalu memeluk lengan ayahnya.

"Pamit dulu sama nenek," ujar Nathan. Menyuruh anaknya agar berpamitan kepada Sari terlebih dahulu.

"Nenek, Netha pulang dulu ya." Gadis kecil itu melambaikan tangan kepada Sari. Tidak lupa senyuman terus mengembang di sudut bibirnya. Sepertinya ia lupa jika dirinya telah menangis tadi.

"Nggak makan dulu disini?"

Nathan menggeleng pelan, "makanan di rumah masih ada, te."

Sari mengangguk pelan.

"Oh ya, Nathan." Panggil Sari lagi saat Nathan memakai sepatunya. Janeetha jangan ditanya, ia sudah lari terlebih dulu menuju mobil sang ayah.

"Kenapa te?"

HerWhere stories live. Discover now