05. Bitter Truth

145 24 5
                                    

⚠️ tw // suicidal attempt.

"Ibu!"

Karina yang sedang berkutat dengan masakannya pun mematikan kompor lalu berjalan dengan cepat menghampiri sang anak yang tengah bermain di ruang bermain. Ia khawatir anaknya kenapa-kenapa.

"Eh?" Karina mengernyit bingung karena Janeetha malah tersenyum lebar kepadanya saat dirinya sudah berdiri di depan pintu. "Netha kenapa sayang kok teriak manggil ibu? Netha sakit?"

Senyuman Janeetha semakin lebar kemudian menggeleng. Ia menunjukkan lego-nya kepada sang ibu.

"Ibu, temenin Netha main. Netha nggak suka main sendirian, bosen." Janeetha menunjukkan raut wajah memelas agar ibunya mau menemani dirinya bermain sekarang.

Karina mendekat dan duduk di sebelah sang anak yang berusia lima tahun itu. Janeetha dengan segera duduk di pangkuan sang ibu dan memeluknya.

"Maaf sayang. Ibu tadi masak, jadi nggak sempat nemenin Netha main."

Bibir Janeetha mengerucut. Ia mendusal di dada sang ibu, menenggelamkan kepalanya disana.

Karina tidak bisa menahan untuk mencubit pipi gembul sang anak yang terlihat lucu saat sedang cemberut.

"Bentar lagi makanannya siap, Netha sabar ya." Bujuk Karina dengan penuh kelembutan.

Mau tidak mau, Janeetha pun mengangguk.

"Ibu, kapan sih adik bayi lahir? Biar Netha ada temen main disini." Tanya Janeetha kepada sang ibu yang masih belum beranjak.

Karina tersenyum kecil kemudian menatap perutnya sekilas dan beralih kembali menatap Janeetha. "Satu bulan lagi, Kakak Netha. Tunggu ya. Adik bayi bakalan disini satu bulan lagi."

Gadis kecil itu tampak bingung. "Satu bulan?" Ia memiringkan kepalanya. "Satu bulan itu lama ya, bu?"

Karina dengan cepat menggeleng, "nggak bakal lama kalau Netha sabar nungguin."

"Ok! Netha bakalan sabar nungguin adik bayi!"

"Anak baik." Karina mengusap kepala sang anak dengan lembut dan penuh kasih sayang. "Sekarang, Netha main disini dulu ya. Ibu mau nerusin masaknya."

Janeetha mengangguk dan kembali sibuk dengan dunianya sendiri. Ia terlihat bersemangat sekarang.

Baru saja Karina keluar dari ruang bermain, ia sudah disambut oleh pemandangan sang suami yang turun ke bawah dengan kemeja yang membalut rapi di tubuh prianya.

"Kok kamu dari ruang bermain sayang?" Tanya Nathan bingung. Ia pun berjalan mendekat dan merangkul pinggang sang istri.

"Netha tadi mau ditemenin mainnya. Katanya bosen main sendiri."

Nathan terkekeh kecil. "Bentar lagi Netha juga ada temen mainnya." Ujarnya kemudian mengelus lembut perut Karina yang sudah sangat membuncit. Tidak lupa ia bubuhkan kecupan di pipi sang istri.

Karina tidak tinggal diam dan ikut menaruh tangannya diatas telapak tangan sang suami yang bertengger di atas perutnya. Ia tersenyum kecil merasakan betapa hangatnya perlakuan sang suami yang mampu membuatnya jatuh berkali-kali dalam pesonanya.

"Aku nggak sabar nunggu adek lahir, Nathan."

Nathan mengangguk menyetujui perkataan Karina.  Ia merapatkan pelukannya dan menaruh dagunya di bahu sang istri. "Aku juga, sayang. Nggak sabar pengen lihat jagoan kecil kita bakalan seganteng apa."

"Se-ganteng kamu pasti." Ucap Karina dihadiahi tawa Nathan.

Pelukan dari Nathan melonggar. Karina berbalik dan tidak mendapati sang suami ada di belakangnya. Ia pun berjalan cepat menuju ruang bermain sang anak yang kini juga terlihat kosong. Karina cemas dan panik. Ia berlari ke seluruh penjuru rumah. Namun yang ia dapati adalah nihil. Suami dan anaknya tidak ada dimana pun.

"Nathan, Netha.." Gumam Karina lirih. Ia membuka matanya perlahan.

Mimpi buruk lagi.

Tidak sepenuhnya buruk. Karena ia dapat merasakan bahagia sebentar ketika berada di alam mimpi.

Karina bangkit dan duduk menyandarkan tubuhnya di kepala ranjang. Ia menangis terisak karena menyadari bahwa semuanya hanyalah mimpi dan mimpinya itu tidak akan pernah jadi kenyataan.

"Hiks! Hiks! Nathan, Netha.."

Perasaannya menjadi tidak karuan di pagi hari ini. Pikiran buruk pun terlintas di benak Karina.

Ia membuka laci nakas di sebelahnya dan mengambil cutter.

"Aku kangen Netha, aku mau ketemu Netha."

Tanpa pikir panjang, Karina menorehkan cutter tersebut tepat pada pergelangan tangannya.

Darah mulai menetes membasahi ranjang. Perlahan mata Karina mulai sayu. Ia tersenyum kecil di sela-sela matanya yang akan menatap.

"Ibu bakalan nyusul Netha." Ujarnya lirih.

Di detik berikutnya, Karina sudah tidak sadarkan diri.




To be continue..

HerWhere stories live. Discover now