09. Mother & Daughter

171 27 4
                                    

Hai! Double up nih. Jangan lupa vote and commentnya yaa.

•••

Melihat dua orang yang dikasihinya tengah berpelukan membuat hati Nathan seketika menghangat. Tanpa sadar sudut bibirnya tertarik dan air matanya pun sudah jatuh menetes di pipinya. Nathan buru-buru menghapusnya.

Ia segera bangkit. Memberikan sedikit ruang untuk Karina agar bisa menghabiskan waktu sebentar dengan Janeetha.

"Ibu kok nangis?" Janeetha bertanya dengan polosnya. "Ibu sakit?"

Karina menggeleng. "Nggak, sayang. Ibu cuma bahagia bisa peluk Janeetha kayak sekarang."

Mendengar itu Janeetha pun tersenyum lebar. Dan menepuk punggung sang ibu pelan. Berusaha menenangkan. "Netha juga bahagia karena bisa ketemu ibu."

Pelukan itu melonggar. Karina membawa Janeetha kedalam pangkuannya.

"Janeetha bahagia ketemu ibu?"

Gadis kecil itu mengangguk. "Bahagia banget, bu. Kadang Netha mimpi tentang ibu karena Netha terlalu kangen." Tangan mungil itu menghapus air mata di pipi sang ibu.

Kembali dibawanya tubuh Janeetha kedalam pelukannya. "Maafin ibu, sayang. Ibu nggak pernah ada untuk Janeetha selama ini."

Janeetha mengangguk. "Netha ndak papa kok, bu. Kata ayah, ibu kan kerja juga buat Netha. Jadi Netha harus ngerti."

"Ayah bilang gitu, nak?"

"Iya buu! Katanya kalau Netha sabar, nanti ayah bakalan ajak ketemu ibu. Dan sekarang ayah sudah nepatin janji ayah."

Ternyata Nathan selama ini hanya menceritakan hal-hal baik tentangnya kepada sang anak. Ia sepertinya sudah keterlaluan dengan Nathan tadi. Posisi Nathan juga selama ini berat.

"Udah bu, jangan nangis lagi yaa! Nanti Netha jadi ikut sedih." Larang Janeetha yang sedari tadi tidak ada henti-hentinya menghapus air mata sang ibu.

Karina mengangguk. "Maaf ya sayang. Ibu cuma ngerasa terlalu bahagia. Makanya ini air matanya nggak bisa berhenti ngalir."

Kecupan dari Janeetha mendarat tepat di pipi kiri Karina. "Netha sayaaaaang ibu!"

Sudah lelah menangis. Nathan pun memutuskan untuk kembali menghampiri mereka berdua yang tengah asik berbincang.

"Ibu, ibu tau ndak? Ayah kadang suka nangis sambil lihatin foto kalian yang ada di kamar ayah."

Karina terkejut mendengar ungkapan dari sang anak. Begitupun Nathan yang baru saja duduk disamping ibu dan anak itu.

"Netha."

Janeetha yang semula fokus menatapi wajah sang ibu kini beralih melihat ayahnya. "Eh ayah." Ia menyengir.

"Udah puas belum cerita sama ibu? Kamu nggak mau pulang?"

Ekspresi wajah Janeetha sekarang menunjukkan kesedihan. "Yaaah, kok pulang sih, Yah? Kan Netha baru aja ketemu sama ibu."

Karina yang masih memangku Janeetha ikut sedih. "Kamu mau bawa balik Netha?"

Dengan ragu Nathan mengangguk. "Udah malem. Kamu harus istirahat. Aku takut kita ganggu."

Gelengan keras Karina berikan. Ia kembali memeluk Janeetha dengan erat. "Kok kamu ngomong gitu sih? Janeetha kan juga anak aku. Nggak mungkin lah aku ngerasa terganggu."

Sebenarnya Nathan tidak tega harus mengatakan ini, "tapi besok Netha sekolah, Karin."

Lagi dan lagi Karina menggeleng brutal. "Jangan bawa anakku pergi lagi!" Pekik Karina. "A-aku mohon."

Mendengar teriakan dari arah ruang tengah, Amara dan Sari ikut keluar.

"Kenapa ini?" Tanya Amara.

Segera Karina berdiri dan menggendong Janeetha yang terlihat bingung. Membawanya bersembunyi dibalik tubuh Amara. Ia terlihat ketakutan.

"Nathan mau bawa pergi lagi anak aku, Ra. Tolong. Aku gamau pisah lagi sama Janeetha." Karina memohon.

Sari yang paham akan situasinya pun menyela. Ia mendekat dan mengelus lengan Karina. "Kalian kan belum berpisah secara sah dimata hukum, kenapa tidak mencoba kembali lagi dan rawat anak kalian bersama?"

Karina menatap Nathan yang kini melihatnya dengan tatapan sendu. Tersirat banyak kerinduan dibalik tatapan itu.

"Karina, Nathan bukannya mau bawa anak kalian pergi kok. Jangan khawatir, nak."

Perlahan Karina mulai tenang. Sari memanfaatkan hal tersebut untuk mengambil alih Janeetha yang sudah terlihat tidak nyaman. Sari melirik Nathan untuk segera mendekati Karina.

Melihat kode tersebut, Nathan pun segera melakukannya. Sari, Amara dan Janeetha kembali meninggalkan mereka berdua.

"Karin.." Nathan mengambil tangan Karina untuk ia genggam. Mengelusnya perlahan dengan ibu jarinya. "Semua yang terjadi, itu juga salah satu penyebabnya adalah aku. Aku benar-benar minta maaf. Keadaan memaksa aku buat ngelakuin hal itu. Aku kira aku udah ngambil keputusan yang tepat. Tapi ternyata salah. Bukan hanya aku yang tersiksa, tapi kamu dan Janeetha juga."

Karina masih mendengarkan.

"Mungkin ini terdengar egois. Tapi aku pengen kita balik lagi kayak dulu. Apa kamu bersedia? Kita besarkan anak kita sama-sama" Nathan menjeda kalimatnya sebentar. "Kalau memang dihati kamu udah nggak ada perasaan buat aku, aku nggak masalah. Kita tetap bisa besarin Netha kok walaupun udah nggak bareng lagi. Tapi yang harus kamu tau, hidup tanpa kamu benar-benar sulit."

"Aku mau." Ujarnya dalam sekali tarikan nafas. "Aku nggak mau kehilangan kalian lagi."

Nathan bahagia bukan main mendengar jawaban Karina.

"Tapi—"

Senyum Nathan luntur. "Tapi kenapa?"

"Aku udah rusak, Nathan." Karina menunjukkan bekas luka sayatan ditangannya. "Aku sakit."

Nathan mengelus luka tersebut. Membayangkan betapa sakitnya luka itu.

"Apa kamu masih mau nerima wanita dengan penyakit mental kayak aku?"

Bukannya menjawab, Nathan malah mencium bekas luka tersebut kemudian menatap sang empu. "Tentu. Kita perbaiki sama-sama ya. Janeetha butuh Ayah dan Ibunya."

Segera Karina mengangguk. Nathan membawa tubuh Karina dalam pelukannya.

"Maafin aku."

Karina meremat belakang pakaian Nathan dengan kuat-kuat. "Jangan tinggalin aku lagi."

"Nggak, sayang."

Akhirnya Karina bisa bernafas lega sekarang. Suami dan anaknya yang ia kira sudah meninggal kembali. Tidak bisa diukur lagi kebahagian Karina saat ini.

Ditengah pelukan itu, tiba-tiba gadis kecil dari arah depan ikut memeluk kaki sang ayah dan ibu. "Netha ikut pelukaaaan!"

Nathan dan Karina terkekeh. Sang ayah membawa anaknya dalam gendongan dan mengangkatnya. Diciumnya pipi si kecil, diikuti oleh Karina yang ikut mencium pipi tersebut. Sang empu terkekeh senang.

Di depan pintu ruang tamu, Amara dan Sari tersenyum lebar melihat mereka. Sungguh indah sekali pemandangan keluarga kecil yang sudah lama terpisah ini.

To be continue....

Buat yang belum lihat di telegram. @ regardemee

 @ regardemee

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
HerWhere stories live. Discover now