Janlup untuk mem-vote ceritanya ya♡.
###
Setelah mengurung diri selama 15 menit di dalam kamarnya Sunny merasa energinya perlahan berkurang dan rasa lapar menyerangnya, akhirnya Sunny keluar dengan mata dan hidung yang memerah dan bibir yang sedikit membengkak. Tapi Sunny hiraukan yang ia perlukan adalah makanan yang membuatnya kenyang bukan hanya harapan yang tak pasti harus membuat kita kenyang.
Saat tiba di anak tangga terakhir Sunny melihat papanya yang sedang melihat ke arahnya. Sial banget ketahuan abis mewek sama papa". Sedangkan ibunya pergi ke supermarket untuk membeli keperluan dan camilan, diantar oleh anak sulungnya yang bernama bang Nata!
Sunny tetap mematung di anak tangga terakhir tidak tahu apa yang harus ia lakukan, tiba-tiba saja perutnya tidak merasakan lapar dan energinya kembali terisi ketika melihat sang papa menatap kearahnya dengan tajam.
"Sasya sini kamu." ucap tegas papa Devan.
Nafas Sunny tercekat ketika melihat wajah sang papa dalam mode serius. Tetapi ia melaksanakan perintah papa Devan dan menghampirinya dengan perasaan was-was.
Sunny duduk di sofa seberang lebih tepatnya di depan tempat duduk ayahnya. Ia mendongak melihat wajah lelah papa Devan.
"Papa habis pulang dari rumah sakit ya?" Dengan polosnya Sunny bertanya.
Papa Sunny menggelengkan kepalanya dengan lelah, sudah tau bahwa dirinya baru pulang kerja malah nanya lagi. "Kamu gak lihat papa masih pakai almet ini?" ucap papa Devan sembari menunjuk almamater putih yang dia pakai. Papa Sunny memang dokter bedah, dia bekerja di rumah sakit yang ia miliki dari papanya dulu sebagai warisan turun temurun.
Sunny hanya menyengir dengan wajah tak berdosa nya. "Habisnya gak biasanya papa pulang jam segini, Sasya takutnya yang di depan ini bukan papa Devan." kata Sunny dengan cengengesan.
"Kalau bukan papa mu ini, terus siapa lagi. Hantu? Mana mungkin ada hantu seganteng papa Devan gini." Ucap papa devan dengan percaya diri setinggi langit, gak ada bedanya dengan Sunny dua-duanya sama-sama percaya diri tingkat dewa.
Sunny hanya terkekeh melihat kepercayaan diri papanya, lalu setelahnya dia menghembuskan nafas berat dan seketika energinya kembali menurun, di dalam kepalanya teringat perkataan menyakitkan dari Rey siang tadi hatinya berdenyut sakit mengingatnya kembali.
Papa Devan yang merasa putrinya sedikit berbeda hari ini dengan hari biasanya pun bingung, banyak pertanyaan yang ia ingin tanyakan pada Sunny. Ekspresi wajah papa Devan kembali menajam kearah Sunny.
"Sasya, kamu habis nangis kan?" Tebak papa Devan .
Sedangkan Sunny gelagapan sendiri mendengar ucapan papanya. Papa Devan sangat benci jika seorang perempuan terlihat menangis dihadapannya karena papa Devan sangat menghormati dan menghargai perempuan sebagaimana perempuan itu adalah seperti ibunya yang memberikannya kasih sayang, papa Devan tak akan segan-segan memberikan penderitaan yang lebih menyakitkan pada pelaku yang membuat istri dan anak perempuan satu-satunya menangis.
"Siapa yang buat kamu nangis sampai mambuat mata kamu jadi sipit gitu?" Tanya papa Devan. Sunny hanya diam dan menunduk, tak menjawab pertanyaan papa Devan.
"Di sakiti sama cowok kan? Sama temen kamu yang kemarin?" Tanya papa Devan dengan berturut turut.
"Jawab papa Sunny Queeneisya!" ucap papa Devan sedikit menekan.
Sunny kaget, papanya tiba-tiba memanggilnya dengan nama lengkap. Ia harus menjawab apa? Sunny tidak ingin membuat papanya ikut campur dalam permasalahan Rey dan dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sunny Queeneisya
Non-Fiction[DILARANG PLAGIAT! MEMBUAT CERITA TIDAK SEMUDAH MEMBALIK TELAPAK TANGAN] "𝒀𝒂𝒏𝒈 𝒃𝒆𝒓𝒂𝒕 𝒊𝒕𝒖 𝒃𝒖𝒌𝒂𝒏 𝒓𝒊𝒏𝒅𝒖, 𝒕𝒂𝒑𝒊 𝒎𝒆𝒍𝒆𝒑𝒂𝒔𝒌𝒂𝒏 𝒔𝒆𝒔𝒆𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒌𝒊𝒕𝒂 𝒔𝒂𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒔𝒆𝒄𝒂𝒓𝒂 𝒑𝒆𝒓𝒍𝒂𝒉𝒂𝒏." Menceritakan...