Janlup untuk mem-vote ceritanya ya♡.
###
Sunny masih menangis dengan pilu dalam dekapan teman-temannya, saqilla zaina dan arsyila memeluk sunny berusaha untuk menenangkan sahabatnya.
"Sya, maafin kita tadi kita gak segera nyusul lo." Saqilla merasa bersalah.
"Iya, kalau aja kita segera nyusul lo, lo gak akan jadi gini." Ujar Syila. Yang diangguki Zaina.
Sunny menguraikan pelukan teman-temannya lalu menggelengkan kepalanya perlahan. "Enggak apa-apa, ini juga bukan salah kalian. Emang takdir gak ada yang tahu jadi bukan salah kalian." Sargah Sunny pada teman-temannya yang merasa bersalah padanya. "Lagipula salah gue sendiri malah jalan ke taman belakang lab IPA." Sunny terkekeh.
"Pasti lo lagi ngelamun kan? Sampai-sampai nyasar ke lab IPA." Tebak Zaina yang mendapat anggukan dari Sunny.
"Yeuh! Kebiasaan ngelamun mulu. Lain kali lo jangan ngelamun terus, kalau kesambet gimana?" Ucap Zaina.
"Gue sering gak sadar, ternyata gue lagi ngelamun."
"Lo banyak masalah akhir-akhir ini ya?" Syila bertanya.
"Iya, banyak banget masalah gue sekarang." Sunny menghembuskan nafas penat.
"Kalau ketemu sama si lotion nyamuk sialan itu, gue cabik-cabik tuh muka jeleknya," Geram qilla. "Mentang-mentang pinter, dia seenaknya gitu sama orang lain."
"Tenang Sya gue akan laporin masalah ini ke bu Andin, biar dia tahu rasa sekalian cincang aja tubuhnya lama-lama enek juga gue liatnya."
Sunny dan temannya hanya terkekeh kecil mendengar amarah Saqilla barusan, ia mengangguk sebagai persetujuan lalu memeluk Saqilla dengan erat. Saqilla membalas pelukannya lebih erat.
Tiba-tiba saja Vendra berjalan kearahnya dan berdiri tepat di depan mereka. "Sya, gue mau ambil minum dulu." Zaina berujar sekaligus mengode pada keduanya untuk mengikutinya dan meninggalkan Sunny agar berdua lebih lama dengan Ravendra.
"Gue ikut!" Sahut Qilla dan Syila serempak.
Entah kenapa suasananya menjadi canggung baik Sunny maupun Vendra tidak ada yang mengeluarkan suara. Vendra berdehem berusaha mencairkan suasana kecanggungan nya.
"Sya,"
Sunny melirik pelan, menatap lelaki yang duduk di sebelahnya. "Apa?"
Saat Sunny mendongak menatapnya, dapat Vendra lihat penampilan acak-acakan Sunny dari rambutnya yang kusut, dan salah satu pipinya yang memerah. Hatinya merasa teriris melihat perempuan disebelahnya ini terluka, bahkan bukan terluka dari luarnya pasti hatinya juga terluka apalagi Sunny memiliki trauma terhadap kekerasan kalau saja dirinya tepat waktu pasti Sunny tidak akan menjadi seperti sekarang.
Vendra dengan tiba-tiba memeluk Sunny mendekapnya erat seakan menyalurkan kekuatan untuk Sunny. Sunny kaget mendapati dirinya yang dipeluk Vendra ia berusaha melepaskan pelukannya. "Sebentar aja Sya, gue tau lo butuh sandaran, buat senyaman mungkin selama gue meluk lo."
Sunny akui ia merasakan kenyamanan dan kehangatan saat Vendra memeluknya, ini yang ia inginkan disaat seperti ini. Vendra begitu berbeda dengan Rey, biasanya jika Sunny ingin dipeluk ia akan meminta sendiri pada Rey, namun Vendra berbeda, dia yang akan memeluknya tanpa di minta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sunny Queeneisya
Non-Fiction[DILARANG PLAGIAT! MEMBUAT CERITA TIDAK SEMUDAH MEMBALIK TELAPAK TANGAN] "𝒀𝒂𝒏𝒈 𝒃𝒆𝒓𝒂𝒕 𝒊𝒕𝒖 𝒃𝒖𝒌𝒂𝒏 𝒓𝒊𝒏𝒅𝒖, 𝒕𝒂𝒑𝒊 𝒎𝒆𝒍𝒆𝒑𝒂𝒔𝒌𝒂𝒏 𝒔𝒆𝒔𝒆𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒌𝒊𝒕𝒂 𝒔𝒂𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒔𝒆𝒄𝒂𝒓𝒂 𝒑𝒆𝒓𝒍𝒂𝒉𝒂𝒏." Menceritakan...