Haruto, lelaki tampan itu kini tengah termenung di kamarnya. Ini sudah minggu kedua ia mencari Junkyu, namun hingga saat ini ia tak kunjung menemukan pria manis itu.Apakah ia harus meminta bantuan pada anak buahnya? Ia pikir dirinya akan mampu mencari mereka sendiri, namun nyatanya itu tak semudah yang ia pikirkan. Ponsel Junkyu tak pernah bisa di hubungi, entahlah apa yang dilakukan pria manis itu. Apakah ia membuang kartu nomornya, atau bagaimana ia tidak tahu.
Apakah Junkyu makan dengan baik? Apakah lelaki yang kini bersama pria manis itu menjaganya dengan baik? Junkyu maupun anaknya bahagia di sana? Matanya tak sengaja melirik laci nakas di sampingnya, entah dorongan dari mana tangannya mengulur untuk membuka laci itu.
Ia termenung beberapa saat, matanya menangkap sebuah buku di sana. Dadanya terasa sesak saat ia mengetahui buku apa itu, itu adalah buku kesehatan ibu dan anak Junkyu. Di sana ia dapat melihat tumbuh kembang anaknya juga kesehatan ibunya. Haruto merasa kesulitan untuk menelan ludahnya sendiri, sebelumnya Junkyu terlihat amat bahagia saat pria manis itu membaca perkembangan janin mereka di buku itu. Kedua mata kelam itu terasa panas, hatinya tergores sakit saat mengingat kenangan itu.
Ia ingat Junkyu selalu menyisipkan sebuah surat disetiap jadwal check up nya, pria manis itu yang menulisnya dengan tangannya sendiri. Haruto membalik halaman demi halaman hingga menemukan surat yang ditulis Junkyu, lelaki itu membaca dengan perasaan campur aduk.
Junkyu sangat menyayangi anak mereka...
Surat pertama yang ia baca telah sanggup membuat rasa bersalahnya kian menggebu.
Halo sayang...
Ini aku ibumu, maafkan ibu karena baru menyadari keberadaan mu sekarang... Bahkan saat ibu mengetahui kau ada di sini, ibu belum memeriksakan dirimu dan sama sekali tak memberimu nutrisi... Ibu sangat meminta maaf padamu... Waktu itu ibu merasa belum siap dengan banyak hal. Termasuk memberitahu ayahmu, ibu takut jika sampai dia mengetahui ini maka kau akan dalam bahaya. Mengingat hubungan kami yang tak berstatus, itu membuat ibu ragu menyampaikan kabar ini padanya.
Dan benar dugaan Ibu, ayahmu marah besar saat dia tahu tentang dirimu... Ibu sangat marah dan kecewa padanya. Ibu hampir kehilangan dirimu karena dia, itu membuat ibu membenci ayahmu. Ibu merasa dia sangat tak bertanggungjawab akan perbuatan yang ia lakukan pada Ibu... Tak seharusnya ayahmu melakukan itu padamu sayang... Kau tak bersalah, tidak seharusnya kau yang menjadi korbannya.
Ibu akan selalu menjagamu apapun yang terjadi, bahkan ketika ayahmu nanti belum bisa menerima dirimu. Maka jangan pikirkan apapun, kau masih punya Ibu. Kau anak ibu.
Ibu sangat menyayangimu ...
Air matanya jatuh menetes, tenggorokannya tercekat membaca surat yang ditulis Junkyu. Apakah ia sebrengsek itu?
Tangannya meremat kertas yang ia pegang, ia merasa tidak sanggup untuk membalik halaman selanjutnya. Tapi ia juga masih sangat ingin mengetahui semuanya, apa yang dirasakan Junkyu saat bersama dengan dirinya. Mata tajam yang kini terlihat semakin suram itu terpaku pada gambar yang terletak pada buku itu, tangannya gemetar saat ia memegang benda itu.
"Hiks—" isakan tangis itu terdengar dari bibir lelaki yang terkenal bengis itu. Ia kalah dengan semuanya, sifat arogan yang ia punya meleleh begitu saja saat ia kehilangan orang yang dicintainya.
Air mata itu menetesi gambar di bawahnya, itu adalah gambar dari rekaman USG milik Junkyu. Di sana terdapat wujud anaknya yang saat itu berusia 3 bulan, hatinya teriris melihat makhluk kecil itu. Ia merindukan buah hatinya, sangat merindukannya.
"Sayang... Ayah minta maaf padamu..." suara sumbang itu terdengar di keheningan ruangan ini, ia merasa sangat bodoh dan hina saat otaknya memutar kejadian dimana ia yang dengan tega menyakiti anaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
JERK [HARUKYU] END✔️
FanfictionPernah mencintai seseorang dalam diam? Menjadi pengagum rahasianya? Tetap diam dan tak melakukan apapun demi cintamu terbalas? Hingga pada akhirnya cintamu berakhir bersama dengan sahabatmu sendiri? Siapa yang patut di salahkan untuk ini? Itulah...