🗣️ T i g a p u l u h s e m b i l a n

10.3K 734 56
                                    

Suara kicauan burung beradu dengan suara ketukan jari-jariku di meja. Aku duduk di teras rumah sambil memandang lurus ke arah burung-burung yang sedang menari di kandang. Mataku menatap ke arah sana, tetapi pikiranku berkelana memikirkan hal lain.

Aku masih memikirkan tentang Mas Prima dan kesehatannya.

Pikiranku tidak bisa diajak berhenti untuk memikirkan permasalahan ini. Aku mau memberhentikan overthingking-ku sehingga aku memutuskan untuk mengajak Mas Prima ke dokter spesialis kulit dan kelamin saat pria itu pulang nanti. Masa bodo jika dia enggak mau, aku akan tetap memaksa. Karena bagiku permasalahan ini bukan hanya tentang dia, tetapi tentang aku juga.

Aku sudah mencari-cari informasi terkait rumah sakit terbaik di Bandung dan aku sudah mendapatkan beberapa opsi. Nanti tinggal aku dan Mas Prima diskusikan tentang rumah sakit mana yang akan menjadi pilihan kami.

Aku mengerjapkan mata kemudian segera menghabiskan air lemonku dan segera masuk ke dalam rumah. Rumah ini sepi karena Ibu mertuaku sudah pergi tadi pagi untuk mengurusi bisninya, Mbak Marina dan suaminya pergi bekerja, serta Hannan pergi sekolah.

Mereka semua pergi meninggalkan aku sendirian di sini yang hanya ditemani oleh beberapa ART, tapi enggak masalah juga sih. Aku nyaman di sini. Nyaman banget malahan.

Baru saja aku ingin melangkah menuju ke lantai atas, ponselku berdering. Nomor Mbak Marina terpampang di sana. Aku buru-buru menekan simbol berwarna hijau kemudian mendekatkan benda tipis itu ke telingaku.

"Assalamualaikum, Keyra. Lagi di mana?"

"Waalaikumsalam, Mbak. Masih di rumah," jawabku sambil melanjutkan langkah kakiku menuju ke lantai atas.

"Mbak baru dapat telepon dari pihak sekolah. Hannan nangis. Dia disuruh bawa rapot sama gurunya, tapi dia lupa. Gurunya udah bilang kalau enggak apa-apa rapotnya dibawa besok, tapi Hannan tetap nangis. Dia bilang, dia udah janji sama Bu Guru untuk bawa rapotnya hari ini."

Hmm, masih kecil, tapi sudah punya komitmen.

"Kamu bisa bantu Mbak nggak? Tolong bawakan rapotnya ke sekolah Hannan atau minta bantuan ojek online untuk kirimkan juga enggak apa-apa. Soalnya Mbak enggak bisa ke rumah sekarang, ada meeting yang enggak bisa ditinggal."

Paham, paham. Namanya juga wanita karir, waktunya pasti sudah diatur sedemikian rupa. Enggak bisa main sembarangan ambil waktu untuk mengurusi hal lain.

"Aku bisa, Mbak. Nanti aku antar sendiri ke sekolahnya Hannan. Kasih tahu aja ya alamatnya."

"Iya. Naik apa, Key?"

Hmm, apa ya?

Aku kan kemarin diantarin Mas Prima ke sini, jadinya aku enggak bawa motor.

Mobil di rumah ini banyak sih, cuma aku enggak bisa mengendarainya. Bapak supir sedang pergi keluar untuk mengantar Tante Dilla.

"Aku pakai taksi aja nanti."

"Yaudah, nanti taksi langganan Mbak jemput kamu ya. Nanti kalau ditanya bilang aja atas nama Marina Abigail ya."

"Oke."

"Rapotnya ada di kamar Hannan. Kotak di atas meja belajar ya."

"Oke, Mbak," ucapku tidak lama kemudian obrolan kami terhenti dan barulah aku bergegas untuk mencari rapot itu.

Aku masuk ke dalam kamar Hannan, mataku langsung menemukan kotak yang dimaksud Mbak Marina. Saat aku membuka tutupnya, rapot SD Hannan terletak di tumpukan paling atas. Tanpa berlama-lama aku langsung memasukkan rapot itu ke dalam totebag kemudian bergegas menunggu taksi di lantai bawah.

Lima belas menit kemudian mobil berwarna biru sudah berhenti di depan pagar rumah. Aku buru-buru mengambil totebag dan tas kecilku lalu berjalan mendekati mobil itu. "Atas nama Marina Abigail ya, Pak?" tanyaku saat kaca mobil terbuka.

Pria paruh baya itu mengangguk sambil tersenyum. "Betul. Dengan Ibu Keyra?" tanyanya yang aku respons dengan anggukan, "silakan masuk ke dalam. Saya antar ke sekolah Dek Hannan."

"Iya, Pak," ucapku lantas masuk ke dalam mobil itu.

Di sepanjang perjalanan, enggak ada hal aneh. Aku duduk dengan tenang sambil menatap lurus ke arah jalan. Bandung sedang diguyur hujan sehingga pantas saja udaranya jadi lebih dingin.

Omong-omong tentang hujan, aku baru sadar aku hanya memakai totebag yang tidak tembus air. Bisa kacau nih kalau rapotnya basah terkena hujan. Bisa-bisanya Hannan menangis histeris dan aku dimarahi oleh kedua orang tuanya. Mungkin saja kalau Mas Prima tahu, pria itu juga akan memarahiku lalu mengatakan aku teledor.

Haduh, membayangkan aja aku udah mengindir ngeri. Takut banget.

Aku membuka tas kecilku berharap membawa plastik yang sekiranya bisa menjadi pelindung rapot ini. Namun, nihil, aku enggak menemukannya.

Aku menatap ke berbagai sudut di dalam taksi ini. "Cari apa, Bu?" tanya Bapak supir taksi itu.

Aku bergumam pelan. "Pak punya kantung plastik besar nggak? Diluar hujan deras, aku bawa dokumen, takut basah. Aku butuh plastik untuk melindungi dokumenku."

"Ada, ada," Bapak supir taksi itu membuka laci dashboard kemudian mengeluarkan kantung plastik merah dengan ukuran yang cukup besar, "ini pakai aja, Bu."

Aku mengambil plastik itu dan kemudian mengeluarkan rapot dari totebag-ku. Saat aku memasukannya ke dalam plastik, aku baru sadar bahwa ada selembar dokumen yang terbawa.

Aku melihat dokumen itu dan mengamati isinya. Dokumen ini adalah akta kelahiran. Nama panjang Hannan terpampang di sana. Aku pikir semuanya enggak ada yang aneh, sampai akhirnya aku menemukan satu keanehan.

Di dalam akta kelahiran itu hanya ada nama Ibu Kandung yaitu Rafflesiana Agretha. Aku baca beberapa kali dan aku masih menemukan nama yang sama.

Lah kok?

Nama panjang Mbak Marina kan, Marina Abigail.

Terus, Rafflesiana Agretha, siapa?

Aku langsung membuka halaman biodata pada rapot Hannan. Tidak ada nama orang tua di sana yang ada hanya nama wali murid yang tertulis nama Marina Abigail.

Pertanyaan selanjutnya, Mbak Marina bukan Ibu kandung Hannan?

Seketika aku jadi curiga mungkin satu keluarga Mas Prima semuanya mengalami penyakit kelamin yang menyebabkan kemandulan.

Tapi, apa iya kemandulan bisa terjadi pada satu keluarga?

Tolonglah, aku jadi semakin pusing. 

Cerita ini Sudah Tersedia Full E-book di Karyakarsa

Pembelian dapat juga melalui whatsapp

Terdiri dari:

- Full E-book (Lengkap)

Total 71 Part ; 329 Halaman

Hanya dengan Rp56.000 kalian bisa akses full e-booknya

Cara Pembelian:

1. Masuk ke aplikasi Karyakarsa bisa melalui web atau aplikasi.

2. Cari nama kreator (TheDarkNight_) dan cari judul karya (Full _ Ebook _ My Lecture My Housemate _ TheDarkNight_)

3. Setelah ketemu, scroll ke bawah sampai menemukan harga jual karya tersebut. Harganya Rp56.000.

4. Ubah harga jika kamu ingin memberi apresiasi lebih.

Pilih metode pembayaran: GoPay, OVO, Shopeepay, Indomart, Alfamart, atau transfer bank.

5. Ikuti petunjuk pembayaran (lihat bagian-bagian yang menerangkan pembayaran dengan Gopay, OVO, Virtual Account BNI, dan Pembayaran QR).

6. Kembali ke laman KaryaKarsa dan ke karya tadi. Pastikan kamu sudah login, ya. Kalau transaksi sudah berhasil, Karya yang sebelumnya bertuliskan "terkunci" akan ganti jadi "terbuka"

Pembelian juga dapat melalui WA (085810258853)

Jika ada pertanyaan boleh chat admin aku 085810258853

My Lecture, My HousemateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang