(💌) · - 𝟐𝟑,

1.9K 374 95
                                    

|
.


Sesampainya di rumah, Name enggan berbicara dengan Aki. Bahkan, gadis itu kian sensitif tak ingin di sentuh ataupun bertatap mata meski tak disengaja.

"Jangan ikuti aku. Aku mau ke kamar." tegas Name.

"Tapi—"

BLAM!

Belum sempurna kalimat yang diucapkan Aki, Name sudah dulu masuk ke kamar sambil membanting pintu dengan keras.

Name terduduk di lantai kamar sambil bersandar di kaki tempat tidur. Gadis itu mengadah melihat langit-langit ruangan, lalu bergumam kecil, "Kenapa aku marah, ya?"

Mengherankan memang. Padahal selama ini Name tak keberatan walau Himeno diam-diam mengajak Aki kencan dan mungkin berbagi sebatang rokok itu hal yang biasa. Akan tetapi..

..jika melihatnya secara langsung seperti tadi, entah kenapa Name tak terima. Apalagi setelah Aki bilang, ia tak pernah menyentuh rokok lagi.

"Sakit sekali, dadaku jadi sesak." gumam gadis itu sambil memegang dadanya. Jantungnya ikut berpacu dengan cepat.

Tersadar ada yang lembab di pakaiannya, gadis itu diam sebentar. Ah, itu gara-gara ulahnya sendiri beberapa jam yang lalu. Name mengangkat bajunya ke atas, berusaha melepasnya.

Namun tetap saja... susah.

"Uukh,"

Oke. Name terjebak sekarang. Bajunya nyangkut di hidung. Ia jadi kesulitan bernapas. "Unghh."

Disaat inilah Name ingin meminta bantuan Aki, namun mengingat dia sedang marah pada pemuda itu, niatnya jadi terurungkan.

"Uugh.." gadis itu pasrah, bajunya tak kunjung lepas, "aku mati saja."

Tapi siapa sangka, Aki malah datang disaat yang terbilang sangat tepat. Pemuda itu rela memanjat dari balkon dan masuk ke kamar lewat jendela. Dia buru-buru membantu Name melepaskan bajunya sebelum gadis itu kehilangan napas dan berakhir tumbang ke lantai.

"Jangan dipaksa, Name. Biar aku saja." ujar Aki lembut disertai dengan senyuman.

Name memalingkan wajah, napasnya tersengal-sengal, kemudian meringsut mundur menjauhi Aki. Gadis itu memeluk tubuhnya yang hanya dibaluti tanktop. "Aku tak butuh.."

"Kamu butuh." Aki mengulum senyum, "kamu butuh aku." kemudian menutupi tubuh Name dengan handuk yang ia bawa dari luar.

Name berdecak, "Kenapa kau tak bilang?" tanyanya dengan suara gemetar.

"Bilang apa, Name?"

"Pacaran dengan Himeno."

Aki spontan membulatkan mata. Kaget dengan pernyataan Name. "Name! Kamu bicara apa?! Bagaimana aku bisa?!"

"Lalu kenapa kau menghisap rokok bekas Himeno?"

Aki tersentak. Diam tak berkutik. Dia terjebak dengan jawabannya sendiri. Pemuda itu menunduk, "Itu.."

Suasana hening beberapa saat.

Aki diam sebentar, menghela napas. "Name, dengar. Aku terlalu kasar padanya ketika kita di kuil. Aku juga kasar padanya ketika dia menjengukku saat kau dibawa Makima-san. Jadi.. sebagai permintaan maaf—"

"Bisa-bisa nya kau mau menurutinya setelah bilang tak pernah merokok padaku."

Aki menggigit bibirnya, "Ya.. aku bodoh sekali."

Dahi Name kian berkerut, lidahnya tercekat. Bibirnya bergerak hendak mengucapkan sesuatu, "Putus."

Spontan Aki mengadah. "Huh? Name, sudah kubilang aku tak—"

none ; hayakawa akiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang