|
.
"Hm... kasihan keluarga Himeno."
Name manggut-manggut, berusaha membuat raut sedih di wajah setelah membaca per-kalimat surat dari Himeno. Aki mengelus kepala Name, sesekali menciumnya. Pemuda berambut hitam itu mempererat pelukannya pada Name yang bersandar di pundaknya.
"Hm, disini di katakan 'aku memaksa Aki untuk menindik telinganya...'" Name langsung mendongakkan kepalanya, menatap Aki dengan tatapan menyelidik.
Sebutir keringat bergulir turun di wajah Aki, pemuda bermanik biru itu mendengus. Kemudian melepas kedua anting hitam yang melekat di telinganya.
"Kenapa dilepas?"
"Perasaanku tidak enak."
Name mengerutkan dahinya, ia sedikit memanyun setelah mendengar jawaban dari Aki. "Kau takut?"
Aki mengangguk. "Aku takut kamu cemburu lagi."
"Kalau sudah tau aku akan cemburu kenapa kau masih memakainya?" Name berdecih. "Jangan-jangan gaya topknot itu dia yang suruh juga, ya?"
Aki menggeleng, "Itu aku sendiri."
"Hu'um..." Name manggut-manggut, mengiyakan perkataan Aki.
Cup
Sebuah kecupan singkat mendarat mulus di tengkuk gadis itu. Aki kian mengeratkan pelukannya pada Name.
"Name, jangan marah begitu.."
Sungguh, hal-hal yang dia lakukan tidak sepenuhnya berhubungan dengan Himeno. Alih-alih mendengarkan rekan wanitanya itu, bahkan ketika dia mabuk dan merokok untuk pertama kali, hal pertama yang dia pikirkan adalah Name.
Tapi mau bagaimanapun, Himeno adalah rekan pertama sekaligus senior yang menjadi teman tempatnya mengeluh. Jadi, kadang Aki tak bisa menolak apa pun yang disuruh oleh wanita itu. Namun tetap saja, hal-hal berbau kedewasaan adalah pengecualian.
"Aku tak marah. Meski sekarang kau sedang sensitif, jangan menangis." Name menepuk kepala Aki pelan. "Karena sebelumnya kau sudah menangisinya, kan?"
Aki menggigit bibir bawahnya. Samar-samar mengangguk pelan.
Name tersenyum tipis, lalu memainkan rambut Aki sedikit jahil. Sedetik kemudian, gadis itu menenggelamkan wajahnya di dada bidang milik Aki, memeluk pemuda itu erat. Dapat ia dengar detak jantung Aki yang telah berpacu dengan cepat.
"Ne, Aki. Kalau aku menghilang, apa kau juga akan menangis?"
"Kau membunuhku jika berbuat begitu."
Name terkekeh. "Kau akan baik-baik saja."
"Bagaimana aku bisa?"
Name mempererat pelukannya, mencengkeram baju Aki kuat-kuat. "Aku sudah bilang. Mulai sekarang, kau akan baik-baik saja."
Kening Aki berkerut. Tiba-tiba ia berdebar, sebuah firasat buruk datang mengetuk hatinya. Pemuda itu membalas pelukan Name erat. Sungguh, ia takut. Jantungnya seolah diremas oleh sesuatu. Aki meneguk ludah. "Name.. ada apa?"
"Aki, kau akan hidup sangaaat lama."
"..Huh?"
"Makanya, kau akan hidup untukku."
Aki menggeleng kuat. Dia benar-benar tak mengerti. Segera ia melepas pelukannya, lalu menarik bahu Name untuk menatapnya. "Name?"
Name mengangkat telunjuknya, kemudian menempatkannya di bibir, lalu tersenyum kecil. Bersamaan dengan itu, satu tangannya menepuk kepala Aki pelan. Yang membuat pemuda itu sedikit terhuyung, kelopak matanya mengerjap lemah. Dan dalam sekejap, Aki jatuh tertidur.
|
.
Pukul 23:50.
Makima memberhentikan langkahnya. Kala melihat seorang gadis yang berjalan ke arah nya dengan raut wajah datar tanpa ekspresi. Gadis itu terlihat membawa keranjang buah di tangannya. Membuat Makima sedikit was-was di tempat.
"Kau sampai datang ke rumahku seperti ini. Ada apa kira-kira, The Devil?" tanya Makima, mengukir senyuman khas miliknya.
Name mengernyit. "Siapa yang kau sebut dengan The Devil?"
"Kau masih menyembunyikan jati dirimu?"
"Oh, sayang. Aku tak menyembunyikan jati diri. Kau hanya salah menebak." Name mengacungkan telunjuknya ke atas, "tanyakan itu pada The Devil yang ada di neraka."
Seketika, Makima mengendurkan senyumnya. Matanya terpicing menatap Name. "Apa maksudmu?"
"Ah, dengarkan aku baik-baik." Name mengambil buah apel di keranjang, kemudian melemparnya ke depan. Yang langsung di tangkap oleh Makima. "Control Devil, ulangi perkataanku." jeda sebentar, "Aku tak akan menyentuh Hayakawa Aki."
NGIIIINGGG—
Tiba-tiba, telinga Makima berdengung, segera ia membekap kedua telinganya erat. Keringat dingin keluar membanjiri wajahnya. Wanita bersurai merah itu terdiam di tempat, sekujur tubuhnya seakan di tekan oleh benda berat, tak dapat bergerak. Seolah terhipnotis, bibirnya bergerak hendak mengucapkan sesuatu.
"..Aku tak akan menyentuh Hayakawa Aki."
Name tersenyum, kemudian melanjutkan. "Aku tak akan menyentuh Chainsaw Man."
"Aku.. tak akan menyentuh Chainsaw Man."
Name tertawa. Melempar apel kedua dari keranjangnya, yang langsung ditangkap oleh Makima. "Nah, nah. Makanlah buah itu sebagai imbalan, ya. Ya ampun, lucu sekali." Name menggelengkan kepalanya, mendecak.
"Jadi, bagaimana rasanya menjadi Control Devil yang di kontrol, Makima?"
Hening.
Makima masih berdiri dengan tatapan kosong. Sembari memegang dua buah apel di tangannya.
Name tersenyum manis. "Hell Devil." panggilnya.
Tiba-tiba, tepat di atas Name berdiri, sebuah pintu muncul di langit-langit ruangan. Memunculkan sebuah tangan berjari enam dari balik pintu.
"Jadilah anjing yang baik, Makima."
Usai mengucapkan kalimat perpisahan, Name membiarkan Hell Devil mengambil tubuhnya, membawanya masuk ke dalam pintu misterius itu. Dan dalam sekejap, ruangan itu menjadi kosong kembali. Meninggalkan Makima yang berdiri diam disana.
Wanita bersurai merah itu melirik dua buah apel yang digenggamnya.
"... kau bukan The Devil."
|
.
Adeuh adeuh
Cape gaes, pen cepet² matiin Aki wkakak
Canda sayang. Chii lagi mikir keras buat ending nih
Tapi kalian bilang lebih suka happy end ya? Chii kurang sreg sih.. tpi pas baca komen "ff Aki sad semua" yaudahlah mari kita bikin penpik yg berbeda ges wkakak
See u in the next chap emmuaachh, yg ngevote pahala nya ngalir aamiin :>
KAMU SEDANG MEMBACA
none ; hayakawa aki
Фанфикшн𔘓 「 𝗛𝗮𝘆𝗮𝗸𝗮𝘄𝗮 𝗔𝗸𝗶 𝘅 𝗥𝗲𝗮𝗱𝗲𝗿 」 "Aku bersumpah, kaulah satu-satunya alasan aku tetap bernafas." Hayakawa Aki mengenggam tanganmu, lalu menciumnya. Jauh di dalam lubuk hatinya, dia ingin tetap bertahan hanya untukmu, dunianya. Sekaligu...
