~Waiting for someone to change, but finally, my feeling does do~
Pagi-pagi sekali rumah sudah ramai. Elizabeth sibuk memasak, dan Mason sibuk mencuci mobil.
Aroma masakan begitu tercium bahkan sampai ke lantai tiga.
Abigail mengernyit heran melihat kesibukan tak lazim itu. Biasanya Elizabeth dan Mason akan bersih-bersih kalau sudah jam tujuh. Kalaupun mereka melakukannya sebelum itu, berarti ada sesuatu di rumah. Namun ia tak punya banyak waktu, mengingat ini hari pertamanya balik ke sekolah setelah sebulan penuh ia izin untuk pindah ke Inglewood. Belum lagi waktu minggu lalu sakit. Apalagi hari ini tanggal gajian, ia tak sabar menunggu terlalu lama.
Abigail balik ke kamar membersihkan diri. Ia kemudian mengenakan celana kain hitam dan kameja kuning pucat. Rambut cokelat panjangnya dikuncir, dan lipstik berwarna merah muda natural terpoles indah di bibir mungilnya. Begitu saja. Hanya sesederhana itu yang ia perlukan untuk terlihat semakin cantik. Tak ada polesan makeup berlebih, apalagi pakaian kekurangan bahan yang akhir-akhir ini banyak digunakan para wanita.
"Mau ke mana, kau?" Suara dingin itu menyambut Abigail yang baru tiba di lantai satu. Ia mencari sumber suara, dan mendapati Gray duduk bersandar di lengan sofa. Ia menghampiri pria itu.
"Hari ini aku ke sekolah. Sudah sebulan aku tidak ke sana, Gabe." Sebisa mungkin Abby bersuara normal. Ia tak ingin terlihat takut di depan Gray. Lagi pula, ini sudah seminggu lamanya sejak ia sehat dan memulai obrolan kecil bersama Gray. Abby harus bersyukur sebab selama satu minggu ini, Gray tidak berlaku kasar padanya.
"Jam berapa kau pulang?"
Abby melirik jam, dan menjawab, "Jam 10 aku sudah balik."
"Hm."
Merasa tak ada yang perlu dibicarakan, Abigail langsung melenggang sampai di teras. Ia menyempatkan waktu untuk menyapa Mason yang masih sibuk mencuci mobil. Pria paruh baya itu menawarkan jasa antar sampai ke El Monte, tetapi Abby menolak dengan halus.
....
Jam sepuluh lewat lima belas menit Abby sampai di rumah. Meskipun agak telat dari janjinya pada Gray, setidaknya ia kembali ke rumah masih dengan jam yang sesuai.
Tadi di jalan macet sekali. Entah ada pertunjukan musik apa sampai kendaraan harus antri.
Tiba di teras, terdengar suara ribut dari dalam. Abby sangat penasaran, ada apa gerangan?
Langkah kakinya jadi dua kali lebih cepat sampai di ruang tamu. Dan pemandangan di dalam sungguh di luar dugaan.Abigail mematung. Jantungnya berdetak tak keruan. Keringat dingin tiba-tiba membasahi wajah padahal hari itu cukup terik. Dalam hati ia bertanya, siapa wanita itu?
Ia terlalu lama berdiri di depan pintu, sampai tidak menyadari bahwa objek yang ia perhatikan juga tengah memandanginya. "Hei!" seru wanita berambut emas yang sedang duduk lesehan di karpet yang entah sejak kapan ada di situ.
Abigail tersenyum canggung, lalu menghampiri wanita itu.
"Kau pasti Abigail Brown, kekasih Gabriel,"tebak wanita itu. Tentu saja Abby terkejut."Kau mengenalku?"
Wanita itu mengangkat bahu, dan menjawab, "Baru saja, setelah Gabe beritahu." Lalu mengulurkan tangannya ke Abby. "Aku Joane, teman Gabriel. Dan aku harus jujur bahwa kau lebih cantik dari yang aku bayangkan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Shadow of the Wound (Completed ✔️)
RomanceGray, seorang pria kejam yang berusaha menjebak Abigail dalam penjara yang ia buat. Sementara Abigail, seorang gadis lugu yang tidak pernah menyadari, bahwa dirinya telah masuk dalam perangkap Gray. .... Grayson Moore, seorang arsitek berdarah Inggr...