15. I am Into You

104 4 0
                                    

Abigail tidak menjenguk Gray, bukan berarti ia tak peduli. Abigail tak muncul di hadapan Gray, bukan berarti ia masa bodoh akan keadaan pria itu. Ia hanya ingin melakukannya diam-diam.

Tiga hari adalah waktu maksimal ia menahan diri untuk tidak menjenguk Gray. Tiga hari adalah waktu yang cukup untuk membuatnya mampu menerima takdir, menerima fakta, menerima jalan hidupnya yang saat ini tidak ia harapkan. Ia sudah cukup merenung dalam kesedihan. Ia sudah cukup menerima bahwa di antara hubungannya dengan Gray, telah ada wanita lain. Namun tidak! Bisa jadi dia sendirilah selingkuhan Gray, bukan Mary.

Sebenarnya hari ini ia tak ingin ke rumah sakit. Namun Edmund menelepon, mengatakan bahwa Gray sendirian di rumah sakit. Maka dengan pertimbangan semalam penuh, ia akhirnya mengambil keputusan untuk menjenguk Gray, sambil membawa makanan.

Tiba di rumah sakit, ia tak langsung masuk, sebab dokter masih mengobrol dengan Gray.

Tolong kuatkan aku menghadapinya ...,batinnya sebelum masuk. Ia mengetuk pintu lebih dulu, lalu melangkah ke dalam. Dilihatnya betapa pria itu terkejut akan kehadirannya. Dan sekali lagi, dengan raut ragu-ragu yang tampak begitu kentara, ia memilih duduk di kursi yang letaknya di samping brankar.

"H-Hai ...," sapanya pelan. "Maaf aku baru bisa menjenguk."

" ...." Gray tak bersuara, masih terpaku pada gadis di sampingnya.

"Bagaimana keadaanmu, Gabe? Kapan kau diperbolehkan pulang?"

"Aku belum tau,"jawab Gray dengan mimik sedatar mungkin. "Kenapa kau kemari? Dimana Edmund?"

"Dia sedang mengurus sesuatu."

"Kalau begitu bisakah kau keluar? Aku mau tidur."

Sekali lagi Abby menguatkan hati. "Kau sudah makan?"

"Aku tidak lapar!" Gray menjawab seraya menggulir layar handphone.

"Kau bukan tidak lapar. Kau hanya tidak suka makanan rumah sakit." Abby lalu mengeluarkan makanan yang ia buat. "Ini aku bawakan makanan untukmu. Kau mau makan sekarang?"

"Sudah kubilang aku tidak—"

"Makanlah,"pinta Abby sembari menyodorkan sepiring pasta ke hadapan Gray. Aroma yang menguar dari pasta tentu sulit bagi Gray yang adalah pecinta pasta jenis apapun. Pria itu akhirnya menyerah. Ia memang lapar sejak pagi, sementara makanan yang tersedia bukan seleranya. Gray tak perlu mengambil air ketika ia butuh, sebab Abby sudah lebih dulu tahu dan menyiapkannya. Gray tak perlu mengambil tisu, sebab Abby yang sudah tahu lebih dulu, langsung membuka tisu yang ia beli dari toko sebelum kemari.

Ketika sepiring pasta habis, Abigail membiarkan pria itu beristirahat sejenak, kemudian ia membongkar isi tasnya. "Aku membawa sesuatu." Ia mengeluarkan pengharum ruangan beraroma lavender, aroma kesukaan Gray.

"Kau tidak suka bau rumah sakit, jadi aku membawa ini." Dan dalam hal ini, Gray dan Gabriel punya selera yang sama.

Tanpa menunggu perintah Gray, Abigail langsung menyemprotkan pengharum ruangan itu ke seluruh ruangan, bahkan sampai pada sudut yang jarang dijangkau. Ia ingin memastikan pria itu tidur nyenyak. Aroma obat-obatan dalam ruangan pun hilang, digantikan oleh aroma wangi menenangkan.

"Gabe, kau boleh pindah tempat sebentar? Aku mau ganti seprei supaya kau tidur lebih nyaman."
Tentu Gray menurut karena ini demi dirinya. Abigail dengan sigap membantunya sampai berbaring di sofa, dan membiarkan pria itu memerhatikan setiap gerak-gerik Abigail yang fokus mengganti seprei, sarung bantal, guling dan selimut. Gadis itu juga memastikan tak ada kotoran di kasur.

Shadow of the Wound (Completed ✔️)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang