18. Mother of All Children

99 6 0
                                    

Abigail tampak sangat bahagia di sana. Tawanya merekah bagai bunga subur. Tawanya membahana di ruangan luas itu.

Di samping kanan kiri dan muka belakang, banyak anak mengerumuni bagai semut mengelilingi gula. Beberapa duduk manja di pangkuan, beberapa juga memeluknya dari belakang. Bukannya risih, tawanya semakin lebar, melebur bersama anak-anak yang tak kalah bahagia.

Rupanya mereka tengah menikmati pertunjukan konyol beberapa anak laki-laki yang beraksi seperti hero. Ada yang memegang pedang plastik, palu thor, bahkan ada yang mengenakan kostum dinosaurus.

Gray memerhatikan dari jauh. Ia menelisik bagaimana Abigail tertawa sampai menahan perut ketika anak laki-laki di depan mereka digendong dan diputar-putar oleh teman-temannya, bagaimana gadis itu memperlakukan anak-anak yang menempeli bahkan beberapa kali membuatnya berbaring di karpet akibat ditarik, serta bagaimana ia dengan senang hati menerima kecupan para anak perempuan.

"Mommy!"panggil salah satu anak laki-laki berambut cokelat. Di tangannya terdapat sebuah buku dan pensil. "Tolong gambarkan sepatu seperti yang kau belikan untukku,"pinta anak itu sambil duduk menghadap Abby.

"Mau kau apakan gambar itu, Willy?"

"Mau aku warnai."

"Baiklah."

Abigail mengambil buku dan pensil milik anak laki-laki bernama Willy, dan mulai menggambar seperti yang diminta. "Selesai!"

"Terima kasih, Mom!" Lalu Willy kembali ke ruangan sebelah.

Sementara Gray yang mendengar sebutan 'mommy' pada gadis itu, tanpa sadar tersenyum kecil. Tidak merasa aneh, ia justru merasa panggilan itu cocok untuk sosok Abigail yang punya jiwa keibuan tinggi dan penyayang. Selain itu, panggilan itu juga memperkecil jarak di antara mereka. Takkan ada yang canggung atau merasa jauh satu sama lain.

"She's the best mom to be." Tiba-tiba ucapan Joane tempo hari melintas di kepala Gray. Ia jadi membayangkan sehangat apa sosok Abigail kalau punya anak.

Gray tak ingin berlama-lama memandangi gadis dan sekumpulan anak di sana. Ia pasti malu kalau sampai ketahuan. Lagi pula ia belum puas akan rasa penasaran mengenai tempat ini.

Dengan langkah tertatih, ia mengelilingi bangunan dengan luas yang cukup untuk menampung seratus orang lebih itu. Ada banyak foto terpajang di bagian depan. Dari semua foto itu, pasti ada Abigail di dalamnya. Ada sebuah poster di dekat pintu masuk. Penasaran, Gray pun menyempatkan waktu membaca keterangan di situ yang memang sudah menarik perhatiannya.

Poster berjudul "Sejarah Berdirinya Panti Asuhan 'El Monte'" tersebut, menjabarkan bahwa bangunan ini pertama kali dibangun pada tahun 2010. Jumlah anak yang diadopsi berkisar antara 30-40 orang pada masa itu. Kemudian pada tahun 2016 mengalami kebakaran. Beruntung kebakaran itu tidak melahap habis seluruh gedung. Karena itulah panti ditutup selama setahun lebih, sampai akhirnya pada tahun 2017, para manusia berhati baik setuju untuk memperbaiki ulang gedung itu. Disajikan nama-nama yang berpartisipasi aktif dalam perbaikan ulang gedung, yang salah satunya adalah Abigail Brown. Sejak saat itu sampai sekarang, tercatat bahwa Abigail menjadi satu di antara lima orang pemberi dana yang masih aktif dan rutin menyumbang.

Gray mematung. Ia selama ini hidup bergelimang harta, tetapi tak ada sepeserpun yang diberikan untuk membantu. Lantas Abigail yang hidupnya Gray pikir tidak mewah, justru membagikan hasil usahanya pada anak-anak yang membutuhkan.

Shadow of the Wound (Completed ✔️)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang