"Rendi! Rendi!!!"
Ketukan pintu yang berulang-ulang membuat Rendi yang berada di kamarnya berlari menuju pintu depan dan membuka pintu untuk mengetahui sosok yang mengetuk pintunya tanpa henti.
"Hazwan?"
Cengiran Hazwan membuat Rendi langsung mempersilahkannya untuk masuk dan mengambilkan beberapa camilan untuk menemani mereka bermain, dengan tangan yang penuh dengan mainan Hazwan meletakkan mainannya di meja lalu menunggu Rendi untuk datang dari arah dapur, disisi lain juga Jaka dan Jazel sampai dengan otopet milik mereka masing masing.Hari Minggu memang waktu yang tepat untuk bermain, namun mereka memilih siang hari karena Rendi harus ke gereja untuk beribadah. Terkadang Hazwan dengan polosnya ingin ikut ke gereja karena dia ingin mengajak Rendi langsung bermain setelah dari gereja dan untungnya bapak memberikan pengertian jika dia tidak dapat ikut ke gereja dengan Rendi karena mereka berbeda iman.
"Loh Jaka? Kapan dateng?" Tanya Rendi. Hazwan melihat ke arah Jaka yang tengah melepas jaketnya dan jaket milik Jazel, "Baru aja, ini tadi disuruh mami buat beli garam dulu terus kesini," jelas Jaka.
Jazel melepas topinya lalu duduk di lantai dengan Hazwan, "Wan tadi aku liat bapak Jo ke rumah om Jey," bisik Jazel.
"Kenapa?"
"Ga tau, katanya mau ngomongin hal seriusss... Tadi Jaka tanya ke mami-nya kata mami-nya dia juga ga tau," ujar Jazel lagi. Hazwan dengan tersenyum meletakkan telunjuknya ke depan bibir.
"Kita ga boleh ikut campur urusan orang dewasa, ga boleh kalo kata bapak."
Jazel mengangguk lalu mengambil Oreo di piring dan mereka bermain bersama hingga petang menyerang.
***
Di sisi lain, di rumah Jaka.
Bapak mengulum bibirnya lalu menunggu Jey membacakan surat surat di hadapannya.
"Jey, parah?" tanya bapak.Om Jey menatap bapak lalu menatap kertas yang dia pegang, air muka Jey dapat dibaca dengan mudah oleh bapak, "Jey?"
"Jo, kita pengobatan di luar kota gimana?" tawar om Jey, bapak mengerutkan dahinya lalu menatap om Jay dengan tatapan serius. "Ginjal kamu parah Jo, diabetes kamu juga."
Bapak menggelengkan kepalanya, jika dia melakukan pengobatan sampai ke luar kota, bagaimana dengan Hazwan? Bagaimana jika Hazwan sendiri? Bapak tidak bisa meninggalkan Hazwan begitu saja.
"Maaf Jey, Hazwan ga bisa aku tinggalin," ujar bapak sambil merapihkan kertas kertas tersebut lalu memasukkannya ke dalam tas, om Jey yang melihat tindakan bapak langsung menatap ke arah istrinya."Bang Jo, ini buat Hazwan juga. Bang Jo tega lihat Hazwan nangis karena bapaknya sakit?"
Ucapan istri om Jey ada benarnya, tangannya yang tadi sibuk mengambil kertas kertas tersebut terhenti seketika. Dia menatap ke arah om Jey lalu ke istrinya.
"Setidaknya bang, lakukan buat Hazwan. Hazwan seneng kalo bang Jo sehat."Matanya memerah lalu bapak menundukkan kepalanya, "Hazwan.." lirih bapak.
"Hazwan ga boleh sedih, Hazwan ga boleh nangis.." tangisan bapak dilihat dari jauh oleh Mahen.
Anak tersebut menatap bapak dari pintu kamarnya lalu kembali masuk ke dalam kamarnya dan membuka bukunya.Hazwan ga boleh sedih
Hazwan ga boleh nangis"Oke Jo, semua keputusan ada di tanganmu," final om Jey. Om Jey tidak dapat melakukan apapun jika bapak tidak mau melakukan pengobatan, dia akan mencoba berbagai cara tetapi mungkin untuk kali ini sangat sulit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Bapak
FanfictionBapak adalah seorang cinta pertama bagi anaknya. Bukan hanya cinta pertama namun sebagai pahlawan bagi anaknya juga. "Pak, bapak." Panggilan tersebut terdengar lucu saat seorang anak menyebutkannya dengan nada merengek. "Kamu pingin makan apa nak...