07. Sleeping through my finger

32 6 1
                                    

Sebelum Hazwan hadir dalam hidup bapak

"Baik, bapak, ibu saya ingin membicarakan hal serius pada anda."

Bapak dan ibuk menatap dokter serius, hasil USG kali ini sedikit membuat mereka sedih, dokter meminta ibuk untuk memberhentikan kehamilannya karena kandungannya kini rentan. Selain karena penyakit jantung yang ibuk derita kandungan ibuk juga lemah.

Sambil memegang perutnya ibuk menggelengkan kepalanya, "Dok, saya tidak mau, beruangku... apa ada cara lain? Obat? Saya akan membelinya berapapun harganya."
Bapak mengangguk setuju, sambil menggenggam tangan ibuk, bapak kini menatap dokter.

"Dok, tuhan baru saja memberikan kita kebahagiaan karena menitipkan anak pada kita. Dok, saya tidak mau harus melepaskan anak saya," ujar bapak, dokter menggelengkan kepalanya lalu menatap ke arah ibuk dan bapak dengan tatapan sendu.

"Jika ibu ingin melanjutkannya, akan berakibat fatal. Bisa saja terjadi pendarahan, anak lahir dalam keadaan  prematur atau lebih buruknya sang ibu atau bayi akan meninggal," ujar dokter.
Ibu mengangguk, "Kalau begitu, kita tidak pernah tau rencana tuhan untuk kita. Kita bisa hidup dan mati atas rencana tuhan, dokter izinkan saya melanjutkannya."

Setelah berbagai perbincangan, dokter memutuskan untuk menambah dosis obat untuk ibu dan bapak memutuskan untuk lebih mengawasi ibu lebih ketat. Bapak sangat protective, ibuk yang awalnya aktif untuk membersihkan rumah atau sekedar ke kamar sang anak kini harus mengenakan kursi roda.

Bapak melakukan pengawasan ketat dan mereka melewati masa kehamilan dengan penuh suka duka sampai pada hari kelahiran hal buruk terjadi. Hujan turun sangat deras bahkan beberapa jalan ditutup karena banjir.

Dengan wajah panik bapak menunggu sang istri di luar ruang operasi berharap apa yang dikatakan dokter saat itu salah. Berharap jika sang istri dan juga sang anak berhasil selamat.

"Jo..." panggil om Jay, bapak berbalik lalu melihat sahabatnya yang membantu operasi sang istri dalam bersalin. "Gimana?" tanya bapak. Om Jay tidak menjawabnya, dia terdiam menundukkan kepalanya.

Bapak menggelengkan kepalanya tidak percaya, dengan penuh amarah bapak masuk ke dalam ruang operasi dan melihat seluruh suster membersihkan sang anak. Sesaat kemudian dia menatap istrinya yang terbujur kaku di atas bed operasi.

"Permisi tuan... Ini anak anda, selamat anak anda adalah laki-laki," ucap salah seorang suster membawakan Hazwan pada bapak. Dengan terisak bapak meraih sang anak lalu menimangnya.

Om Jay kembali masuk ke dalam ruang operasi dan melihat sang sahabat yang bersimpuh. "Jo udah Jo," ujar om Jay. Bapak menepisnya lalu berdiri.

"Jessica ayo bangun sayang, anak kita lahir dengan selamat."

Om Jay menatap sahabatnya lalu menahan tubuh sang teman, dia juga ikut menangis karena Jessica juga adalah sahabatnya.
"Kembalikan istriku Jay."

Om Jay menggelengkan kepalanya, "Aku tidak bisa... Jo, itu di luar kemampuanku."

Bapak menggerang kesal. Dia memeluk bayi yang ikut menangis itu.
Ruang operasi yang seharusnya diisi oleh tangis haru kini diisi oleh tangis kesedihan karena kepergian seseorang.

***

"Saya meminta maaf."

Bapak bersimpuh di hadapan orang tua Jessica. Dia meremat tangannya sendiri.
"Maaf.. saya lalai," ujar bapak lagi.

"Anak saya, dia pergi karena bayi sialan ini... PERGI! PERGI! BAWA ANAK SIALAN INI!" Usir ayah Jessica. Bapak terisak sambil menatap sang anak yang tertidur.
"Saya mohon terima anak ini sebagai cucu kalian.. saya hanya memohon-"

Dear Bapak Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang