03. Cahaya bapak

47 8 0
                                    

Kini Hazwan sudah naik di kelas 3. Siapa sangka, dia menjadi anak yang lebih aktif. Sering mengikuti lomba dan juga lebih pintar.

Hazwan sering absen dari pelajarannya karena mengikuti lomba dan juga kegiatan di luar sekolah. Kepintaran Hazwan juga tidak luput dari cara bapak mengajari Hazwan di rumah. Dengan telaten bapak mengajari Hazwan.
"Pak ajarin aku ngelukis," ujar Hazwan Tia harinya pada bapak.

Beberapa jenis cat bapak belikan untuk Hazwan. Dari cat air hingga cat minyak.
"Gini kalo gambar langit sama pohon."

"Ah susah pak."

"Coba dulu."

Hazwan yang awalnya mengeluh akhirnya mencoba juga. Benar kata bapak, jika kita tidak mencobanya bagaimana kita tau hasilnya.
Saat kelas 3 ini juga bapak sering sakit-sakitan dan bapak terkadang membohongi Hazwan jika dia harus pergi untuk urusan pekerjaan pada Hazwan padahal dia sedang menjalani pengobatan dengan Jay.

"Bapak, aku ikut boleh nggak?"

"Jangan ya nak, di rumah aja nanti bapak pulang, sebentar aja kok."

Bohong.

Lama, bapak perginya lama.

Hazwan yang polos hanya mengangguk dan menurut.

Hazwan setiap harinya menunggu bapak di sofa yang sering bapak duduki berharap dapat melihat bapak pulang.

"Assalamualaikum anakku, bapak pulang."

Hazwan tersenyum lebar lalu memeluk bapak yang baru saja pulang, dia tersenyum lalu melihat bapak, "Lama banget pak," ucap Hazwan sambil mengerucutkan bibirnya

"Maaf ya nak, bapak lama. Mau main?"

"Mauu! Bentar aku ambil mobil mobilanku dulu," ucap Hazwan lalu berlari ke arah kamarnya dan mengambil segala mainannya. Bapak yang melihat antusiasme hazwan hanya tersenyum lalu meletakkan segala obat-obatan di atas meja.

"Waduh, banyak banget nak."

"Iya pak, dikasih Rendi," ucapnya sambil membawa setumpuk mainan. Bapak yang mengerti jika putranya kesusahan segera berdiri lalu membantunya membawa segala jenis mainan di tangannya.
"Bapak Ama om Jay kerja apasih? Lama banget perginya?" tanya Hazwan, bapak menggelengkan kepalanya lalu mengusap kepala sang anak.

"Bapak udah pulang nak."

"Iya tau pak, kalo pergi jangan lama lama. Hazwan kangen soalnya," ujar Hazwan lalu mendorong mobil berwarna merah ke arah bapak. "Hazwan ga bisa sendiri pak. Kalo Hazwan sendiri terus gaada bapak, Hazwan gimana?"

Bapak sedikit terenyuh.

"Hazwan.."

"Hazwan gaada temennya pak, Hazwan pulangnya ke bapak. Kalo rumah Hazwan gaada bapak nanti sepi rumahnya Hazwan."

Bapak menghela napasnya lalu tersenyum, "Hazwan. Mungkin kamu masih kecil buat bapak kasih tau. Tapi kamu tetep harus inget ya nak, bapak ga pernah kemana-mana. Bapak selalu ada sama Hazwan."

"Hazwan anak bapak yang ganteng kayak boneka beruang, gaada orang yang boleh nyakitin kamu nak. Bapak aja ga pernah nyakitin kamu berarti orang lain juga ga boleh nyakitin kamu."

"Bapak sayang Hazwan."

Hazwan menatap kedua mata bapak lalu menghamburkan dirinya ke pelukan bapak.

"Kalo bapak ada, Hazwan juga ada. kalo bapak gaada, Hazwan juga gaada."

Bapak mengangguk, "Kalo Hazwan ada, bapak ada. Kalo Hazwan gaada, bapak gaada."

Semacam janji tetapi diingkari.

Dear Bapak Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang