05. Problem

22 4 0
                                    

"Apa?"

Hazwan menatap bapak dengan tatapan penuh harapan. Bapak menghela napasnya, dengan lemas bapak kembali duduk lalu menatap Hazwan penuh dengan tatapan sayang, "Ajarin berantem?" tanya bapak memastikan.

"Iya pak," jawab Hazwan.

"Biar apa?" tanya bapak.

Hazwan mengendikkan bahunya lalu tersenyum, "Biar bisa berantem pak."

Bapak berdecak, lantas bapak langsung berjalan menuju ruang tamu tanpa menoleh kepada Hazwan. Bapak kesal? Iya. Bapak tidak pernah mau anaknya bertengkar dengan orang. Hanya orang yang berpikiran dangkal yang akan beradu otot dengan seseorang.

"Yah marah.." gumam Hazwan lalu membereskan piringnya dan berjalan mendekati bapak. "Pak," panggil Hazwan.

"Hmm apa?" Balas bapak di Sofanya. Dengan mata tertutup bapak hanya menjawab panggilan hazwan dengan gumaman dan apa.
Hazwan sadar jika bapak marah, tapi gengsi meminta maaf.

Sudah remaja, rasa gengsi semakin tinggi untuk mengucapkan kata maaf kepada orang tua. Tapi terkadang, orang tua juga lupa mengucapkan kata maaf.

"Aku pergi sekolah dulu ya," pamitnya saat itu, bapak mengangguk dan Hazwan mencium tangan bapak lalu menjejakkan kakinya keluar rumah.
Saat deru motor terdengar di telinga bapak, bapak membuka matanya lalu menatap foto sang istri yang berada di sampingnya.

"Liat, anak kita mau berantem. Hahhh aku ga mau ajarin dia kayak aku dulu sayang. Apa apa dibawa ke jalur berantem, kamu dulu suka marahin akukan waktu berantem. Coba kamu yang bilang ke Hazwan buat ga berantem, dia pasti dengerin kamu."

Bapak menghela napasnya lalu tertawa kecil.

"Anak kita udah gede, tapi masih tinggi aku. Tapi kalo kamu masih di sini kamu kalah tinggi sayang."

Bapak mengeluarkan sapu tangannya lalu membersihkan foto sang istri. "Aku bisa ga sayang mengantarkan dia sampai menikah?"

Dan air mata bapak kembali menetes saat itu.

***

"Gimana gimana?" Tanya Jaka. Jazel menatap Hazwan penuh harap dan jawaban tidak terduga keluar dari mulut Hazwan.

"Gausah mikir berantem, sekolah yang bener tolol! Tuolol emang."

Rendi tertawa terbahak-bahak, di bangkunya yang berada di samping Hazwan dia tertawa lalu berkata, "Orang bodoh mana minta diajarin berantem ke orang tua. Duh otaknya jangan dibuat pajangan."

"Yee namanya juga penasaran, ayah gue bilang om Joni tuh mantan ketua geng. Lagat dia kalo ada yang ngajak berantem tuh kayak jalan paling depan sendiri terus bilang "WOY ANAK ANAK BANGSAT! MAJU LO! LO PIKIR KITA BAKALAN TAKUT! MAJU LO ANJING!" gitu anjir, gue kan jadi pingin sekeren om Jo," ucap jaka penuh semangat, jazel mengangguk. "Gue juga."

Hazwan menggelengkan kepalanya, "Kalo tuh anak cari gara gara-"

"Hazwan, Jaka, jazel, Rendi... Hah-hah."

Secara tiba tiba Oscar atau yang sering dipanggil micin oleh mereka berempat berlari dari luar kelas menuju mereka dengan nafas yang memburu. Hazwan berdiri lalu mencoba menenangkan Oscar dengan memberinya minum dan Rendi secara tiba tiba juga berdiri dan memberikan dia tempat untuk duduk.

"Kenap cin?" tanya Jaka. Oscar menatap Jaka lalu menunjuk ke arah gerbang sekolah. "Ada banyak banget anak anak sekolah lain dateng kesini nyari kalian. Gue ga tau tujuan mereka apa tapi mereka bilang "PANGGIL JAKA! JAMAN SEKARANG NAMA KOK JAKA BAPAK LO GOBLOK YA NGASIH NAMA." Hah....ha.... eh Jaka lo mau ngapain?" Oscar panik saat Jaka tiba tiba berdiri lalu berjalan keluar kelas.

Darah Jaka mendidih saat mereka mengolok-olok ayahnya. Jazel, Rendi dan Hazwan berlari mengejar Hazwan. Tujuannya untuk mencegah Jaka melakukan hal yang di luar pikiran mereka.

"Jaka Jaka, jangan dibawa emosi," ujar jazel menghadang Jaka. Jaka  mendorong jazel lalu berjalan ke luar gerbang. Sudah Hazwan tebak kejadian ini pasti akan ramai oleh siswa dan siswi  yang melihat kejadian tersebut. Para guru juga ikut berkumpul di sana.

"Ren halangi ren," ucap Hazwan panik, Rendi juga bingung cara menghadang jaka yang tubuhnya lebih tinggi dan besar daripada dia. Jazel saja terjatuh saat Jaka mendorongnya kalau Rendi yang terdorong? Sudah terpental pastinya.

"Oh ini yang namanya Jaka? Bapak lo bodoh ngasih nama lo Jaka, gue tebak nama lo Jaka Tarub ya?" Ucap salah anak yang berdiri paling depan di antara semuanya dan hanya dialah yang membawa senjata berupa pemukul besi baseball.

Untungnya gerbang terkunci saat itu, saat anak tersebut mendekati Jaka di balik gerbang tersebut Jaka langsung menarik kerah jaket kulitnya hingga anak tersebut menabrak gerbang. Dengan senyum lebar seperti orang gila, dia melihat ke arah wajah merah Jaka.

"Gausah bawa bawa ayah gue di sini. Sebutin tujuan kalian di sini. Gue ga perduli lo mau ngapain tapi bilang tujuan lo kesini apa?!" ucap Jaka penuh penekanan.

"Tenang bro, kita cuman suruhan orang hahaha salah satu orangnya tuh anak sekolah lo. Ternyata tanpa kalian sadari sekolah kalian banyak penyusup ya."

Hazwan berjalan mendekat untuk menarik Jaka, "Udah ka, orang gila gausah diladeni."

"Siapa yang lo sebut gila piatu?" Hazwan membelalakkan matanya, tangan yang tadinya dia gunakan untuk menarik Jaka dia lepaskan lalu dia berjalan mundur dan berbalik.

Jaka sangat marah, tidak pantas orang bermulut sampah seperti dia menginjakkan kakinya di sekolah ini.
"Kalo lo mau tau tujuan gue apa, temuin gue di lapangan bola belakang sekolah ini tepat waktu lo pulang sekolah. Kalo lo punya anak anak di geng lo ajak juga kalo ga punya ya temen temen lo itu aja Ll ajak, antara masuk rumah sakit koma atau luka berat hahahaha."

Anak tersebut menarik Jaka lalu berpura pura membersihkan jaket Jaka lalu menepuknya dan berjalan pergi

Setelahnya deru motor berbunyi memekakkan telinga setiap siswa di sana. Asap motor menguar membuat siapapun akan batuk.
"Hazwan," iya Jaka baru teringat Hazwan.

Saat dia berbalik dia melihat Rendi dan jazel yang tengah memegang tangan bagian atasnya yang terluka karena Jaka mendorongnya hingga terbentur pinggir tempat duduk yang berada di depan kelas. Jaka membelalakkan matanya lalu mendekati jazel, dengan raut khawatir dia bertanya keadaan jazel.

"Gue gapapa ka."

"Bawa ke UKS, dikompres aduh gue bodoh gue bodoh gue bodoh. Gue bantu ayo."

Jaka menarik tangan jazel tetapi oleh jazel dilepaskan, "Gue anak kuat, sekarang Hazwan kita temuin dulu. Dia ke kamar mandi tadi."

Jaka, dia pikir semua permasalahan sekarang itu karenanya.

Saat sampai di kamar mandi laki laki dia melihat ke sekeliling akan tetapi dia tidak dapat menemukan Hazwan di sana. "Lo yakin dia di sini?"

"Yakin ka," jawab Rendi.

"Kita cari ke tempat..."

Belum sempat Jaka menyelesaikan kalimatnya terdengar isakan di kamar mandi. Jaka, jazel dan Rendi berbalik. Isakan tersebut adalah suara Hazwan.
"Gue juga ga mau jadi piatu."

Jaka terdiam. Semua salah gue.

Maaf wan, Lo ga seharusnya denger kata kata kasar itu.

"Gue juga ga mau ga punya ibuk, gue mau punya ibuk."

Rendi berjalan mendekat ke arah sumber suara namun jazel menariknya lalu menggelengkan kepalanya.
"Takdir yang jahat ke gue, jahat banget."

Maaf wan, sakit ya denger kata kata itu? Maaf ya Hazwan gara gara gue lo harus denger kata kata ga pantas kayak gitu.

++++++
[Author: bilqiishavis]

Dear Bapak Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang